Kejadian 1:26-27 menyatakan, "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" (Kejadian 1:26-27).
Ayat-ayat ini mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang membedakan manusia dari ciptaan-ciptaan lainnya. Manusia diciptakan untuk memiliki relasi dengan Allah dan karena itu Allah menciptakan kita dengan aspek materi dan non-materi. Aspek materi adalah apa yang dapat diraba: tubuh fisik, organ-organ tubuh, dll. dan dapat dikatakan hanya berada selama orang tsb masih hidup. Bagian non-materi adalah bagian yang tidak dapat dilihat: jiwa, roh, intelek, keinginan, hati nurani, dll. Semua ini dianggap melampaui jangka hidup individu yang bersangkutan.
Semua umat manusia memiliki bagian materi dan non-materi dalam keberadaan mereka. Jelas bahwa setiap orang memiliki tibuh yang terdiri dari daging, darah, tulang belulang, organ-organ dan sel-sel. Namun demikian, adalah bagian yang tidak dapat dilihat dari manusia yang sering diperdebatkan. Apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal ini? Kejadian 2:7 mengatakan bahwa Manusia diciptakan sebagai makhluk yang hidup. Bilangan 16:22 - "Tetapi sujudlah mereka berdua dan berkata: "Ya Allah, Allah dari roh segala makhluk! Satu orang saja berdosa, masakan Engkau murka terhadap segenap perkumpulan ini?" Ayat ini menyebut Allah sebagai Allah dari roh segala makhluk. Amsal 4:23 - "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Ayat ini mengindikasikan bahwa hati adalah pusat dari kehendak dan perasaan manusia. Kisah Rasul 23:1 - "Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah."" Roma 12:1 "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Di sini kita dapat melihat berbagai aspek non-materi dari diri manusia, dan bahwa setiap manusia memiliki hal-hal yang bersifat materi dan non-materi. Daftar di atas hanyalah beberapa saja.
Jadi walaupun kebanyakan diskusi mengenai aspek non-materi dari manusia berpusat pada jiwa dan roh, Alkitab menggambarkan hal yang lebih dari kedua hal tsb. Entah bagaimana, aspek-aspek yang disebutkan di atas (jiwa, roh, hati, hati nurani dan akal budi) bersangkut paut satu dengan yang lainnya. Jiwa dan roh, jelas adalah bagian non-materi yang utama dari diri manusia. Kemungkinan besar keduanya meliputi aspek-aspek lainnya. Dengan mengingat hal ini, apakah manusia bersifat dikotomi (terbagi dua: tubuh/jiwa-roh) atau trikotomi (terbagi tiga: tubuh/jiwa/roh)?
Adalah sulit untuk bersikap dogmatik. Kedua pandangan diatas memiliki dasar masing-masing. Ayat kunci adalah Ibrani 4:12, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." Ayat ini memberitahukan kita dua hal (1) jiwa dan roh dapat dipisahkan. (2) Perbedaan antara jiwa dan roh adalah sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh Firman Tuhan. Sebagai manusia kita tahu pasti bahwa kita memiliki tubuh, jiwa, roh dan banyak lagi! Daripada memusatkan diri pada aspek-aspek ini, adalah lebih baik memusatkan diri pada Sang Pencipta, yang karenaNya kita dijadikan dengan "dahsyat dan ajaib" (Mazmur 139:14).
Apa perbedaan antara roh dan jiwa? Kata "roh" menunjuk pada aspek non-materi dari manusia. Manusia memiliki roh, namun kita bukan roh. Namun demikian, di dalam Alkitab, hanya orang-orang percaya, mereka yang didiami oleh Roh Kudus, yang disebut sebagai "makhluk hidup secara rohani" (1 Korintus 2:11; Ibrani 4:12; Yakobus 2:26). Orang-orang yang tidak percaya "mati secara rohani" (Efesus 2:1-5; Kolose 2:13). Dalam tulisan Paulus, "roh" sangatlah penting bagi kehidupan rohani orang percaya (1 Korintus 2:14; 3:1; 15:45; Efesus 1:13; 5:19; Kolose 1:9; 3:16). Roh adalah elemen dalam diri manusia yang memungkinkan dia memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Setiap kali kata "roh" dipergunakan, biasanya kata itu merujuk pada bagian non-materi dari manusia, termasuk jiwanya.
Kata "jiwa" merujuk bukan saja pada bagian non-materi dari manusia, namun juga bagian materi. Berbeda dengan manusia memiliki "roh," manusia adalah jiwa. Arti kata "jiwa" yang paling mendasar adalah "hidup." Namun demikian, dalam Alkitab, kata tsb bukan hanya berarti "hidup" namun juga memiliki pengertian-pengertian lain. Salah satunya adalah keinginan manusia untuk berbuat dosa (Lukas 12:26). Pada dasarnya manusia adalah jahat dan jiwanya telah dikotori. Hidup berakhir pada saat kematian fisik (Kejadian 35:18; Yeremia 15:2). "Jiwa" dan "roh" adalah pusat dari banyak pengalaman rohani dan emosional (Ayub 30:25; Mazmur 43:5; Yeremia 13:17). Setiap kali kata "roh" dipergunakan, kata tsb dapat menunjuk pada pribadi orang itu secara keseluruhan, hidup maupun setelah kematian.
"Jiwa" dan "roh" adalah sama dalam hal penggunaaannya dalam kehidupan rohani orang percaya. Perbedaannya adalah dalam hal acuannya. "Jiwa" adalah pandangan manusia secara horizontal terhadap dunia. "Roh" adalah pandangan manusia secara vertikal dengan Tuhan. Adalah penting untuk memahami bahwa keduanya merujuk pada bagian non-materi dari manusia, namun hanya "roh" yang menunjuk pada kehidupan manusia dengan Tuhan. "Jiwa" menunjuk pada kehidupan manusia dalam dunia, baik secara materi maupun non-materi.
Hal yang pertama yang perlu dipahami dalam diskusi ini adalah bahwa hanya ada satu ras: ras manusia. Orang Kaukasia, Afrika, Asia, Indian, Arab, Yahudi, semuanya bukanlah ras-ras yang berbeda. Semua ini adalah etnik-etnik yang berbeda dalam ras manusia. Semua umat manusia memiliki ciri-ciri fisik yang sama (tentunya dengan variasi-variasi kecil). Yang lebih penting lagi, semua manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27). Allah mengasihi dunia ini (Yohanes 3:16). Yesus meletakkan nyawanya bagi setiap orang di seluruh dunia (1 Yohanes 2:2). "Seluruh dunia" jelas berarti semua etnik.
Allah tidak pilih kasih atau pandang bulu (Ulangan 10:17; Kisah Rasul 10:34; Roma 2:11; Efesus 6:9), kitapun tidak boleh demikian. Yakobus 2:4 menggambarkan orang yang melakukan diskriminasi sebagai "hakim dengan pikiran yang jahat." Sebaliknya, kita harus "mengasihi sesama kita seperti diri sendiri" (Yakobus 2:8). Dalam Perjanjian Lama, Tuhan membagi umat manusia dalam dua kelompok "ras": orang Yahudi dan orang Kafir. Maksud Tuhan adalah orang-orang Yahudi menjadi imamat rajani yang melayani kepada bangsa-bangsa kafir. Sebaliknya, yang sering, orang-orang Yahudi bangga dengan status mereka dan menghina orang-orang kafir. Yesus Kristus mengakhiri hal ini dengan merobohkan tembok pemisah, yaitu perseteruan (Efesus 2:14). Segala bentuk rasisme, prasangka, dan diskriminasi adalah bertentangan dengan karya Kristus di atas salib.
Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi satu dengan yang lain sebagaimana Dia mengasihi kita (Yohanes 13:34). Kalau Allah tidak memandang bulu dan mengasihi kita tanpa pandang bulu, artinya kita perlu mengasihi orang-orang lain dengan juga dengan standar tinggi seperti itu. Pada akhir dari Matius 25 Yesus mengajarkan bahwa apa yang diperbuat terhadap yang terkecil dari saudara-saudaranya, kita melakukan itu untuk Dia. Jikalau kita menghina dan meremehkan seseorang, kita memperlakukan seorang yang diciptakan dalam gambar Allah dengan cara yang tidak benar; kita melukai seseorang yang dikasihi Tuhan dan yang baginya Yesus mati.
Rasisme, dalam berbagai bentuk dan tingkatan, merupakan bencana yang melanda umat manusia selama ribuan tahun. Saudara dan saudari dari semua etnik: hal ini tidak seharusnya demikian! Pada para korban rasisme, prasangka dan diskriminasi " Anda perlu mengampuni. Efesus 4:32 berkata, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Mereka yang bersikap rasis memang tidak layak mendapatkan pengampunan kita, namun kita juga lebih tidak layak menerima pengampunan Tuhan! Kepada pelaku-pelaku rasisme, prasangka dan diskriminasi " Anda perlu bertobat dan "serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (Roma 6:13). Kiranya Galatia 3:28 dapat terwujud secara penuh, "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus."
Alkitab tidak secara eksplisit menjelaskan kepada kita asal mula dari berbagai "ras" atau warna kulit manusia. Dalam kenyataannya, hanya ada satu ras, ras manusia. Dalam ras manusia ini ada perbedaan besar dalam warna kulit dan karakteristik fisik lainnya. Sebagian orang berspekulasi bahwa ketika Tuhan mengacaukan bahasa di Menara Babel (Kejadian 11:1-9), Dia juga menetapkan keanekaragaman ras. Adalah mungkin bahwa Tuhan mengadakan perubahan genetik pada umat manusia untuk lebih memampukan manusia bertahan hidup dengan lebih baik dalam lingkungan ekologi yang berbeda-beda, seperti misalnya orang-orang Afrika lebih "diperlengkapi" secara genetik untuk bertahan hidup di panas yang tinggi di Afrika. Menurut pandangan semacam ini, Allah mengacaukan bahasa sehingga manusia berkelompok berdasarkan bahasa, dan kemudian Tuhan menciptakan gen untuk ras yang berbeda berdasarkan di mana setiap kelompok ras itu akan berdiam secara geografis. Walaupun ini mungkin, dalam Alkitab tidak ada dasar yang jelas untuk pandangan ini. Ras/warna kulit manusia sama sekali tidak pernah dihubungkan dengan Menara Babel.
Penjelasan yang paling baik adalah bahwa Adam dan Hawa memiliki gen yang dapat menghasilkan keturunan dengan warna kulit hitam, coklat dan putih (dan campuran). Ini sama dengan bagaimana orang yang kawin campur dari ras yang berbeda dapat memiliki anak-anak yang warna kulitnya berbeda satu dengan yang lain. Karena jelas bahwa Tuhan menghendaki manusia memiliki rupa yang berbeda-beda, masuk akal bahwa Tuhan memberi kepada Adam dan Hawa kemampuan untuk menghasilkan anak-anak dengan warna kulit yang berbeda-beda. Di kemudian hari, satu-satunya yang selamat dari air bah adalah Nuh dan istrinya, ketiga putra nuh dan istri mereka, seluruhnya delapan orang (Kejadian 7:13). Mungkin istri Sem, Ham dan Yafet berasal dari ras yang berbeda-beda. Mungkin saja istri Nuh berbeda ras dengan Nuh. Mungkin saja mereka berdelapan semua adalah dari ras campuran, yang berarti mereka memiliki gen untuk menghasilkan anak-anak dengan ras yang berbeda-beda. Apapun penjelasannya, aspek yang paling penting dari pertanyaan ini adalah bahwa kita semua berasal dari ras yang sama, semuanya diciptakan oleh Allah yang sama, semua diciptakan untuk maksud yang sama.
Mengapa orang-orang dalam pasal-pasal permulaan kitab Kejadian hidup begitu lama adalah suatu misteri. Ada banyak teori yang dikemukakan oleh sarjana-sarjana Alkitab dan para ilmuwan. Silsilah dalam Kejadian 5 mencatat garis keturunan yang saleh dari Adam " garis keturunan yang pada akhirnya menurunkan Mesias. Mungkin Allah memberkati garis keturunan ini dengan umur yang sangat panjang sebagai hasil dari hidup dalam kesalehan dan ketaatan. Walaupun penjelasan ini masuk akal, dalam Alkitab tidak secara khusus membatasi umur panjang hanya pada orang-orang yang dicantumkan dalam Kejadian pasal 5. Lebih dari itu, selain Henokh, Kejadian 5 tidak menyebut seorangpun sebagai orang yang saleh. Kemungkinan semua orang yang hidup pada zaman itu hidup ratusan tahun lamanya. Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hal ini.
Kejadian 1:6-7 menyebutkan "air di atas," suatu "kanopi/langit-langit" air yang mengelilingi bumi. "Kanopi air" semacam ini dapat menciptakan "efek rumah kaca" atas seluruh bumi dan menghalangi bagian besar dari radiasi yang sekarang ini menerpa bumi. Hal ini akan menghasilkan lingkungan hidup yang ideal di bumi ini. Hal ini lebih kelihatan khususnya kalau kita memperhatikan betapa cepatnya umur manusia menciut setelah air bah. Kejadian 7:11 mungkin saja mengindikasikan, pada saat air bah, "kanopi air" itu dicurahkan ke atas bumi sehingga mengakhiri lingkungan hidup yang ideal. Bandingkan umur sebelum air bah (Kejadian 5:1-32) dengan umur sesudah air bah (Kejadian 11:10-32). Segera setelah air bah, umur manusia merosot secara dramatis.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa dalam beberapa generasi pertama setelah Penciptaan, kode genetik manusia belum menghasilkan banyak cacat. Adam dan Hawa diciptakan dengan sempurna. Pastilah mereka memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit. Keturunan mereka mewarisi kelebihan ini, namun dengan tingkat yang lebih rendah. Setelah jangka waktu tertentu, sebagai akibat dari dosa, kode genetik manusia makin rusak, dan manusia menjadi makin rentan terhadap kematian dan penyakit. Hal ini akan mengurangi umur hidup secara drastis.
Pada hari terakhir dari penciptaan, Tuhan berkata, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita" (Kejadian 1:26). Dengan demikian Tuhan mengakhiri pekerjaanNya dengan suatu "sentuhan pribadi." Tuhan membentuk manusia dari debu tanah dan memberinya hidup dengan menghembuskan nafasNya sendiri (Kejadian 2:7). Dengan demikian manusia memiliki keunikan dibanding dengan ciptaan-ciptaan lainnya, yaitu memiliki bagian materi (tubuh) dan non-materi (jiwa/roh).
Memiliki "gambar" atau "rupa" Allah, dalam pengertian yang paling sederhana, berarti kita dibuat menyerupai Tuhan. Adam tidak menyerupai Tuhan dalam arti Tuhan memiliki darah dan daging. Alkitab berkata bahwa "Allah itu Roh" (Yohanes 4:24) dan karena itu memiliki keberadaan tanpa tubuh. Namun tubuh Adam mencerminkan hidup Tuhan karena diciptakan dengan kesehatan yang sempurna dan tidak tunduk pada kematian.
Gambar Allah menunjuk pada bagian non-material dari manusia. Hal ini membedakan manusia dari binatang dan memampukan manusia menjalankan "kekuasaan" sebagaimana direncanakan Allah (Kejadian 1:28), dan memampukan manusia berkomunikasi dengan PenciptaNya. Keserupaan ini adalah dalam hal mental, moral dan sosial.
Secara mental, manusia diciptakan sebagai makhluk yang rasional dan berkehendak " dengan kata lain, manusia dapat menggunakan pikirannya dan dapat memilih. Ini adalah refleksi dari akal budi dan kebebasan Tuhan. Setiap kali seseorang menciptakan mesin, menulis sebuah buku, melukis pemandangan, menikmati simponi, menjumlahkan hitungan, atau menamai binatang peliharaan, dia memproklamirkan fakta bahwa kita diciptakan menurut gambar Allah.
Secara moral, manusia diciptakan dalam kebenaran dan kepolosan yang sempurna, suatu refleksi dari kesucian Tuhan. Tuhan melihat semua yang diciptakanNya (termasuk manusia) dan mengatakan, "sangat baik" (Kejadian 1:31). Hati nurani kita atau "kompas moral" adalah sisa dari keadaan yang asli itu. Ketika seseorang menulis hukum, mundur dari kejahatan, memuji kelakuan baik, atau merasa bersalah, orang itu meneguhkan fakta bahwa kita diciptakan menurut gambar Allah.
Secara sosial, manusia diciptakan untuk bersekutu. Hal ini mencerminkan ketritunggalan Allah dan kasihNya. Di taman Eden, relasi manusia yang terutama adalah dengan Tuhan (Kejadian 3:8 menyiratkan persekutuan dengan Tuhan), dan Tuhan menciptakan perempuan pertama karena "tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja" (Kejadian 2:18). Setiap kali seseorang menikah, berteman, memeluk anak kecil, mengikuti kebaktian, dia menyatakan bahwa kita diciptakan menurut gambar Allah.
Karena diciptakan menurut gambar Allah, Adam memiliki kebebasan untuk memilih. Meskipun dia diberikan pribadiyang suci, Adam memilih yang jahat dan memberontak melawan PenciptaNya. Dengan berbuat demikian, dia mencemarkan gambar Allah yang ada dalam diriNya, dan mewariskan keserupaan yang rusak itu pada semua keturunannya, termasuk kita (Roma 5:12). Saat ini kita masih memiliki gambar Allah (Yakobus 3:9), namun kita juga menanggung bekas-bekas dosa. Secara mental, moral, sosial dan fisik kita memperlihatkan efek-efek dari dosa.
Kabar baiknya adalah bahwa ketika Tuhan menebus seseorang, Dia mulai memulihkan gambar Allah yang asli itu, menciptakan "manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya" (Efesus 4:24; lihat pula Kolose 3:10).
Banyak orang memahami Kejadian 6:3 sebagai membatasi umur manusia sepanjang 120 tahun. "Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."" Namun demikian, Kejadian 11 mencatat beberapa orang yang hidup melampaui 120 tahun. Karena itu beberapa menafsirkan Kejadian 6:3 mengatakan bahwa, secara umum, orang tidak lagi akan hidup melampaui 120 tahun. Setelah banjir, Anda memperhatikan bahwa umur manusia menurun secara drastis (bandingkan Kejadian 5 dengan Kejadian 11) dan pada akhirnya menyusut sampai di bawah 120 (Kejadian 11:24). Sejak waktu itu sangat sedikit orang hidup melampaui 120 tahun. Jadi ada kemungkinan bahwa Kejadian 5:32 adalah prediksi Allah bahwa karena kejahatannya umat manusia tidak akan hidup selama ratusan tahun (sebagaimana dalam Kejadian pasal 5).
Namun demikian, penfasiran lainnya, yang kelihatannya lebih sesuai dengan konteks, adalah bahwa Kejadian 6:3 adalah catatan bahwa Allah menyatakan bahwa Banjir akan terjadi 120 tahun dari saat Dia menyatakannya. Berakhirnya hari-hari manusia adalah rujukan pada dihancurkannya umat manusia karena Banjir. Ada beberapa yang mempermasalahkan penafsiran ini karena dikatakan Allah memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera ketika Nuh berumur 500 tahun dalam Kejadian 5:32 dan Nuh berumur 600 tahun ketika Banjir terjadi (Kejadian 7:6); hanya ada waktu 100 tahun, bukan 120 tahun. Namun demikian, kapan Allah menyatakan itu dalam Kejadian 6:3 tidak diberikan. Selanjutnya, Kejadian 5:32 bukanlah waktu Allah memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera, namun adalah umur Nuh ketika dia menjadi ayah dari ketiga putranya. Adalah sangat mungkin bahwa Allah menentukan bahwa air bah akan terjadi dalam 120 tahun dan kemudian menunggu beberapa tahun sebelum memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera. Apapun kasusnya, 100 tahun antara Kejadian 5:32 dan 7:6 sama sekali tidak bertolak belakang dengan 120 tahun yang disebutkan dalam Kejadian 6:3.
Beberapa ratus tahun setelah Air Bah, Musa mengatakan, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap" (Mazmur 90:10). Baik Kejadian 6:3 ataupun Mazmur 90:10 bukanlah merupakan batas umur umat manusia. Kejadian 6:3 adalah prediksi mengenai jangka waktu untuk Air Bah. Mazmur 90:10 sekedar menggambarkan bahwa secara umum orang hidup 70-80 tahun (yang masih berlaku sekarang ini).
Jelas dalam Akitab bahwa semua orang adalah ciptaan Allah (Kolose 1:16), namun hanya mereka yang sudah lahir kembali yang adalah anak-anak Allah (Yohanes 1:12; Yohanes 11:52; Roma 8:16; 1 Yohanes 3:1-10).
Dalam Alkitab, mereka yang terhilang tidak pernah disebut sebagai anak-anak Allah. Efesus 2:3 memberitahu kita bahwa sebelum kita diselamatkan "pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai." Roma 9:8 mengatakan bahwa "Bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah." Bukannya dilahirkan sebagai anak-anak Allah kita malah dilahirkan dalam dosa, yang memisahkan kita dari Allah dan membuat kita berpihak dengan Iblis yang adalah musuh Allah (Yakobus 4:4; 1 Yohanes 3:8). Yesus berkata, "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku." Beberapa ayat kemudian dalam Yohanes 8:44 Yesus memberitahu orang-orang Farisi bahwa "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu." Fakta bahwa mereka yang belum diselamatkan bukanlah anak-anak Allah juga dapat dilihat dalam 1 Yohanes 3:10, "Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya."
Kita menjadi anak-anak Allah ketika kita diselamatkan karena kita diangkat menjadi keluarga Allah melalui hubungan kita dengan Yesus Kristus (Galatia 4:5-6; Efesus 1:5). Ini dapat dilihat dengan jelas dalam ayat-ayat seperti Roma 8:14-17, "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." Mereka yang diselamatkan adalah "anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus" (Galatia 3:26) karena Allah telah "menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya" (Efesus 1:5).
Sekalipun Alkitab tidak secara khusus membicarakan topik mengenai kloning manusia, ada prinsip-prinsip Alkitab yang dapat memberi pencerahan. Kloning membutuhkan sel-sel DNA dan embrio untuk dapat berhasil. Pertama-tama DNA dikeluarkan dari inti sel makhluk itu. Materi itu, yang mengandung kode informasi genetik, kemudian ditempatkan dalam inti dari sel embrio. DNA dari sel yang menerima informasi genetik yang baru harus disingkirkan supaya bisa menerima DNA baru. Kalau sel menerima DNA baru, maka embrio duplikat akan terbentuk. Namun sel embrio bisa saja menolak DNA baru dan mati. Juga sangat mungkin bahwa embrio itu tidak dapat bertahan hidup setelah informasi genetik yang asli dikeluarkan dari intinya. Dalam banyak kasus, ketika kloning diupayakan, beberapa embrio digunakan sekaligus untuk meningkatkan peluang keberhasilan penanaman materi genetik yang baru. Sekalipun mungkin saja untuk makhluk duplikat diciptakan dengan cara semacam ini (misalnya domba Dolly), kemungkinan untuk berhasilnya menduplikasikan suatu makhluk hidup tanpa ada variasi, dan tanpa adanya komplikasi, adalah amat sangat tipis.
Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia dapat ditelaah dalam terang beberapa prinsip Alkitabiah. Pertama, umat manusia diciptakan dalam rupa Allah, dan karena itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam rupa dan gambar Allah, dan bersifat unik dibandingan dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Jelaslah bahwa itu adalah sesuatu yang perlu dihargai dan tidak diperlakukan seperti komoditas yang dijual atau diperdagangkan. Sebagian orang mempromosikan kloning manusia dengan tujuan untuk menciptakan organ pengganti untuk orang-orang yang membutuhkan pengcangkokan namun tidak dapat menemukan donor yang cocok. Pemikirannya adalah mengambil DNA sendiri dan menciptakan organ duplikat yang terdiri dari DNA itu sendiri akan sangat mengurangi kemungkinan penolakan terhadap organ itu. Walaupun ini mungkin benar, masalahnya melakukan hal yang demikian amat merendahkan kehidupan manusia. Proses kloning menuntut penggunaan embrio manusia; dan walaupun sel dapat dihasilkan untuk membuat organ yang baru, untuk mendapatkan DNA yang diperlukan beberapa embrio harus dimatikan. Pada hakikatnya kloning akan "membuang" banyak embrio manusia sebagai "barang sampah," meniadakan kesempatan untuk embrio-embrio itu bertumbuh dewasa.
Mengenai apakah klon memiliki jiwa, kita lihat kembali pada penciptaan hidup. Kejadian 2:7 mengatakan, "Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." Inilah gambaran Allah menciptakan jiwa manusia. Jiwa adalah siapa kita, bukan apa yang kita miliki (1 Korintus 15:45). Pertanyaannya adalah jiwa seperti apa yang akan diciptakan oleh kloning manusia? Ini bukanlah pertanyaan yang dapat kita jawab saat ini.
Banyak orang percaya bahwa hidup tidak dimulai pada saat pembuahan dengan terbentuknya embrio, dan karena itu embrio bukan betul-betul manusia. Alkitab mengajarkan hal yang berbeda. Mazmur 139:13-16 mengatakan, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya." Penulis, Daud, menyatakan bahwa dia dikenal secara pribadi oleh Allah sebelum dia dilahirkan, berarti bahwa pada saat pembuahannya dia adalah manusia dengan masa depan dan Allah mengenal Dia dengan dekat.
Selanjutnya, Yesaya 49:1-5 berbicara mengenai Allah memanggil Yesaya untuk melayani sebagai nabi ketika dia masih berada dalam kandungan ibu. Yohanes Pembaptis juga dipenuhi dengan Roh Kudus ketika dia masih berada dalam kandungan (Lukas 1:15). Semua ini menunjuk pada pendirian Alkitab bahwa hidup dimulai pada saat pembuahan. Dalam terang ini, kloning manusia, bersama dengan dirusaknya embrio manusia, tidaklah sejalan dengan pandangan Alkitab mengenai hidup manusia.
Lebih dari itu, kalau manusia diciptakan, tentulah ada Sang Pencipta, dan karena itu manusia tunduk dan bertanggung jawab kepada Sang Pencipta itu. Sekalipun pandangan umum " pandangan psikologi sekuler dan humanistik " mau orang percaya bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali dirinya sendiri, dan bahwa manusia adalah otoritas tertinggi, Alkitab mengajarkan hal yang berbeda. Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia, dan memberi manusia tanggung jawab atas bumi ini (Kejadian 1:28-29 dan Kejadian 9:1-2). Dengan tanggung jawab ini ada akuntabilitas kepada Allah. Manusia bukan penguasa tertinggi atas dirinya dan karena itu dia tidak dalam posisi untuk membuat keputusan sendiri mengenai nilai hidup manusia. Ilmu pengetahuan juga bukan otoritas yang menentukan etis tidaknya kloning manusia, aborsi, atau eutanasia. Menurut Alkitab, Allah adalah satu-satuNya yang memiliki hak kedaulatan mutlak atas hidup manusia. Berusaha mengontrol hal-hal sedemikian adalah menempatkan diri pada posisi Allah. Jelaslah bahwa manusia tidak boleh melakukan hal demikian.
Kalau kita melihat manusia semata-mata sebagai salah satu ciptaan dan bukan sebagai ciptaan yang unik, dan manusia adalah ciptaan yang unik, maka tidak sulit untuk melihat manusia tidak lebih dari peralatan yang perlu dirawat dan diperbaiki. Namun kita bukanlah sekedar kumpulan molekul dan unsur-unsur kimia. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah menciptakan setiap kita dan memiliki rencana khusus untuk setiap kita. Lebih lagi, Dia menginginkan hubungan pribadi dengan setiap kita, melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Sekalipun ada aspek-aspek kloning manusia yang mungkin bermanfaat, umat manusia tidak punya kontrol terhadap arah perkembangan teknologi kloning. Adalah bodoh kalau beranggapan bahwa niat baik akan mengarahkan penggunaan kloning. Manusia tidak dalam posisi untuk menjalankan tanggung jawab atau memberi penilaian yang harus dilakukan untuk mengatur kloning manusia.
Alkitab sebetulnya tidak memberi pengajaran spesifik mengenai kremasi. Dalam Perjanjian Lama ada kejadian-kejadian di mana orang-orang dibakar sampai mati (1 Raja-Raja 16:18; 2 Raja-Raja 21:6), dan tulang manusia dibakar (2 Raja-Raja 23:16-20), namun ini bukanlah contoh dari kremasi. Adalah menarik untuk diperhatikan bahwa dalam 2 Raja-Raja 23:16-20 membakar tulang belulang manusia di mezbah menajiskan mezbah itu. Pada saat yang sama, hukum Perjanjian Lama sama sekali tidak melarang pembakaran tubuh orang yang sudah meninggal, dan juga tidak menggantungkan kutukan atau penghukuman terhadap orang yang dikremasikan.
Kremasi dipraktekkan pada zaman Alkitab, namun bukan praktek umum bagi orang-orang Israel atau orang-orang percaya Perjanjian Baru. Dalam budaya yang menjadi fokus Alkitab, penguburan dalam kuburan, gua, atau dalam tanah adalah cara yang umum untuk memakamkan tubuh manusia (Kejadian 23:19, 35:4, 2 Tawarikh 16:14; Matius 27:60-66). Sekalipun penguburan adalah praktek yang umum, Alkitab tidak pernah memerintahkan penguburan sebagai satu-satunya metode yang diperbolehkan untuk memakamkan jenazah.
Apakah kremasi merupakan sesuatu yang dapat dipertimbangkan oleh seorang Kristen? Sekali lagi, tidak ada larangan eksplisit Alkitab untuk kremasi. Sebagian orang percaya menyatakan keberatan terhadap praktek kremasi dengan dasar bahwa hal itu tidak mengakui bahwa suatu hari Allah akan membangkitkan tubuh kita dan menyatukannya dengan jiwa/roh kita (1 Korintus 15:35-38; 1 Tesalonika 4:!6). Ini mungkin menjadi masalah bagi orang-orang tertentu. Namun, fakta bahwa tubuh dikremasikan tidaklah menambah kesulitan bagi Allah untuk membangkitkannya. Tubuh-tubuh orang-orang Kristen yang meninggal ribuan tahun yang lalu sekarang ini sudah menjadi abu sama sekali. Hal ini tidak akan pernah menghalangi Allah dari membangkitkan tubuh mereka. Kremasi tidak melakukan apapun, kecuali "mempercepat" proses berubahnya tubuh menjadi debu. Allah sama bisanya membangkitkan tubuh orang-orang yang dikremasikan dan orang yang tidak dikremasikan. Soal penguburan atau kremasi termasuk dalam wilayah kebebasan Kristen. Orang, atau keluarga yang mempertimbangkan hal ini haruslah berdoa mohon hikmat (Yakobus 1:5) dan menaati keyakinan yang timbul.
Ini adalah hal yang amat sulit. Ada dua sisi yang sulit untuk diseimbangkan. Di satu bagian, kita tidak ingin menempatkan nyawa orang lain dalam tangan kita dan mengakhirinya secara lebih awal " eutanasia. Di sisi lain, pada poin apa kita mengizinkan seseorang untuk mati dan tidak mengambil langkah-langkah lebih jauh untuk mempertahankan kehidupannya?
Bagaimana dengan eutanasia? Kebenaran yang paling utama yang menghasilkan kesimpulan bahwa Allah menentang eutanasia adalah kedaulatan-Nya. Kita mengetahui bahwa kematian fisik adalah tak terhindarkan (Mazmur 89:48, Ibrani 9:27). Namun, Allah sendiri dalam kedaulatan-Nya yang tahu kapan dan bagaimana seseorang akan meninggal. Ayub bersaksi dalam Ayub 30:23, "Ya, aku tahu: Engkau membawa aku kepada maut, ke tempat segala yang hidup dihimpunkan." Dalam Mazmur 68:20 kita membaca, "Allah bagi kita adalah Allah yang menyelamatkan, ALLAH, Tuhanku, memberi keluputan dari maut." (Mazmur 68:20). Pengkhotbah 8:8a menyatakan, " Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian "." Allah memiliki kata terakhir dalam soal kematian (lihat pula 1 Korintus 15:26, 54-56; Ibrani 2:9, 14-15; Wahyu 21:4). Eutanasia adalah upaya manusia untuk merebut otoritas itu dari tangan Allah.
Kematian adalah kejadian alamiah. Kadang Allah mengizinkan seseorang untuk menderita lama sebelum kematian terjadi; di waktu lain, penderitaan seseorang berlangsung singkat. Tidak seorangpun suka menderita, namun itu tidak berarti boleh menentukan bahwa orang itu sudah siap untuk mati. Sering kali rencana Allah dinyatakan melalui penderitaan seseorang. "Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya" (Pengkhotbah 7:14). Roma 5:3 mengajarkan bahwa kesengsaraan menghasilkan ketekunan. Allah memperdulikan orang-orang yang berseru kepada-Nya minta mati untuk mengakhiri penderitaan mereka. Allah memberi tujuan kepada hidup bahkan sampai saat terakhir. Hanya Allah yang mengetahui yang terbaik, dan waktu-Nya adalah sempurna, sekalipun dalam kematian seseorang.
Pada saat yang sama, Alkitab tidak memerintahkan kita untuk melakukan apa saja yang kita bisa untuk mempertahankan hidup seseorang. Kalau seseorang bertahan hidup hanya karena mesin, bukanlah hal yang tidak bermoral untuk mematikan mesin itu dan mengizinkan orang itu untuk mati. Kalau seseorang sudah mati suri untuk jangka waktu lama, bukanlah suatu pelanggaran kepada Allah untuk melepaskan selang/mesin apapun yang mempertahankan kehidupan orang itu. Kalau Allah mau mempertahankan hidup orang itu, Dia mampu untuk melakukannya tanpa bantuan selang makanan dan/atau mesin.
Mengambil keputusan seperti ini sangatlah sulit dan menyakitkan. Tidak pernah mudah untuk memberitahu dokter untuk memberhentikan alat penunjang hidup dari orang yang kita kasihi. Kita tidak boleh terlalu awal mengakhiri kehidupan, namun pada saat yang sama, kita juga tidak boleh mempertahankan hidup selama mungkin. Nasihat terbaik untuk seseorang yang sementara menghadapi keputusan ini adalah berdoa kepada Allah untuk hikmat (Yakobus 1:5) untuk tahu apa yang Dia mau Anda lakukan.
Mazmur 139:4 mengatakan, "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya" (Mazmur 139:14). Konteks dari Mazmur 139:14 adalah sifat yang luar biasa dari tubuh jasmani kita. Tubuh manusia adalah organisme yang paling kompleks dan unik di dunia, dan kompleksitas dan keunikan itu berbicara banyak mengenai otak dari Penciptanya. Setiap aspek dari tubuh, sampai ke bagian sel mikroskopis yang paling kecil, mengungkapkan bahwa semuanya diciptakan secara dahsyat dan ajaib.
Para insinyur mengerti bagaimana mendesain balok yang kuat namun ringan dengan menempatkan materi yang kuat di bagian pinggir luar dari penampang dan memenuhi bagian dalam dengan materi yang lebih ringan dan lemah. Hal ini dilakukan karena tekanan yang paling besar terjadi pada bagian permukaan dari struktur ketika menghadapi tekukan yang sering atau tekanan di badannya. Ketika Anda memeriksa kamera SLR yang canggih dengan kemampuannya untuk membiarkan banyak sedikitnya cahaya yang masuk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya untuk fokus secara otomatis pada bidang yang luas, Anda menemukan imitasi yang berulang-ulang dari cara bekerja salah satu bola mata kita. Dan karena kita memiliki dua bola mata, kita juga memiliki persepsi kedalaman, memberi seorang atlit kemampuan untuk melempar bola kepada penerimanya dengan tepat, atau memampukan kita menilai berapa jauhnya mobil itu.
Otak manusia juga adalah organ yang luar biasa, dibuat dengan dahsyat dan ajaib. Otak memiliki kemampuan untuk belajar, berfikir, dan mengendalikan begitu banyak fungsi otomatis dari tubuh seperti misalnya denyut jantung, tekanan darah, pernafasan, dan untuk mempertahankan keseimbangan untuk berjalan, berlari, berdiri, duduk, sambil berkonsentrasi pada hal yang lain. Komputer mampu mengalahkan otak manusia dalam hal kemampuan melakukan kalkulasi, namun termasuk primitf dalam kinerja kebanyakan hal yang berhubungan dengan pikiran. Otak juga memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menyesuaikan diri. Ketika orang memakai kacamata yang membuat dunia sepertinya jungkir balik, otak dengan cepat menafsirkan ulang informasi yang diberikan untuk bisa melihat dunia sebagai "sisi yang benar yang di atas." Ketika mata orang ditutup untuk kurun waktu yang lama, "pusat penglihatan" di otak mulai digunakan untuk fungsi lainnya. Ketika orang pindah ke rumah yang terletak dekat rel kereta api, tidak lama kemudian suara kereta api disaring keluar oleh otak, dan mereka tidak lagi sadar akan suara itu.
Saat bicara mengenai miniaturisasi, tubuh manusia juga diciptakan dengan dahsyat dan ajaib. Misalnya, informasi yang dibutuhkan untuk mereplikasi seluruh tubuh manusia, dengan segala detilnya, disimpan dalam untaian ganda DNA yang terdapat pada inti dari setiap milyaran sel dalam tubuh manusia. Dan sistem informasi dan kontrol yang diwakili oleh sistem syaraf begitu padatnya dibandingkan dengan kawat dan kabel optik yang diciptakan oleh manusia. Setiap sel, dulunya disebut sebagai sel "sederhana", karena ukuran yang begitu kecil, adalah pabrik mungil yang belum dapat dipahami secara penuh oleh manusia. Dengan bertambah tajamnya mikroskop, mampu untuk memperbesar bidang yang makin kecil, pandangan yang tidak terbatas mengenai sel manusia mulai diperhatikan.
Coba pertimbangkan sel tunggal yang sudah dibuahi. Dari satu sel itu, dalam kandungan ibu, bertumbuhlah beraneka jaringan, organ, dan sistem dan semuanya bekerja sama pada waktu yang tepat " luar biasa! Contohnya adalah lobang di sekat antara dua bilik jantung dari bayi yang baru lahir yang tertutup pada waktu yang tepat untuk memungkinkan oksigenasi darah dari paru-paru (tidak digunakan dalam kandungan).
Lebih lanjut lagi, sistem kekebalan tubuh mampu untuk mengusir begitu banyak musuh dan mampu memulihkan diri mulai dari perbaikan yang paling kecil (bahkan sampai memperbaiki bagian DNA yang jelek) sampai pada perbaikan yang paling besar (memulihkan kembali tulang dan sembuh dari kecelakaan-kecelakaan besar). Ya, ada banyak penyakit yang akhirnya akan mengalahkan tubuh kita seiring dengan menuanya kita karena kejatuhan manusia dalam dosa dan akibat kutukan, namun kita tidak bisa membayangkan berapa kali sistem kekebalan kita telah menyelamatkan kita dari kematian yang kalau tidak sudah akan terjadi dengan lebih cepat.
Fungsi tubuh manusia juga luar biasa. Kontras antara mampu menangani barang-barang besar dan berat, dan juga dapat secara hati-hati memainkan objek yang halus tanpa memecahkannya juga luar biasa. Kita dapat menggunakan busur menembakkan anak panah secara berulang-ulang mengenai sasaran yang jauh, dengan cepat mengetik di keyboard komputer tanpa memikirkan tombol-tombolnya, merangkak, berjalan, berlari, berputar, memanjat, berenang, jumpalitan dan jungkir balik, dan melakukan tugas-tugas "sederhana" seperti melepaskan bola lampu, menyikat gigi, dan mengikat tali sepatu, sekali lagi tanpa berpikir. Memang ini adalah hal-hal "sederhana", namun manusia masih harus mendesain dan memprogram robot yang mampu melakukan tugas dan gerak yang begitu banyak macam.
Fungsi dari saluran pencernaan, hati dan organ-organ utama lainnya, tahan lamanya jantung, pembentukan dan fungsi syaraf dan pembuluh darah, fungsi sistem limpa, pembersihan darah melalui ginjal, kemampuan sistem reproduktif untuk menciptakan sel yang mampu berpasangan dengan sel lain dari jenis kelamin yang berbeda dan menghasilkan sel dengan jumlah kromosom yang dua kali lebih banyak, kompleksitas telinga bagian dalam dan tengah, indera pengecap dan penciuman, dan begitu banyak hal lainnya yang kita hanya mengerti sedikit sekali " masing-masing adalah keajaiban dan melampaui kemampuan manusia untuk memahaminya secara penuh.
Sungguhlah, kita diciptakan dengan dahsyat dan ajaib. Betapa kita bersyukur dapat mengenal Allah yang telah menciptakan kita melalui AnakNya, Yesus Kristus, dan untuk mengagumi bukan hanya pengetahuan-Nya, namun juga kasih-Nya (Mazmur 139:17-18, 23-24).
Kalau "kehendak bebas" berarti Allah memberi manusia kesempatan untuk membuat pilihan yang betul-betul mempengaruhi nasib mereka, maka, ya, manusia benar-benar memiliki kehendak bebas. Status dosa dunia berhubungan langsung dengan pilihan-pilihan yang dilakukan oleh Adam dan Hawa. Semua kisah kejatuhan manusia mengindikasikan bahwa itu adalah akibat dari pilihan yang salah. Mulai dari titik itu dan seterusnya orang-orang memiliki kesempatan untuk memilih mengikuti Allah dan mengalami konsekwensi dari tidak memilih itu.
Bahkan dalam terang pemilihan Allah akan Abraham dan keturunannya, Allah mengharuskan setiap orang bertanggung jawab untuk pilihan mereka. Dalam Perjanjian Lama, orang-orang yang berada di luar bangsa pilihan (Israel) dapat memilih untuk percaya dan mengikuti Allah (misalnya: orang-orang bukan Israel yang ikut bersama dengan bangsa Israel pada saat mereka keluar dari Mesir, Rut, Rahab). Oleh karena itu, Dia yang memilih juga mengizinkan individu-individu untuk memilih. Kitab Roma terkenal dengan penjelasan akan keselamatan dan kedaulatan Allah. Kitab ini menggunakan kata-kata seperti "memilih," "menentukan," menetapkan," dll., namun juga meminta orang-orang bertanggung jawab untuk tidak memilih.
Dalam bagian di mana Roma membicarakan kejatuhan manusia dalam dosa, Allah secara terang-terangan menyatakan bahwa mereka yang berada di luar keselamatan tidak dapat "berdalih." Hal ini khususnya benar dalam terang penolakan akan pewahyuan umum, memperlihatkan keberadaan Allah melalui ciptaan-Nya (Roma 1:20-21).
Dalam bagian-bagian lainnya kita belajar bahwa: (1) Setiap pribadi diminta untuk memilih untuk percaya (Yohanes 3:16; Roma 10:11; dll). (2) Alkitab diberikan untuk menyediakan pedoman untuk keselamatan " jelaslah untuk dipilih atau ditolak (2 Timotius 3:15; Yohanes 20:30-31). (4) Yesus menetapkan bahwa memilih untuk taat adalah tanda dari kasih kita kepada-Nya (Yohanes 14:21).
Adalah kehendak Allah bahwa tidak seorangpun menjadi binasa (2 Petrus 3:9), oleh karena itu, pastinya pilihan orang itu yang memisahkan dia dari Allah. Allah mengatakan bahwa kita akan memanen apa yang kita tabur " kita bisa memilih untuk memanen secara berbeda (Galatia 6:7-8).
Berbagai petunjuk yang diberikan Allah adalah berdasarkan anggapan bahwa para pendengar dapat memilih untuk taat atau tidak taat. Baru masuk akal bahwa Allah menuntut pertanggungjawaban kita kalau kita memiliki kehendak bebas untuk memilih. Karena itu Allah yang adil tidak akan menyatakan harapan pada mereka yang tidak memiliki kebebasan untuk memilih. Adalah tidak adil untuk Allah menghukum mereka yang tidak punya pilihan dalam perbuatan mereka. Allah, dalam kedaulatan-Nya yang mutlak, menciptakan umat manusia dengan kemampuan untuk memilih dengan bebas dan sesungguhnya.
Asal mula frasa "lubang berbentuk Allah" nampaknya adalah doa Agustinus, "Ya Tuhan, Engkau telah menciptakan kami untuk diri-Mu sendiri, dan hati kami gelisah sampai kami mendapatkan perhentian dalam Dikau." Makna dari lubang berbentuk Allah adalah kerinduan dalam hati manusia untuk sesuatu di luar dirinya sendiri, sesuatu yang transenden, sesuatu yang "lain." Pengkhotbah 3:11 berbicara mengenai Allah menempatkan "kekekalan dalam hati manusia." Allah menjadikan manusia untuk tujuan-Nya yang kekal, dan tidak ada apapun dalam zaman sesudah kejatuhan yang dapat menghasilkan kepuasan yang sepenuhnya. Jelaslah sudah bahwa Allah telah menempatkan "kekekalan" dalam hati kita, karena manusia di seluruh dunia menginginkan hidup kekal. Semua agama adalah berdasarkan keinginan itu. Semua agama menjanjikan surga atau sejenisnya. Tidak seorangpun yang ingin mati, semua ingin hidup kekal.
Masalahnya bukan dengan kekekalan dalam hati; namun dengan hati manusia itu sendiri. Yeremia 17:9 menggambarkan kondisi hati yang tidak dilahirkan kembali: ""Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" Salomo menegaskan konsep yang sama, "Inilah yang celaka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib semua orang sama. Hati anak-anak manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati" (Pengkhotbah 9:3). Perjanjian Baru setuju: "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya" (Roma 8:7). Kembali dalam Roma, "Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah" (Roma 3:11). Jadi hati manusia duniawi yang belum dilahirkan kembali tidak memiliki lubang berbentuk Allah dalam hatinya. Bahkan hatinya sementara berperang melawan Allah.
Jadi apakah "lubang berbentuk Allah" pernah ada dalam hati orang-orang? Ya, namun hanya ketika dan jika lubang itu diciptakan oleh Allah sendiri melalui karya Roh Kudus. Ini disebut sebagai "regenerasi" dan adalah karya Roh Kudus secara supranatural di mana melalui hal ini natur illahi dan hidup illahi diberikan (Yohanes 3:3-8; Titus 3:5). Ini dicapai hanya oleh kuasa Roh Kudus melalui Firman Allah (Yohanes 5:24). Apa tanggapan orang itu dapat disebut sebagai lubang berbentuk Allah di dalam hati, diciptakan oleh Roh Kudus dan ditempatkan di sana supaya orang berdosa yang bertobat, sebagaimana dimampukan oleh Roh Kudus, dengan iman menyambut keselamatan yang sudah disediakan Allah melalui Yesus Kristus. Mereka yang tidak menanggapi gerakan Roh Kudus " yang meyakinkan dunia akan dosa dan penghakiman (Yohanes 16:8) " bisa saja mencari kekekalan, namu mereka tidak akan menemukan Jalan kepada hidup yang kekal, yang hanya tersedia melalui Yesus Kristus (Yohanes 14:6).
Sayangnya, terlalu banyak yang menghabiskan kehidupan mereka mencari-cari sesuatu di luar Allah untuk memuaskan kehausan mereka akan makna " bisnis, keluarga, olahraga, dll. Namun dengan mengejar hal-hal yang tidak kekal, mereka tetap tidak puas dan heran mengapa kehidupan mereka kelihatannya tidak pernah memuaskan. Tidak diragukan bahwa banyak orang yang mengejar hal-hal lain di luar Allah dan mereka berhasil memperoleh sejumput "kebahagiaan" untuk satu masa. Namun ketika kita mempertimbangkan Salomo, yang mempunyai semua kekayaan, keberhasilan, harga diri dan kuasa dalam dunia " secara singkat, semua yang dikejar-kejar oleh manusia dalam hidup ini " kita melihat bahwa tidak ada satupun yang dapat memuaskan kerinduan akan kekekalan. Dia mengatakan semuanya adalah "kesia-siaan," yang berarti bahwa adalah sia-sia dia mengejar semua itu karena semua itu tidak memuaskan. Pada akhirnya dia berkata, "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkhotbah 12:13).
Jadi lubang berbentuk Allah benar-benar ada dalam hati mereka yang sementara dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Jika kita merasakan gerakan Roh Kudus, kita akan menanggapi dengan iman di dalam Tuhan Yesus Kristus. Ketika itu terjadi lubang berbentuk Allah itu akan ditimbun penuh untuk selama-lamanya.
Bertolakbelakang dengan klaim dari orang-orang ateis, aesthetes, dan epikurian selama berabad-abad, manusia tidak dapat hidup tanpa Allah. Manusia dapat memiliki keberadaan yang fana tanpa mengakui Allah, namun tidak bisa tanpa fakta mengenai Allah.
Sebagai Pencipta, Allah menjadi sumber kehidupan manusia. Mengatakan bahwa manusia bisa ada tanpa Allah adalah sama dengan mengatakan bahwa jam tangan bisa ada tanpa pembuat jam, atau sebuah cerita tanpa yang menceritakan. Keberadaan kita adalah karena Allah yang menciptakan kita dalam rupaNya (Kejadian 1:27). Keberadaan kita bergantung kepada Allah baik kita mengakui keberadaanNya atau tidak.
Sebagai Pemelihara, Allah terus menerus memberikan kehidupan (Mazmur 104:10-32). Dia adalah Hidup (Yohanes 14:6), dan semua ciptaan dipelihara oleh kuasa Kristus (Kolose 1:17). Bahkan mereka yang menolak Allah menerima makanan dari Allah: "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45) Memikirkan bahwa manusia dapat hidup tanpa Allah adalah sama dengan menganggap bahwa bunga matahari dapat hidup tanpa cahaya atau mawar tanpa air.
Sebagai Juruselamat, Allah memberi hidup kekal kepada mereka yang percaya. Di dalam Kristus ada hidup yang adalah terang manusia (Yohanes 1:4). Yesus datang supaya kita dapat memiliki hidup "yang berkelimpahan" (Yohanes 10:10). Semua yang percaya kepadaNya dijanjikan hidup kekal bersama dengan Dia (Yohanes 3:15-16). Untuk seseorang dapat hidup "betul-betul hidup- Dia harus mengenal Kristus (Yohanes 17:3).
Tanpa Allah manusia hanya memiliki hidup jasmani belaka. Allah memperingatkan Adam dan Hawa bahwa pada hari mereka menolak Dia mereka "pasti akan mati" (Kejadian 2:17). Sebagaimana yang kita ketahui, mereka betul-betul tidak taat, namun waktu itu mereka tidak mati secara fisik; namun, mereka mati secara rohani. Ada sesuatu di dalam mereka yang mati"hidup rohani yang mereka pernah alami, persekutuan dengan Allah, kebebasan untuk menikmatiNya, kepolosan dan kemurnian jiwa mereka"semuanya hilang sudah.
Adam, yang telah diciptakan untuk hidup dan bersekutu dengan Allah, dikutuk kepada kehidupan yang sama sekali bersifat jasmani. Apa yang direncanakan Allah dari debu kepada kemuliaan sekarang dari debu kembali kepada debu. Sama seperti Adam, manusia tanpa Allah tetap berfungsi dalam keberadaan duniawi. Yang begitu kelihatannya bahagia, karena toh dalam kehidupan ini ada saja kenikmatan dan kesenangan.
Ada orang yang menolak Allah yang hidup senang dan bergembira. Pengejaran duniawi mereka kelihatannya menghasilkan keberadaan yang bebas dari kekuatiran dan penuh hasil. Alkitab mengatakan bahwa di dalam dosa ada kesenangan tertentu (Ibrani 11:25). Masalahnya adalah hal itu bersifat sementara; hidup dalam dunia adalah singkat adanya (Mazmur 90:3-12). Cepat atau lambat, orang hedonis, sama seperti anak yang hilang dalam perumpamaan, akan mendapatkan bahwa kesenangan dunia tidak dapat terus dipertahankan (Lukas 15:13-15).
Namun demikian, tidak setiap orang yang menolak Allah hidup dalam kesia-siaan. Ada banyak orang yang belum diselamatkan yang hidup secara disiplin, hidup dengan teratur " bahkan senang dan puas. Alkitab menyajikan prinsip-prinsip moral tertentu yang akan bermanfaat bagi setiap orang dalam dunia " kesetiaan, kejujuran, penguasaan diri, dll. Amsal 22:3 adalah contoh dari kebenaran umum demikian. Namun kembali masalahnya adalah bahwa tanpa Allah manusia hanya memiliki dunia ini. Hidup yang lancar bukan merupakan jaminan bahwa kita siap untuk meninggalkan dunia ini. Lihat perumpamaan petani yang kaya dalam Lukas 12:16-21 dan percakapan Yesus dengan orang muda yang kaya (namun amat bermoral) dalam Matius 19:16-23.
Tanpa Allah, manusia tidak akan puas, sekalipun dalam kehidupan fana ini. Thomas Merton mengatakan bahwa manusia tidak akan damai dengan sesamanya karena dia tidak berdamai dengan dirinya sendiri, dan dia gelisah dengan diri sendiri karena dia tidak berdamai dengan Allah.
Pengejaran kesenangan semata-mata demi kesenangan adalah tanda kegelisahan batin, sekalipun ditutupi dengan topeng kegembiraan. Para pengejar kesenangan di sepanjang zaman telah berulang-ulang mendapatkan bahwa hiburan sementara menghasilkan kepahitan yang lebih dalam. Perasaan dalam hati bahwa "ada sesuatu yang tidak beres" sulit untuk dikesampingkan. Raja Salomo membiarkan dirinya mengejar semua kesenangan yang ditawarkan oleh dunia ini, dan dia mencatat apa yang dia dapatkan dalam kitab Pengkhotbah.
Salomo mendapatkan bahwa pengetahuan, dalam dan pada dirinya sendiri, adalah kesia-siaan (Pengkhotbah 1:12-18). Dia mendapatkan bahwa kesenangan dan kekayaan adalah kesia-siaan (2:1-11), materialisme adalah kebodohan (2:12-23), dan kekayaan itu seperti asap (pasal 6).
Salomo menyimpulkan bahwa hidup adalah karunia Allah (3:12-13) dan satu-satunya cara hidup yang bijaksana adalah takut akan Allah "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkhotbah 12:13-14)
Dengan kata lain, hidup bukan hanya sekedar dimensi fisik. Yesus menekankan poin ini ketika Dia mengatakan, "Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah"" (Matius 4:4). Bukan roti (jasmani) namun Firman Allah (rohani) yang memelihara kehidupan kita. Blaise Pascal mengemukakannya dengan cara demikian, "Adalah sia-sia, hai manusia, untuk mencari dalam dirimu sendiri obat penawar untuk segala kesengsaraanmu." Manusia hanya dapat menemukan hidup dan kepuasan ketika dia mengakui Allah.
Tanpa Allah nasib manusia adalah kematian. Manusia tanpa Allah mati secara rohani; ketika hidup jasmaninya berakhir, dia menghadapi kematian yang berkelanjutan " pemisahan dari Allah untuk selama-lamanya. Dalam kisah Yesus mengenai orang kaya dan Lazarus (Lukas 16:19-31), orang kaya itu hidup bersenang-senang tanpa memikirkan Allah, sementara Lazarus menderita dalam hidupnya namun mengenal Allah. Baru setelah kematian mereka barulah keduanya memahami seriusnya pilihan mereka ketika mereka masih hidup. Orang kaya itu "mengangkat matanya," dalam penderitaan neraka. Dia menyadari, sudah terlambat, bahwa hidup bukan sekedar yang terlihat. Sementara itu Lazarus dihibur di firdaus. Bagi kedua orang itu, keberadaan mereka yang singkat dalam dunia ini tidak dapat dibandingkan dengan keadaan jiwa mereka yang permanen.
Manusia adalah ciptaan yang unik. Allah telah menempatkan kekekalan dalam hati kita (Pengkhotbah 3:11), dan rasa kekekalan itu hanya dapat dipuaskan di dalam Allah sendiri.
Ada dua pandangan Alkitab yang mungkin mengenai penciptaan jiwa manusia. (1) Traducianisme adalah teori bahwa jiwa dihasilkan oleh orangtua kandung bersama dengan tubuh jasmani. Dukungan untuk Traducianisme adalah sbb: (A) Di Kejadian 2:7, Allah meniupkan nafas hidup ke dalam diri Adam, dan menjadikan Adam sebagai "makhluk yang hidup." Di dalam bagian lain dari Alkitab tidak dikatakan bahwa Allah melakukan tindakan ini lagi. (B) Adam memiliki anak yang serupa dengan dia (Kejadian 5:3). Keturunan Adam adalah makhluk-makhluk hidup tanpa Allah meniupkan nafas hidup kepada mereka. (C) Kejadian 2:2-3 nampaknya mengindikasikan bahwa Allah berhenti menciptakan. (D) Dosa Adam mempengaruhi semua orang, - baik secara fisik maupun secara rohani " hal ini baru masuk akal karena tubuh dan jiwa dihasilkan oleh kedua orangtua. Kelemahan dari Traducianisme adalah tidaklah jelas bagaimana jiwa yang bersifat bukan materi dapat dihasilkan melalui proses jasmani. Traducianisme hanya benar kalau tubuh dan jiwa terjalin menjadi satu.
(2) Kreationisme adalah pandangan bahwa Allah menciptakan jiwa yang baru ketika manusia dikandung. Kreationisme dipegang oleh bahwa bapak-bapak gereja mula-mula dan juga memiliki dukungan Alkitabiah. Pertama, Allah membedakan asal usul jiwa dengan asal usul tubuh (Pengkhotbah 12:7; Yesaya 42:5; Zakharia 12:1; Ibrani 12:9). Kedua, jika Allah menciptakan jiwa setiap orang pada saat dibutuhkan, pemisahan antara jiwa dan tubuh tetap dipegang teguh. Kelemahan dari Kreatinionisme adalah Allah terus menerus menciptakan jiwa manusia yang baru padahal Kejadian 2:2-3 mengindikasikan bahwa Allah telah berhenti mencipta. Juga karena seluruh keberadaan manusia, tubuh, jiwa dan roh telah dijangkiti oleh dosa " kalau Allah menciptakan jiwa yang baru untuk setiap orang, bagaimana jiwa tsb. dijangkiti oleh dosa?
Pandangan ketiga, yang tidak mendapatkan dukungan Alkitab adalah konsep bahwa Allah menciptakan semua jiwa manusia pada saat yang sama, dan "menempelkan" jiwa tsb. kepada manusia pada saat dikandung. Pandangan ini berpegang bahwa ada semacam "gudang jiwa" di surga di mana Allah menyimpan jiwa-jiwa yang menantikan tubuh. Sekali lagi pandangan ini tidak berdasarkan Alkitab dan biasanya dianut oleh orang-orang dengan pola pikir "zaman baru" atau faham reinkarnasi.
Apakah pandangan penganut Traducianis yang benar atau Kreationis, keduanya sepakat bahwa jiwa belum ada sebelum konsepsi. Alkitab nampaknya mengajarkan hal ini dengan jelas. Jiwa manusia tidak ada sebelum manusia itu dikandung. Apakah Allah menciptakan jiwa pada saat konsepsi, atau Allah mendesain proses reproduksi manusia untuk juga menghasilkan jiwa " Allahlah yang bertanggung jawab untuk penciptaan setiap jiwa.
Tanpa diragukan jiwa manusia bersifat kekal. Hal ini jelas dalam berbagai ayat Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru: Mazmur 22:26; Mazmur 23:6; Mazmur 49:7-9; Pengkhotbah 12:7; Daniel 12:2-3; 1 Korintus 15:12-19. Daniel 12:2 mengatakan bahwa "Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal" (Daniel 12:2). Demikian pula, Yesus sendiri mengatakan bahwa orang fasik "Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal"" (Matius 25:46). Kata bahasa Yunani yang sama digunakan untuk merujuk pada "tempat siksaan" dan "hidup" sehingga jelaslah bahwa baik mereka yang fasik maupun yang benar, keduanya memiliki jiwa yang kekal.
Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa semua orang, baik mereka diselamatkan atau tidak, akan melewatkan kekekalan baik di surga maupun di neraka. Hidup yang sejati atau hidup yang rohani tidak akan berakhir ketika tubuh jasmani kita mati. Jiwa kita akan hidup untuk selamanya, baik di hadapan Allah jika kita sudah diselamatkan, atau dalam hukuman di neraka jika kita menolak anugrah Allah untuk diselamatkan. Kenyataannya, janji Alkitab bukan saja jiwa kita akan hidup untuk selamanya, namun tubuh kita juga akan dibangkitkan kembali. Harapan akan kebangkitan tubuh ini adalah inti dari iman Kristen (1 Korintus 15:12-19).
Walaupun semua jiwa bersifat kekal, adalah penting untuk mengingat bahwa kita tidak bersifat kekal seperti Allah. Allah adalah satu-satunya makhluk yang bersifat kekal yaitu Dia satu-satunya yang tanpa awal atau akhir. Allah selalu ada dan akan selalu ada. Semua makhluk ciptaan lainnya, baik itu manusia maupun malaikat, bersifat terbatas, yaitu mereka memiliki awal. Walaupun jiwa kita akan hidup terus setelah kita diciptakan, Alkitab tidak mengatakan bahwa jiwa memang dahulunya sudah ada. Jiwa kita bersifat kekal karena demikianlah Allah menciptakannya, namun jiwa kita ada awalnya; ada waktunya di mana jiwa kita tidak berada.
Jawaban singkat untuk pertanyaan "mengapa Allah menciptakan kita?" adalah "karena kehendakNya." Wahyu 4:11 mengatakan "sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." Kolose 4:11 mengulangi poin itu, "segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia" (Kolose 1:16). Diciptakan sesuai dengan kehendak Allah bukan lalu berarti bahwa umat manusia diciptakan untuk menghibur Allah. Allah adalah Makhluk pencipta dan suka menciptakan. Allah adalah suatu Pribadi, dan Dia suka kalau ada ciptaan lain yang dapat menjalin hubungan yang sejati denganNya.
Diciptakan dalam gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27) berarti manusia memiliki kemampuan untuk mengenal Allah " dan karena itu mengasihi Dia, menyembah Dia, melayani Dia, dan bersekutu denganNya. Allah tidak menciptakan manusia karena Dia membutuhkan mereka. Sebagai Allah, Dia tidak membutuhkan apa-apa. Dalam kekekalan, Dia tidak kesepian, sehingga Dia tidak membutuhkan "teman." Dia mengasihi kita, namun ini tidak sama dengan membutuhkan kita. Kalau kita tidak pernah ada, Allah tetap adalah Allah " Dia yang tidak berubah (Maleakhi 3:6). AKU ADALAH AKU (Keluaran 3:14) yang tidak pernah tidak puas dengan keberadaanNya yang kekal. Ketika Dia menciptakan alam semesta, Dia melakukan apa yang menyenangkan Dia, dan karena Allah itu sempurna, tindakanNya pun sempurna. "Sangat baik" (Kejadian 1:31).
Demikian pula Allah tidak menciptakan makhluk yang "setara" atau yang sama dengan diriNya. Secara logis, Dia tidak dapat melakukan hal tsb. Kalau Allah menciptakan makhluk lain yang sama kuasanya, sama pintarnya, dan sama sempurnanya, maka Allah tidak lagi merupakan Allah yang Esa dan Sejati karena berarti ada dua allah " dan ini adalah sesuatu yang tidak mungkin. "bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia" (Ulangan 4:35). Segala sesuatu yang Allah ciptakan haruslah lebih rendah dari diriNya. Apa yang diciptakannya tidak pernah bisa lebih besar dari Dia yang menciptakan.
Mengakui kedaulatan dan kesucian Allah secara sempurna, kita menjadi kagum bahwa Allah mengambil manusia dan "memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat" (Mazmur 8:5), dan Dia bersedia merendahkan diri dan menyebut kita "sahabat-sahabat" (Yohanes 15:14-15). Mengapa Allah menciptakan kita? Allah mencipta kita sesuai dengan kehendakNya, sehingga kita, sebagai ciptaanNya, dapat mengenal Dia.