Kata "teologia" berasal dari dua kata Bahasa Yunani yang berarti "belajar tentang Allah." Teologia Kristen adalah upaya untuk memahami Allah sebagaimana diwahyukan dalam Alkitab. Tidak ada teologia yang dapat dengan sempurna menjelaskan Allah dan jalan-jalan-Nya karena Allah tak terbatas dan secara kekal lebih tinggi dari kita. Karena itu semua usaha untuk menggambarkan Dia akan gagal (Roma 11:33-36). Namun demikian, Allah ingin kita mengenal Dia semampu kita, dan teologia adalah seni dan ilmu untuk mengetahui apa yang dapat kita ketahui dan pahami mengenai Allah dalam cara yang terorganisir dan dapat dimengerti. Banyak orang berusaha menghindari teologia karena mereka percaya bahwa itu mengakibatkan perpecahan. Namun, saat dipahami secara tepat, teologia mempersatukan. Teologia adalah mengatur pengajaran Firman Allah dengan cara yang dapat dimengerti. Sebetulnya teologia Alkitabiah itu adalah hal yang baik; itu adalah pengajaran Firman Allah (2 Timotius 3:16-17).
Karenanya, belajar teologia tidak lebih dari menggali ke dalam Firman Allah untuk menemukan apa yang Dia ungkapkan mengenai diri-Nya sendiri. Ketika kita melakukan hal ini kita mengenal Dia sebagai Pencipta segalanya, Pemelihara dari segalanya dan Hakim atas segalanya. Dia adalah Alpha dan Omega, awal dan akhir dari segalanya. "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36). Ketika Musa bertanya siapakah yang mengutus Dia kepada Firaun, Allah menjawab, ""AKU ADALAH AKU" (Keluaran 3:14). Nama AKU mengindikasikan kepribadian. Allah memiliki nama, bahkan saat Dia menamai yang lainnya. Nama AKU menunjukkan kepribadian yang bebas, bertujuan, sempurna. Allah bukanlah kuasa roh belaka atau energi kosmik. Dia adalah Pribadi yang berkuasa, tidak diciptakan, tidak bergantung kepada apapun, yang mempunyai pikiran dan kehendak " Allah "yang berpribadi" yang telah mengungkapkan diri-Nya kepada umat manusia melalui Firman-Nya dan anak-Nya Yesus Kristus.
Belajar teologia adalah berusaha mengenal Allah supaya kita dapat memuliakan Dia melalui kasih dan ketaatan kita. Perhatikan perkembangannya: kita harus terlebih dahulu mengenal Dia sebelum kita dapat mengasihi Dia, dan kita harus terlebih dahulu mengasihi Dia sebelum kita berkeinginan untuk menaati Dia. Sebagai hasilnya, hidup kita akan diperkaya secara tak terhingga oleh penghiburan dan harapan yang diberikan-Nya kepada mereka yang mengenal, mengasihi dan menaati Dia. Teologia yang tidak tepat dan dangkal, pengertian yang salah mengenai Allah hanya membuat hidup kita lebih sengsara dan bukannya menghasilkan penghiburan dan harapan yang kita damba-dambakan.
Dr. J. I. Packer menyarikannya dengan indah sekali: "Mengenal Allah adalah amat sangat penting untuk menghidupi kehidupan kita". Kita berlaku kejam terhadap diri kita sendiri kalau kita berusaha hidup dalam dunia ini tanpa mengenal Allah yang empunya dunia ini dan yang mengelolanya. Dunia menjadi tempat yang asing, gila dan menyakitkan, dan hidup di dalamnya merupakan sesuatu yang mengecewakan dan tidak menyenangkan bagi mereka yang tidak mengenal Allah. Abaikan pelajaran mengenai Allah, dan Anda menghukum diri sendiri untuk terus menerus tersandung dan berbuat salah sepanjang kehidupan ini, bagaikan mata yang ditutup, tanpa arah dan pemahaman mengenai lingkungan sekitar Anda. Dengan cara demikian, Anda menyia-nyiakan kehidupan Anda dan kehilangan jiwa Anda."
Semua orang Kristen harusnya berkobar-kobar dengan teologia-belajar tentang Allah secara intens dan secara pribadi-untuk mengenal, mengasihi dan menaati Dia yang bersama-Nya kita akan hidup dalam kekekalan.
Pandangan dunia (worldview) menunjuk pada konsep komprehensif mengenai dunia dari sudut pandang tertentu. Pandangan dunia (worldview) Kristen adalah konsep yang komprehensif mengenai dunia dari sudut pandang keKristenan. Pandangan dunia seseorang adalah "gambar besar" dari orang itu, suatu keselarasan dari segala yang dipercayanya mengenai dunia. Itu adalah cara individu tsb untuk memahami realita. Pandangan dunia adalah dasar untuk keputusan sehari-hari dan karena itu sangatlah penting.
Sebutir apel yang terletak di atas meja dilihat oleh berbagai macam orang. Ahli tumbuhan melihat apel itu dan mengklasifikasi kelasnya. Seorang artis melihat apel itu dan melihat kehidupan dan melukisnya. Pedagang makanan melihat aset dan menginvetariskannya. Anak melihat itu sebagai makanan dan memakannya. Bagaimana kita memandang situasi apapun akan dipengaruhi oleh bagaimana kita memandang dunia ini. Setiap pandangan dunia, baik Kristen atau non-Kristen berhubungan dengan paling sedikit ketiga pertanyaan berikut ini:
1) Dari mana kita datang? (Dan mengapa kita ada?)
2) Apa yang menjadi masalah dalam dunia ini?
3) Bagaimana kita memperbaikinya?
Pandangan dunia yang umum pada zaman ini adalah Naturalisme yang menjawab ketiga pertanyaan tsb sbb: 1) Kita adalah produk dari tindakan alam secara acak tanpa ada tujuan apa-apa. 2) Kita tidak menghormati alam sebagaimana mestinya. 3) Kita dapat menyelamatkan dunia melalui ekologi dan konservasi. Pandangan dunia Naturalisme menghasilkan banyak filsafat yang bertalian satu dengan yang lain seperti relativisme moral, eksistensialisme, pragmatisme dan utopianisme.
Pandangan dunia Kristen, di pihak lain, menjawab ketiga pertanyaan ini secara Alkitabiah: 1) Kita adalah ciptaan Allah, diciptakan untuk memerintah dunia dan untuk bersekutu dengan Dia (Kejadian 1:27-28; 2:15). 2) Kita telah berbuat dosa kepada Tuhan dan mengakibatkan seluruh dunia dikutuk (Kejadian 3). 3) Allah sendiri telah menebus dunia ini melalui pengorbanan AnakNya, Yesus Kristus (Kejadian 3:15; Lukas 19:10), dan satu hari kelak akan memulihkan ciptaan kepada keadaan yang sempurna (Yesaya 65:17-25). Pandangan dunia Kristen menyebabkan kita percaya pada kemutlakan moral, mujizat, harga diri manusia, dan kemungkinan penebusan.
Penting untuk mengingat bahwa pandangan dunia bersifat komprehensif. Pandangan dunia mempengaruhi semua bagian dari kehidupan, dari uang sampai moralitas, dari politik sampai kesenian. KeKristenan yang benar adalah lebih dari kumpulan ide untuk dipergunakan di gereja. KeKristenan sebagaimana diajarkan oleh Alkitab adalah pandangan dunia. Alkitab tidak pernah membedakan antara kehidupan yang "religius" dan "sekuler"; kehidupan Kristen adalah satu-satunya hidup. Yesus memproklamirkan diriNya sebagai "Jalan, Kebenaran dan Hidup" (Yohanes 14:6) dan dengan demikian menjadi pandangan dunia (worldview) kita.
Kata "teologi" berasal dari dua kata Bahasa Yunani yang berarti "Allah" dan "kata/firman." Dikombinasikan, kata "teologi" berarti "studi tentang Allah." Sistematika menunjuk pada sesuatu yang ditempatkan dalam sistim. Oleh sebab itu teologia sistematika berarti pembagian teologi ke dalam sistim yang menjelaskan berbagai bidang. Contohnya, banyak kitab dalam Alkitab yang memberi informasi mengenai malaikat. Tidak ada satu kitabpun yang memberi semua informasi mengenai malaikat. Teologia sistematika mengambil semua informasi mengenai malaikat dari semua kita dalam Alkitab dan mengaturnya ke dalam suatu sistim, angelologi. Inilah yang dilakukan oleh teologia sistematika " mengatur pengajaran-pengajaran Alkitab ke dalam berbagai kategori.
Teologi Umum atau Paterologi adalah studi mengenai Allah Bapa. Kristologi adalah studi mengenai Allah Anak, Tuhan Yesus Kristus. Pneumatologi adalah studi mengenai Allah Roh Kudus. Bibliologi adalah studi mengenai Alkitab. Soteriologi adalah studi mengenai keselamatan. Ekklesiologi adalah studi mengenai gereja. Eskatologi adalah studi mengenai akhir zaman. Angelologi adalah studi mengenai malaikat. Demonologi Kristen adalah studi mengenai Iblis dari perspektif Kristen. Antropologi Kristen adalah study mengenai manusia. Hamartiologi adalah studi mengenai dosa.
Teologi Biblika adalah studi mengenai kitab (-kitab) tertentu dalam Alkitab dan menekankan berbagai aspek teologia yang berbeda yang menjadi fokusnya. Contohnya: Injil Yohanes adalah injil yang sangat Kristologis karena banyak memusatkan pada keillahian Kristus (Yohanes 1:1, 14; 8:58; 10:30; 20:28). Teologi Historis adalah studi mengenai doktrin-doktrin dan bagaimana doktrin-doktrin itu berkembang sepanjang berabad-abad dari gereja Kristen. Teologi Dogmatika adalah studi mengenai kelompok-kelompok Kristen tertentu yang memiliki doktrin yang sistimatis, seperti misalnya teologia Calvinistik dan teologia dispensasi. Teologi Kontemporer adalah studi mengenai doktrin-doktrin yang berkembang dan menjadi perhatian baru-baru ini. Teologia sistematika adalah sebuah alat penting untuk menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab dengan cara yang teroganisir.
Pramilenialisme adalah pandangan bahwa Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya akan terjadi sebelum Kerajaan Seribu Tahun, dan bahwa pemerintahan Kerajaan Seribu Tahun berlangsung selama 1,000 tahun secara harafiah. Agar dapat memahami dan menafsirkan ayat-ayat Firman Tuhan yang berhubungan dengan akhir zaman, ada dua hal yang perlu dimengerti dengan jelas: (1) metode yang benar untuk menafsirkan Alkitab, dan (2) perbedaan antara Israel (orang-orang Yahudi) dan Gereja (kumpulan orang-orang percaya dalam Yesus Kristus).
Pertama, metode yang benar dalam menafsirkan Alkitab mewajibkan Alkitab ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan konteksnya. Ini berarti bahwa ayat-ayat tsb harus ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan orang-orang yang menjadi penerimanya, topik penulisan, ditulis oleh siapa, dan seterusnya. Adalah penting untuk mengetahui siapa penulis dan penerimanya, dan latar belakang historis dari bagian Alkitab yang ditafsirkan. Latar belakang historis dan budaya sering kali dapat mengungkapkan makna yang sebenarnya dari bagian Alkitab tsb. Penting untuk mengingat bahwa Alkitab menafsirkan Alkitab. Ini berarti bahwa sering kali bagian Alkitab tertentu akan membicarakan topik yang juga dibicarakan di bagian lain dari Alkitab. Sangatlah penting bahwa setiap bagian ini ditafsirkan secara konsisten.
Akhirnya, dan yang paling penting, ayat-ayat tsb harus dimengerti dalam maknanya secara biasa, jelas dan harafiah, kecuali kalau konteksnya mengindikasikan bahwa ayat-ayat tsb bersifat figuratif. Penafsiran secara harafiah tidak meniadakan kemungkinan untuk penggunaan bahasa kiasan. Penafsiran secara harafiah menganjurkan penafsir untuk tidak menggunakan kiasan, kecuali kalau sesuai dengan konteksnya. Adalah penting untuk tidak berusaha menemukan makna "yang lebih dalam dan lebih rohani" dari pada yang dikemukakan. Hal ini berbahaya karena, kalau terjadi, dasar penafsiran yang benar tergantung pada pikiran orang yang membaca, dan bukannya pada Alkitab. Dalam kasus semacam ini, tidak ada standar penafsiran secara obyektif, sebaliknya, Alkitab tunduk dan terserah pada kesan dan pengertian masing-masing orang. 2 Petrus 1:20-21 mengingatkan kita " " nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah."
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini pada penafsiran Alkitab, haruslah dilihat bahwa Israel (keturunan Abraham secara fisik) dan Gereja (semua umat percaya) adalah dua kelompok yang berbeda. Pentingnya pemahaman akan perbedaan antara Israel dan Gereja adalah karena jika hal ini disalah pahami Alkitab akan disalahtafsirkan. Secara khusus ayat-ayat yang berhubungan dengan janji-janji kepada Israel (baik yang sudah digenapi maupun yang belum) mudah untuk disalahpahami dan disalahtafsirkan jikalau orang memaksakan untuk menerapkan janji-janji tsb kepada gereja, dan demikian pula sebaliknya. Ingat, konteks dari ayat-ayat tsb menentukan kepada siapa ayat-ayat itu ditujukan dan menunjuk pada penafsiran yang paling tepat!
Dengan mengingat konsep ini, mari kita melihat berbagai pasal Alkitab yang berkaitan dengan pandangan Pramilenial. Mari kita mulai di Kejadian 12:1-3. Ayat-ayat ini berbunyi, "Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.""
Di sini Allah menjanjikan Abraham tiga hal: bahwa Abraham akan memiliki banyak keturunan, bahwa bangsa ini akan memiliki dan menduduki wilayah/tanah tertentu, dan berkat universal akan datang pada semua umat manusia dari garis keturunan Abraham (orang-orang Yahudi). Dalam Kejadian 15:9-17 Tuhan mengesahkan perjanjianNya dengan Abraham. Dengan cara pengesahannya, Tuhan menempatkan tanggung jawab penggenapan perjanjian itu semata-mata pada diriNya sendiri. Tidak ada yang Abraham perlu lakukan atau yang dapat Abraham gagal lakukan untuk membatalkan perjanjian yang telah dilakukan Tuhan. Juga dalam ayat ini, batas-batas tanah yang pada akhirnya akan ditempati oleh orang-orang Yahudi ditentukan. Untuk daftar terperinci mengenai batas-batas tanah, lihat Ulangan 34. Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan janji mengenai tanah: Ulangan 30:3-5 dan Yehezkiel 20:42-44.
2 Samuel 7 berbicara mengenai pemerintahan Kristus pada masa seribu tahun. 2 Samuel 7:11-17 mencatat janji yang diberikan Tuhan kepada Raja Daud. Di sini Tuhan menjanjikan Daud bahwa dia akan memiliki keturunan yang banyak dan dari keturunan-keturunan itu Tuhan akan mendirikan kerajaan kekal. Ini menunjuk pada pemerintahan Kristus pada masa seribu tahun dan untuk selama-lamanya. Sebagian orang menganggap bahwa pemerintahan Salomo adalah penggenapan harafiah dari nubuatan ini, namun hal ini menimbulkan masalah: wilayah yang dikuasai oleh Salomo pada waktu itu bukan merupakan wilayah Israel pada zaman sekarang, dan Salomo juga bukan raja Israel pada zaman sekarang! Ingat, janji Tuhan kepada Abraham adalah bahwa keturunannya akan menguasai tanah perjanjian untuk selamanya, dan ini belum terjadi. 2 Samuel 7 juga mengatakan bahwa Tuhan akan menetapkan seorang Raja yang akan memerintah untuk kekekalan. Karena itu Salomo tidak mungkin merupakan penggenapan janji yang dibuat kepada Daud. Karena itu, ini adalah janji yang masih menantikan penggenapannya.
Dengan mengingat akan hal ini, coba periksa apa yang dicatat dalam Wahyu 20:1-7, "Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari sorga memegang anak kunci jurang maut dan suatu rantai besar di tangannya; ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya. Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu. Inilah kebangkitan pertama. Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya. Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir, Iblis akan dilepaskan dari penjaranya."
Seribu tahun yang berulangkali disebut dalam Wahyu 20:1-7 berhubungan dengan pemerintahan Kristus selama 1000 tahun (secara harafiah) di atas bumi ini. Ingat bahwa janji yang diberikan pada Daud mengenai penguasa harus dipenuhi secara harafiah dan ini belum tejadi. Pramilenialisme melihat ayat-ayat ini menggambarkan penggenapan janji tsb di masa yang akan datang di mana Kristus akan duduk di tahta. Tuhan telah membuat perjanjian yang tanpa syarat dengan Abraham dan Daud. Kedua perjanjian ini belum digenapi secara penuh. Satu-satunya cara perjanjian-perjanjian itu dapat dipenuhi sebagaimana yang dikatakan Tuhan adalah melalui pemerintahan Yesus secara fisik dan harafiah.
Menerapkan metode penafsiran harafiah terhadap Alkitab menjawab teka teki yang ada. Semua nubuatan Perjanjian Lama mengenai kedatangan Yesus yang pertama kalinya digenapi secara harafiah. Karena itu kita patut mengharapkan nubuat-nubuat mengenai kedatanganNya yang kedua kali juga akan digenapi secara harafiah. Pramilenialisme adalah satu-satunya sistim yang berpadanan dengan penafsiran harafiah terhadap perjanjian-perjanjian Tuhan dan nubuat-nubuat akhir zaman.
Roma 8:29-30 memberitahu kita, "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." Efesus 1:5 dan 11 mengatakan, "Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, " karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan"kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya" Banyak orang yang memiliki rasa tidak suka yang keras terhadap doktrin predestinasi. Namun doktrin predestinasi adalah doktrin Alkitabiah. Kuncinya adalah berusaha memahami apa arti predestinasi, secara Alkitabiah.
Kata-kata yang diterjemahkan sebagai "ditentukan/dipredestinasikan" dalam ayat-ayat di atas berasal dari kata Bahasa Yunani "proorizo" yang memiliki pengertian "ditentukan sebelumnya," "ditetapkan," "diputuskan sebelumnya." Jadi predestinasi adalah Tuhan menentukan terjadinya hal-hal tertentu sebelum hal-hal itu terjadi. Apa yang Tuhan tentukan sebelumnya? Menurut Roma 8:29-30 Tuhan menentukan orang-orang tertentu untuk menjadi sama dengan AnakNya, dipanggil, dibenarkan dan dimuliakan. Pada hakekatnya, Tuhan menentukan orang-orang tertentu untuk diselamatkan. Berbagai ayat Alkitab menyebut orang-orang yang percaya pada Kristus sebagai orang-orang pilihan (Matius 24:22, 31; Markus 13:20, 27; Roma 8:33; 9:11; 11:5-7, 28; Efesus 1:11; Kolose 3:12; 1 Tesalonika 1:4; 1 Timotius 5:21; 2 Timotius 2:10; Titus 1:1; 1 Petrus 1:1-2; 2:9; 2 Petrus 1:10). Predestinasi adalah doktrin Alkitab yang menyatakan bahwa Tuhan dalam kedaulatanNya memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan.
Keberatan yang paling umum mengenai doktrin predestinasi adalah bahwa ini tidak adil. Mengapa Tuhan memilih individu-individu tertentu dan bukan yang lainnya? Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa tidak ada seorangpun yang layak untuk diselamatkan. Kita semua telah berdosa (Roma 3:23) dan pantas untuk menerima hukuman kekal (Roma 6:23). Sebagai hasilnya adalah adil kalau Tuhan membiarkan kita semua melewatkan kekekalan di neraka. Sebaliknya, Tuhan memilih untuk menyelamatkan beberapa dari antara kita. Pilihan Tuhan untuk menunjukkan kemurahan pada beberapa orang bukan berarti tidak adil terhadap yang lainnya. Tidak seorangpun pantas mendapat apapun dari Tuhan, karena itu tidak seorangpun yang berhak untuk keberatan kalau mereka tidak mendapatkan apa-apa dari Tuhan. Contohnya barangkali adalah saya memberikan uang kepada 5 dari antara 20 orang. Apakah 15 orang yang tidak menerima uang akan kesal? Mungkin. Apakah mereka berhak untuk kesal? Tidak. Karena saya tidak berutang sepeserpun kepada mereka. Saya hanya memutuskan untuk bersikap murah hati terhadap beberapa orang.
Jikalau Tuhan menentukan siapa yang akan diselamatkan, tidakkah itu akan mengurangi kebebasan kita untuk memilih dan percaya kepada Kristus? Alkitab mengatakan bahwa kita memiliki kehendak bebas untuk memilih " yang kita perlu lakukan hanyalah percaya kepada Yesus Kristus dan kita akan diselamatkan (Yohanes 3:16; Roma 10:9-10). Alkitab tidak pernah menggambarkan Tuhan menolak siapapun yang percaya kepadaNya atau mengusir orang yang mencari Dia (Ulangan 4:29). Entah bagaimana persisnya, dalam rahasia Tuhan, predestinasi sejalan dengan orang ditarik kepada Tuhan (Yohanes 6:44) dan percaya untuk diselamatkan (Roma 1:16). Tuhan mempredestinasikan siapa yang akan diselamatkan, dan kita mesti memilih Tuhan untuk diselamatkan. Kedua fakta ini adalah sama benarnya. Roma 11:33 menyatakan, "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!"
Dispensasionalisme adalah sistim teologia yang memiliki dua ciri khusus. (1) Penafsiran Alkitab yang secara harafiah dan konsisten, khususnya dalam hal nubuatan Alkitab (2) Perbedaan antara Israel dan Gereja dalam rencana Tuhan.
(1) Kaum dispensasi mengklaim bahwa prinsip hermeneutika mereka adalah penafsiran secara harafiah. "Penafsiran harafiah" berarti setiap kata memiliki arti sebagaimana digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam metode ini, simbol, kata-kata kiasan dan tipe ditafsirkan secara sederhana dan tidak boleh bertolak belakang dengan penafsiran secara harafiah. Bahkan dibalik simbol dan kalimat-kalimat figuratif terkandung makna secara harafiah.
Ada paling sedikit tiga alasan mengapa ini adalah cara paling baik untuk menafsirkan Alkitab. Pertama, secara filosofis, tujuan dari bahasa menuntut kita untuk menafsirkannya secara harafiah. Bahasa diberikan Allah dengan maksud untuk berkomunikasi dengan manusia. Alasan kedua adalah alasan Alkitabiah. Setiap nubuat mengenai Tuhan Yesus digenapi secara harafiah. Kelahiran Yesus, pelayanan Yesus, kematian dan kebangkitan Yesus semua terjadi persis dan secara harafiah sesuai dengan apa yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Baru tidak ada penggenapan dari nubuat-nubuat yang tidak secara harafiah. Hal ini membuktikan metode harafiah dengan kuat sekali. Jikalau penafsiran secara harafiah tidak digunakan dalam mempelajari Alkitab, tidak akan ada standar yang obyektif yang untuk mengerti Alkitab. Setiap orang bebas menafsirkan Alkitab dengan semau mereka. Penafsiran Alkitab akan dicemarkan dan menjadi, "apa yang bagian Alkitab ini bicara kepada saya "" dan bukannya "Alkitab berkata "" Sayangnya hal ini telah banyak terjadi dengan apa yang disebut dengan penafsiran Alkitab pada saat sekarang ini.
(2) Teologia Dispensasi percaya bahwa ada dua macam umat Tuhan yang berbeda satu dengan yang lain: Israel dan Gereja. Kaum Dispensasi percaya bahwa keselamatan selalu berdasarkan iman (dalam Perjanjian Lama kepada Tuhan; dan dalam Perjanjian Baru kepada Anak Allah). Kaum Dispensasi percaya bahwa Gereja tidak menggantikan Israel dalam rencana Tuhan, dan bahwa janji-janji kepada Israel dalam Perjanjian Lama tidak dipindahkan kepada Gereja. Mereka percaya bahwa janji-janji yang dijanjikan kepada Israel (untuk tanah, keturunan yang banyak, dan berkat) pada akhirnya akan dipenuhi dalam masa 1,000 tahun yang disebut dalam Wahyu 20. Mereka percaya bahwa sebagaimana Allah pada zaman ini memusatkan perhatianNya kepada gereja, pada masa yang akan datang Dia akan kembali memusatkan perhatian kepada Israel (Roma 9 " 11).
Dengan berdasarkan sistim ini, kaum Dispensasi membagi Alkitab dalam tujuh Dispensasi: Kepolosan (Kejadian 1:1 " 3:7), Hati Nurani (Kejadian 3:8 -8:22), Pemerintahan Manusia (Kejadian 9:1 " 11:32), Janji (Kejadian 12:1 " Keluaran 19:25), Hukum Taurat (Keluaran 20:1 " Kisah Rasul 2:4), Anugrah (Kisah Rasul 2:4 " 11:32), dan Kerajaan Seribu Tahun (Wahyu 20:4 " 20:6). Sekali lagi dispensasi-dispensasi ini bukanlah jalan keselamatan, tapi cara-cara Allah berhubungan dengan manusia. Dispensasionalisme sebagai sistim menghasilkan penafsiran pramillenial terhadap Kedatangan Kristus yang Kedua Kali, dan umumnya penafsiran Pengangkatan Orang Percaya secara Pratribulasi.
Calvinisme dan Arminianisme adalah dua sistim teologia yang berupaya menjelaskan hubungan antara kedaulatan Tuhan dan tanggung jawab manusia dalam kaitannya dengan keselamatan. Calvinisme dinamai menurut John Calvin, teolog Perancis yang hidup dari tahun 1509 " 1564. Arminianisme dinamai menurut Jacobus Arminius, teolog Belanda yang hidup dari tahun 1560 " 1609.
Kedua sistim ini dapat diringkaskan dengan lima poin. Calvinisme berpegang pada kejatuhan total sementara Arminianisme berpegang pada kejatuhan sebagian. Kejatuhan total mengatakan bahwa semua aspek kemanusiaan sudah dikotori oleh dosa, karena itu manusia tidak dapat datang kepada Tuhan dengan kemauannya sendiri. Kejatuhan sebagian mengatakan bahwa setiap aspek kemanusiaan dikotori oleh dosa, tapi tidak sampai pada taraf di mana manusia tidak dapat beriman pada Tuhan dengan kehendaknya sendiri.
Calvinisme berpegang pada pemilihan yang tanpa syarat sementara Arminianisme berpegang pada pemilihan bersyarat. Pemilihan tanpa syarat percaya bahwa Allah memilih orang-orang yang diselamatkan berdasarkan kehendakNya semata-mata, bukan berdasarkan apa yang ada pada individu-individu. Pemilihan bersyarat percaya bahwa Allah memilih invididu-individu untuk diselamatkan berdasarkan pengetahuan Allah mengenai siapa yang akan menerima Yesus sebagai Juruselamat.
Calvinisme berpegang pada penebusan yang terbatas sementara Arminianisme percaya pada penebusan yang tidak terbatas. Dari ke lima poin, ini adalah yang paling kontroversial. Penebusan terbatas adalah kepercayaan bahwa kematian Yesus hanyalah bagi umat pilihan. Penebusan tak terbatas percaya bahwa Yesus mati bagi semua orang, namun kematiannya tidak akan efektif sampai orang yang bersangkutan percaya.
Calvinisme berpegang pada anugrah yang tak dapat ditolak sementara Arminianisme berpegang pada anugrah yang dapat ditolak. Anugrah yang tidak dapat ditolak mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggil orang untuk diselamatkan, pada akhirnya orang tsb akan datang kepada keselamatan. Anugrah yang dapat ditolak mengatakan bahwa Tuhan memanggil semua orang kepada keselamatan, namun banyak orang bersikeras dan menolak panggilan ini.
Calvisnisme berpegang pada ketekunan orang-orang kudus, sementara Arminianisme berpegang pada keselamatan yang bersyarat. Ketekunan orang-orang kudus merujuk pada konsep bahwa seseorang yang telah dipilih Allah akan bertahan dalam imannya dan tidak akan pernah menolak Kristus atau berbalik daripadaNya. Keselamatan yang bersyarat adalah pandangan bahwa seseorang yang percaya pada Kristus, dapat, dengan kehendak bebasnya, berbalik dari Kristus dan karena itu kehilangan keselamatan.
Jadi, dalam perdebatan Calvinisme vs Arminianisme, mana yang benar? Adalah menarik untuk dicatat bahwa dalam keanekaragaman tubuh Kristus ada berbagai perpaduan antara Calvinisme dan Arminianisme. Ada orang-orang Calvinist lima poin dan Arminian lima poin, dan pada saat yang sama ada orang-orang tiga poin Calvinis dan dua poin Arminian. Banyak orang percaya yang percaya pada semacam perpaduan antara kedua pandangan tsb. Pada akhirnya kami berpandangan bahwa kedua sistim ini tidak mampu menjelaskan hal yang tidak pernah dapat dijelaskan. Umat manusia tidak pernah dapat secara penuh memahami konsep semacam ini. Benar, Allah berdaulat mutlak dan tahu segalanya. Benar, umat manusia dipanggil untuk mengambil keputusan untuk secara tulus percaya pada Kristus untuk mendapat keselamatan. Walau kedua hal ini terkesan bertolak belakang bagi kita, dalam pikiran Tuhan, keduanya masuk akal.
Amilenialisme adalah nama yang diberikan kepada kepercayaan bahwa tidak akan ada pemerintahan Kristus selama 1.000 tahun secara harafiah. Orang-orang yang menganut kepercayaan ini disebut amilenialis. Awalan "a" dalam amilenialis berarti "bukan" atau "tidak." Karena itu amilenialis berarti tidak ada milenium. Hal ini berbeda dari pandangan yang paling banyak diterima yang disebut premilenialisme (pandangan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya akan terjadi sebelum kerajaan seribu tahun/milenial, dan kerajaan seribu tahun itu adalah pemerintahan selama 1.000 tahun secara harafiah) dan dari pandangan yang tidak lazim diterima yang disebut postmilenialisme (kepercayaan bahwa Kristus akan kembali setelah orang-orang Kristen (bukan Kristus sendiri) mendirikan kerajaan di atas bumi). Ada masalah-masalah mendasar dengan pandangan postmilenial, salah satunya adalah bahwa pandangan ini tidak mendapat dukungan Kitab Suci, dengan menggunakan metode penafsiran yang normal.
Untuk adilnya, para amilenialis bukannya percaya bahwa sama sekali tidak ada kerajaan seribu tahun. Mereka hanya tidak percaya pada kerajaan seribu tahun secara harafiah " pemerintahan Kristus selama 1.000 tahun di atas bumi. Sebaliknya mereka percaya bahwa saat ini Kristus sementara duduk di atas tahta Daud dan bahwa zaman gereja saat ini adalah kerajaan di bawah pemerintahan Kristus. Tidak diragukan bahwa saat ini Kristus duduk di atas tahta, namun ini tidak berarti bahwa inilah yang dimaksud oleh Alkitab sebagai tahta Daud. Tidak diragukan bahwa Kristus saat ini memerintah, karena Dia adalah Allah. Namun ini tidak berarti Dia memerintah kerajaan seribu tahun.
Agar supaya Allah tetap memelihara janji-Nya kepada Israel dan perjanjian-Nya dengan Daud (2 Samuel 7:8-16; 23:5; Mazmur 89:3-4), haruslah ada kerajaan yang harafiah, yang hadir secara fisik di bumi ini. Meragukan hal ini sama saja mempertanyakan kehendak dan/atau kemampuan Allah memelihara janji-janji-Nya, dan hal ini membuka berbagai persoalan teologia lainnya. Misalnya, kalau Allah membatalkan janji-Nya kepada Israel setelah menjanjikan bahwa mereka akan ada untuk "selama-lamanya," bagaimana kita dapat percaya pada apapun yang dijanjikan-Nya, termasuk janji keselamatan bagi mereka yang percaya kepada Tuhan Yesu? Satu-satunya solusi adalah menerima Firman-Nya dan mengerti bahwa janji-janji-Nya akan dipenuhi secara harafiah.
Indikasi-indikasi jelas dalam Alkitab bahwa kerajaan itu adalah kerajaan di atas bumi secara harafiah adalah:
1) Kaki Kristus betul-betul menyentuh Bukit Zaitun sebelum berdirinya kerajaan-Nya (Zakariah 14:4, 9);
2) Selama kerajaan, Mesias akan menjalankan keadilan dan penghakiman atas bumi (Yeremia 23:5-8);
3) Kerajaan itu digambarkan sebagai di bawah LANGIT (Daniel 7:13-14, 27).
4) Para nabi telah menubuatkan perubahan dramatis di atas bumi selama kerajaan itu (Kisah Rasul 3:21; Yesaya 35:1-2; 11:6-9; 29-18; 65:20-22; Yehezkiel 47:1-12; Amos 9:11-15); dan
5) Urutan kronologis dari peristiwa-peristiwa dalam Wahyu mengindikasikan adanya kerajaan bumi sebelum berakhirnya sejarah dunia (Wahyu 20).
Pandangan amilenial adalah hasil dari menggunakan satu metode penafsiran untuk nubuat yang belum digenapi dan metode lainnya untuk ayat-ayat bukan nubuatan dan nubuat yang digenapi. Ayat-ayat bukan nubuatan dan nubuat yang digenapi ditafsirkan secara harafiah atau normal. Namun menurut penganut amilenial, nubuat yang belum digenapi harus ditafsirkan secara rohani, atau bukan harafiah. Mereka yang menganut amilenialisme percaya bahwa pembacaan secara "rohani" terhadap nubuat yang belum digenapi adalah pembacaan yang normal untuk ayat-ayat itu. Ini disebut menggunakan hermeneutika berganda. Hermeneutika adalah kajian terhadap prinsip-prinsip penafsiran. Kaum amilenialis menganggap bahwa kebanyakan, kalau bukan semua, nubuat yang belum digenapi ditulis dalam bahasa yang bersifat simbolis, figuratif dan rohani. Karena itu kaum amilenialis memberikan makna yang berbeda kepada bagian-bagian Alkitab itu dan bukannya makna yang normal dan kontekstual dari kata-kata tsb.
Masalah dengan penafsiran nubuat yang belum tergenapi dengan cara begini adalah cara ini memungkinkan berbagai macam arti. Kecuali kalau Anda menafsirkan Alkitab dengan menggunakan makna normal untuk penafsiran bahasa tulisan, akan ada beragam makna. Namun Allah, sang Penulis utama hanya memiliki satu hal dalam pikiran-Nya ketika Dia mengilhami para manusia penulis untuk menulis. Walaupun banyak aplikasi kehidupan dalam ayat-ayat Alkitab, hanya ada satu makna, dan makna itu adalah apa yang Allah maksudkan. Lagipula fakta bahwa nubuat-nubuat yang tergenapi digenapi secara harafiah adalah alasan yang paling baik untuk menganggap bahwa nubuat-nubuat yang belum digenapi juga akan digenapi secara harafiah. Nubuat-nubuat mengenai kedatangan Kristus yang pertama kalinya dipenuhi secara harafiah. Karena itu nubuat-nubuat mengenai kedatangan Kristus yang kedua kalinya juga dapat diharapkan untuk digenapi secara harafiah. Karena itulah, penafsiran alegoris untuk nubuat-nubuat yang belum terpenuhi harus ditolak dan penafsiran secara harafiah atau normal untuk nubuat yang belum dipenuhi digunakan.
Sepanjang sejarah gereja ada beragam pandangan atau teori mengenai penebusan, sebagian benar, lainnya salah, yang dikemukakan pada zaman yang berbeda oleh orang-orang dan denominasi yang berbeda. Salah satu alasannya adalah bahwa Perjanjian Lama dan Baru mengungkapkan banyak kebenaran mengenai penebusan Kristus, sehingga sulitlah, kalau bukan tidak mungkin untuk mendapatkan teori "tunggal" yang secara penuh mencakup atau menjelaskan kekayaan dari doktrin ini. Sebaliknya yang kita dapatkan saat kita mempelajari Kitab Suci adalah gambaran yang terdiri dari berbagai segi dan kaya tentang penebusan saat Alkitab menyajikan beranekaragam kebenaran yang saling berkaitan mengenai penebusan yang digenapi oleh Kristus. Faktor lain yang menyebabkan banyaknya teori yang berbeda mengenai penebusan adalah bahwa banyak yang kita pelajari mengenai penebusan perlu dimengerti dari pengalaman dan sudut pandang umat Allah di bawah sistem korban persembahan Perjanjian Lama. Karena memiliki pandangan yang benar mengenai penebusan Kristus adalah kunci untuk memahami Alkitab, maka survei terhadap teori-teori yang berbedapun dapat bermanfaat.
Penebusan Kristus, tujuannya dan apa yang dicapai adalah begitu kayanya sehingga sudah begitu banyak yang ditulis mengenainya dan artikel ini hanya menyediakan tinjauan ringkas dari berbagai teori yang telah dikemukakan pada waktu yang berbeda. Saat melihat berbagai pandangan yang berbeda mengenai penebusan, kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa pandangan apapun yang tidak mengakui keberdosaan manusia dan aspek penggantian dari penebusan adalah kurang atau bahkan sesat.
Pembayaran kepada Iblis: Teori ini memandang penebusan Kristus sebagai pembayaran yang dilakukan kepada Iblis untuk membebaskan manusia yang diperbudak oleh Iblis. Ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kondisi rohani manusia dibelenggu oleh Iblis dan makna kematian Kristus adalah untuk menjamin kemenangan Allah terhadap Iblis. Teori ini memiliki sedikit, kalaupun ada, dukungan Alkitab dan hanya sedikit pendukung sepanjang sejarah gereja. Adalah sesat menganggap Iblis, dan bukannya Allah, yang menuntut pembayaran untuk dosa dan dengan demikian sama sekali mengabaikan tuntutan keadilan Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Pandangan ini juga meninggikan Iblis lebih dari sebagaimana mestinya dan memperlakukan dia secara lebih berkuasa dari apa yang kuasa yang dimilikinya. Tidak ada dasar Alkitabiah untuk pandangan bahwa orang-orang berdosa berhutang kepada Iblis, sebaliknya dalam Alkitab kita melihat bahwa Allah adalah Yang menuntut pembayaran untuk dosa. Teori Rekapitulasi: Pandangan ini memandang penebusan Kristus sebagai membalikkan jalan hidup umat manusia dari ketidaktaatan kepada ketaatan. Pandangan ini percaya bahwa kehidupan Kristus menyarikan seluruh tahapan kehidupan manusia dan dengan demikian membalikkan jalan hidup umat manusia dari ketidaktaatan yang dimulai oleh Adam. Hal ini tidak memperoleh dukungan Alkitab. Teori Dramatis: Pandangan ini memandang penebusan Kristus sebagai jaminan kemenangan dalam konflik illahi antara kebaikan dan kejahatan dan memenangkan pembebasan manusia dari belenggu Iblis. Makna dari kematian Kristus adalah memastikan kemenangan Allah terhadap Iblis dan menyediakan jalan untuk menebus dunia dari belenggu kejahatan. Teori Mistis: Pandangan ini melihat penebusan Kristus sebagai kemenangan Kristus sendiri atas natur dosa-Nya melalui kuasa Roh Kudus. Mereka yang menganut pandangan ini percaya dengan mengetahui hal ini akan secara mistis mempengaruhi manusia dan membangkitkan "kesadaran illahinya." Mereka juga percaya bahwa kondisi rohani manusia bukanlah akibat dosa, namun sekedar tidak adanya "kesadaran illahi." Jelaslah ini adalah salah satu teori yang paling sesat karena untuk mempercayai ini seseorang harus percaya bahwa Kristus memiliki natur dosa, sementara Alkitab jelas mengatakan bahwa Kristus adalah Allah-manusia yang sempurna, tidak berdosa dalam semua aspek (Ibrani 4:15). Teori Teladan: Pandangan ini melihat penebusan Kristus tidak lebih dari menyediakan teladan iman dan ketaatan untuk mengilhami ketaatan kepada Allah. Mereka yang menganut pandangan ini percaya bahwa manusia hidup secara rohani dan bahwa kehidupan dan penebusan Kristus tidak lebih dari teladan iman dan ketaatan yang sejati dan harus mengilhami manusia untuk menghidupi iman dan ketaatan yang serupa. Teori ini dan teori pengaruh moral adalah serupa dalam hal penyangkalan bahwa keadilan Allah betul-betul membutuhkan pembayaran untuk dosa dan bahwa kematian Kristus di atas salib adalah pembayaran itu. Perbedaan utama antara teori pengaruh moral dan teori teladan adalah bahwa teori pengaruh moral mengatakan bahwa kematian Kristus mengajarkan bagaimana kita harus hidup. Sudah barang tentu Kristus adalah teladan yang kita harus ikuti, bahkan dalam dalam kematian-Nya, namun teori teladan gagal mengenali kondisi rohani manusia yang sejati " mati dalam pelanggaran dan dosa (Efesus 2:1) " dan bahwa keadilan Allah membutuhkan pembayaran dosa yang tidak mampu dilakukan oleh manusia. Teori Pengaruh Moral: Pandangan ini memandang penebusan Kristus sebagai mendemonstrasikan kasih Allah yang mengakibatkan hati manusia menjadi lunak dan bertobat. Mereka yang menganut pandangan ini percaya bahwa manusia sakit secara rohani dan membutuhkan pertolongan dan bahwa manusia tergerak untuk menerima pengampunan Allah saat melihat kasih Allah bagi manusia. Mereka percaya bahwa tujuan dan makna kematian Kristus adalah untuk mendemonstrasikan kasih Allah kepada manusia. Walaupun benar bahwa penebusan Kristus adalah contoh utama dari kasih Allah, pandangan ini juga sesat karena menyangkali kondisi sebenarnya dari kerohanian manusia dan menyangkal bahwa Allah betul-betul menuntut pembayaran untuk dosa. Pandangan semacam ini mengenai penebusan Kristus meninggalkan manusia tanpa korban yang sejati atau pembayaran untuk dosa. Teori Komersil: Pandangan ini memandang penebusan Kristus sebagai sesuatu yang membawa kehormatan besar kepada Allah. Sebagai akibatnya, Allah lalu memberi hadiah kepada Kristus, yang Kristus tidak perlukan, dan yang Kristus teruskan kepada manusia. Mereka yang menganut pandangan ini percaya bahwa kondisi rohani manusia memalukan Allah sehingga kematian Kristus yang mempermuliakan Allah itu dapat diterapkan kepada orang=orang berdosa untuk keselamatan. Teori ini, sebagaimana banyak teori-teori lainnya, menolak natur sebenarnya dari orang-orang berdosa yang belum dilahirkan kembali dan perlunya mereka akan natur yang baru, yang hanya tersedia di dalam Kristus (2 Korintus 5:17). Teori Pemerintahan: Pandangan ini memandang penebusan Kristus sebagai mendemonstrasikan penghargaan Allah yang tinggi terhadap hukum-hukum-Nya dan sikap-Nya terhadap dosa. Melalui kematian Kristus Allah memiliki alasan hukum untuk mengampuni dosa orang-orang yang bertobat dan menerima kematian Yesus yang menggantikan. Mereka yang menganut pandangan ini percaya bahwa kondisi rohani manusia adalah sebagai orang yang telah melanggar hukum moral Allah dan makna kematian Kristus adalah untuk menggantikan hukuman dosa. Karena Kristus telah membayar hukuman dosa maka Allah dapat secara sah mengampuni mereka yang telah menerima Yesus sebagai pengganti mereka. Pandangan ini masih kurang dalam hal pandangan ini tidak mengajarkan bahwa Kristus betul-betul sudah membayar hukuman dosa dari setiap orang, tapi bahwa penderitaan-Nya sekedar memperlihatkan kepada manusia bahwa hukum Allah sudah dilanggar dan bahwa hukumannya sudah dibayar. Teori Penggantian Hukuman: Pandangan ini memandang penebusan Kristus sebagai korban yang menggantikan yang memuaskan tuntutan keadilan Allah terhadap dosa. Dengan melakukan ini Kristus membayar hutang dosa manusia dan membawa pengampunan, menganugrahkan kebenaran dan mendamaikan manusia kepada Allah. Mereka yang menganut pandangan ini percaya bahwa setiap aspek kehidupan manusia, pikiran, kehendak dan emosinya telah dirusakkan oleh dosa dan bahwa manusia sudah sama sekali rusak dan mati secara rohani. Pandangan ini percaya bahwa kematian Kristus membayar hukuman dosa orang-orang pilihan Allah untuk menyelamatkan mereka dan melalui pertobatan orang dapat menerima karya penggantian Kristus untuk melunasi dosa. Pandangan ini paling sesuai dengan pandangan Alkitab akan dosa, natur manusia dan hasil dari kematian Kristus di atas salib.Kata "apologi" berasal dari kata bahasa Yunani yang pada dasarnya berarti "memberi pembelaan." Karena itu apologetika Kristen adalah ilmu tentang pembelaan iman Kristen. Ada banyak kaum skeptik yang meragukan keberadaan Allah dan/atau menyerang kepercayaan kepada Allah dalam Alkitab. Ada banyak pengeritik yang menyerang pengilhaman dan ketidaksalahan Alkitab. Ada banyak guru-guru palsu yang mempromosikan doktrin yang salah dan menyangkal kebenaran-kebenaran kunci iman Kristen. Misi dari apologetika Kristen adalah memerangi semua gerakan-gerakan ini dan mempromosikan Allah Kristen dan kebenaran Kristen.
Mungkin ayat kunci untuk apologetika Kristen di dalam Alkitab adalah 1 Petrus 3:15, "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat "" Tidak ada alasan bagi seorang Kristen untuk sama sekali tidak mampu mempertahankan imannya. Setiap orang Kristen harus mampu memberi penjelasan yang cukup mengenai iman mereka di dalam Kristus. Tidak, bukan setiap orang Kristen harus menjadi ahli dalam apologetika. Namun setiap orang Kristen perlu mengerti apa yang mereka percaya, mengapa mereka percaya, bagaimana membagikannya dengan orang lain, dan bagaimana mempertahankannya dari kebohongan dan serangan.
Aspek kedua dari apologetika Kristen yang sering diabaikan adalah bagian kedua dari 1 Petrus 3:15, "Tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat ...." Mempertahankan iman Kristen dengan apologetika tidak boleh dengan kasar, marah atau tidak hormat. Saat melakukan apologetika Kristen, kita harus berusaha untuk memberikan pembelaan yang kuat dan pada saat yang sama bersikap seperti Kristus dalam penyajian kita. Kalau kita memenangkan perdebatan namun makin menjauhkan orang dari Kristus karena sikap kita, kita telah kehilangan tujuan yang sebenarnya dari apologetika Kristen.
Ada dua aspek/metode utama dari apologetika Kristen. Pertama, biasanya disebut sebagai apologetika klasik, mencakup memberikan bukti-bukti bahwa berita Kristen itu benar adanya. Yang kedua, yang biasanya disebut apologetika anggapan mencakup mengkonfrontasikan anggapan-anggapan (prasangka-prasangka, asumsi-asumsi) dibalik pendirian anti-Kristen. Para penganut kedua metode apologetika Kristen ini sering berdebat satu dengan yang lain soal metode mana yang paling efektif. Kelihatannya menggunakan kedua metode akan jauh lebih efektif, tergantung kepada orang dan situasi.
Apologetika Kristen adalah menyajikan pembelaan yang masuk akal untuk iman dan kebenaran Kristen kepada mereka yang tidak setuju. Apologetika Kristen merupakan aspek yang perlu dari kehidupan Kristiani kita. Kita semua diperintahkan untuk siap dan diperlengkapi untuk memberitakan Injil dan mempertahankan iman kita (Matius 28:18-20; 1 Petrus 3:15). Itulah hakekat dari apologetika Kristen.
"Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)" (Kolose 3:1-6).
Walaupun Alkitab bukan sekedar daftar "perintah" dan "larangan", namun Alkitab memberi kita instruksi terinci mengenai seharusnya kita hidup sebagai orang Kristen. Alkitab adalah satu-satunya kitab yang kita perlukan untuk mengetahui bagaimana menghidupi kehidupan Kristen. Namun demikian Alkitab tidak secara eksplisit menguraikan segala situasi yang kita akan hadapi dalam kehidupan kita. Kalau begitu bagaimana Alkitab cukup? Di situlah giliran Etika Kristen.
Sains mendefinisikan etika sebagai, "serangkaian prinsip moral, kajian mengenai moralitas." Karena itu Etika Kristen adalah prinsip-prinsip yang disarikan dari iman Kristen yang menjadi dasar tindakan kita. Walaupun Firman Tuhan mungkin tidak menyinggung dan membicarakan seluruh situasi yang mungkin kita hadapi dalam kehidupan kita, prinsip-prinsipnya memberi kita standar yang harus kita ikuti dalam situasi-situasi di mana tidak ada instruksi yang eksplisit. Misalnya, Alkitab tidak berbicara secara eksplisit mengenai penggunaan obat-obat terlarang, namun berdasarkan prinsip-prinsip yang kita pelajari melalui Alkitab kita tahu bahwa itu salah.
Salah satunya adalah Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus dan kita harus memuliakan Allah dengannya (1 Korintus 6:19-20). Mengenali apa yang diakibatkan oleh obat-obat terlarang pada tubuh kita " kerusakan yang diakibatkan pada berbagai organ tubuh " kita tahu bahwa menggunakan obat-obat terlarang adalah merusak bait Roh Kudus. Dan jelas hal itu tidak memuliakan Allah. Alkitab juga memberi tahu kita bahwa kita harus mengikuti pemerintah yang Allah telah tempatkan (Roma 13:1). Mengingat natur obat-obat terlarang yang ilegal, penggunaannya berarti kita tidak menaati pemerintah namun melawan mereka. Apakah ini berarti kalau obat-obat terlarang itu dilegalisasi lalu berarti boleh? Tetap tidak karena melanggar prinsip pertama.
Dengan menggunakan prinsip-prinisp yang kita temukan dalam Kitab Suci orang-orang Kristen dapat menentukan jalan yang harus ditempuh dalam situasi apapun. Dalam kasus-kasus tertentu ini merupakan hal yang sederhana, seperti peraturan hidup yang terdapat dalam Kolose 3. Dalam kasus-kasus lain kita perlu menggali lebih dalam. Cara yang terbaik untuk melakukan hal ini adalah dengan mendoakan Firman Tuhan. Roh Kudus mendiami setiap orang percaya dan bagian dari peranan-Nya adalah mengajar bagaimana seharusnya kita hidup: "Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu" (Yohanes 14:26). "Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapan-Nya mengajar kamu tentang segala sesuatu"dan pengajaran-Nya itu benar, tidak dusta"dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia" (1 Yohanes 2:27). Jadi ketika kita mendoakan Kitab Suci, Roh Kudus akan menuntun kita dan mengajar kita. Dia akan menunjukkan kita prinsip yang kita perlu pegang dalam situasi tertentu.
Walaupun Firman Allah tidak membicarakan segala situasi yang kita hadapi dalam hidup kita, Firman Allah cukup untuk kita menghidupi kehidupan Kristen. Untuk kebanyakan hal kita tinggal melihat apa yang dikatakan Alkitab dan mengikuti arah yang diberikan. Dalam kasus-kasus di mana Alkitab tidak memberi petunjuk yang eksplisit untuk situasi tertentu, kita perlu melihat prinsip yang melatarbelakanginya. Sekali lagi dalam kasus-kasus tertentu itu merupakan hal yang mudah. Kebanyakan dari prinsip yang orang-orang Kristen ikuti adalah cukup untuk hampir semua situasi. Dalam kasus yang langka di mana tidak ada petunjuk Kitab Suci yang eksplisit maupun prinsip yang jelas, kita perlu bersandar kepada Allah. Kita mesti mendoakan Firman-Nya, dan membuka diri kita kepada Roh-Nya. Roh Kudus akan mengajar kita dan menuntun kita dalam Alkitab untuk mendapatkan prinsip yang kita perlu pegang sehingga kita dapat berjalan dan hidup sebagaimana layaknya orang Kristen.
Teologia Perjanjian adalah berdasarkan teori bahwa Allah hanya mengadakan satu perjanjian dengan umat manusia (perjanjian anugrah) dan hanya dengan satu umat, diwakili oleh orang-orang kudus Perjanjian Lama dan Baru " satu umat, satu gereja dan satu rencana untuk semua. Kepercayaan ini mempersyaratkan penganut Teologia Perjanjian untuk menafsirkan nubuat secara tidak harafiah. Dispensasionalisme, di pihak lain, adalah sistem teologia dengan dua kekhasan utama: (1) penafsiran Alkitab secara harafiah yang konsisten, khususnya nubuat Alkitab, dan (2) keunikan Israel dan Gereja dalam rencana Allah.
Mereka yang berpegang pada Teologia Perjanjian percaya bahwa hanya ada, dan selalu begitu, satu umat Allah. Mereka percaya bahwa Israel adalah gereja di Perjanjian Lama, dan gereja adalah Israel di Perjanjian Baru. Janji-janji mengenai tanah, keturunan yang banyak, dan berkat untuk Israel dalam Perjanjian Lama "dirohanikan" dan diterapkan kepada Gerjea dalam Perjanjian Baru karena ketidakpercayaan Israel dan penolakan mereka akan Mesias. Mereka yang berpegang pada Teologia Perjanjian juga tidak menafsirkan nubuat dengan cara yang biasa. Sebagai contoh, dalam Wahyu 20 dibicarakan pemerintahan seribu tahun dari Kristus. Teologia Perjanjian mengatakan bahwa angka 1.000 adalah simbolis dan bukan berarti 1.000 tahun secara harafiah. Mereka akan mengatakan bahwa saat ini kita berada dalam masa seribu tahun, bahwa pemerintahan Kristus dan orang-orang suci-Nya sementara berlangsung di surga, dan bahwa masa 1.000 tahun adalah simbolis, dimulai dengan kedatangan Kristus yang pertama dan berakhir saat Dia datang kembali.
Secara Alkitab Teologia Perjanjian salah dalam hal pandangan terhadap Israel dan penafsiran nubuat. Cara yang tepat untuk menafsirkan Alkitab adalah dengan membacanya secara biasa. Kecuali kalau ayat itu mengindikasikan bahwa semacam bahasa kiasan digunakan, maka ayat itu harus diterima secara harafiah. Ketika Alkitab berbicara mengenai Israel, Alkitab bukan merujuk pada gereja, dan ketika berbicara mengenai gereja, itu bukan rujukan pada Israel. Allah memiliki satu rencana untuk Israel dan satu untuk gereja. Juga dalam kaitannya dengan nubuat, semua nubuat yang sudah digenapi, digenapi secara harafiah, bukan secara figuratif. Secara harafiah Kristus menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama mengenai Mesias ketika Dia datang 2.000 tahun lalu. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa nubuat-nubuat yang belum digenapi harus dipahami secara figuratif. Sebagaimana pada waktu sebelumnya, nubuat-nubuat di masa depan juga akan dipenuhi secara harafiah.
Dalam Roma 11:1, Paulus mengajukan pertanyaan mengenai masa depan Israel dan menjawabnya secara pasti, "Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak!" (Roma 11:1). Ayat-ayat selanjutnya dalam pasal itu makin menjelaskan bahwa Israel telah "ditegarkan" dan/atau untuk sementara dikesampingkan "sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk" (Roma 11:25). Israel tidak menjadi Gereja, sebaliknya, Gereja "dicangkokkan" (ayat 17) kepada akar keluarga Allah, menghasilkan satu tubuh dari dua, sambil tetap mempertahankan asal usul yang berbeda, sekalipun dipersatukan dalam iman. Kalau Gereja menggantikan Israel, gambarannya akanlah pohon (Israel) yang dicabut dan digantikan oleh pohon lain (Gereja). Namun gambaran cabang yang dicangkokkan kepada sebuah pohon adalah sangat jelas. Ini adalah "rahasia" yang Paulus bicarakan dalam ayat 25. Rahasia dalam Perjanjian Baru merujuk pada sesuatu yang sebelumnya belum diungkapkan, dan konsep mengenai adanya kelompok umat lain yang menjadi bagian dari umat pilihan Allah sama sekali tidak terbersit kepada orang-orang Yahudi pada masa itu.
Apakah Allah akan membuang umat-Nya Israel? Tidak, Allah tidak akan membuang umat-Nya. Sebaliknya, ayat 25 dan seterusnya mengatakan, "Allah akan menyelamatkan umat-Nya." Pada suatu ketika, "Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub." Inilah janji Allah kepada umat-Nya untuk pemulihan di masa yang akan datang. Suatu rencana yang begitu mulia! Tidak heran merenungkan hal itu membuat Paulus bersorak, O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" Allah itu setia, Dia pemurah dan rencana-Nya sempurna adanya, dan suatu ketika baik orang-orang Yahudi maupun bukan Yahudi akan menyembah Tuhan Yesus Kristus sebagai satu tubuh.
Pemeliharaan illahi adalah cara yang melaluinya dan olehnya Allah memerintah segala sesuatunya dalam alam semesta. Doktrin pemeliharaan illahi menegaskan bahwa Allah menguasai segala sesuatu secara penuh. Hal ini termasuk alam semesta secara keseluruhan (Mazmur 103:19), dunia fisik (Matius 5:45), urusan bangsa-bangsa (Mazmur 66:7), lahir dan hidup manusia (Galatia 1:15), keberhasilan dan kegagalan manusia (Lukas 1:52), dan perlindungan atas umat-Nya (Mazmur 4:8). Doktrin ini mengambil posisi yang bertentangan dengan pandangan bahwa alam semesta bersifat kebetulan atau dikendalikan oleh nasib.
Tujuan atau sasaran dari pemeliharaan Allah adalah untuk menggenapi kehendak Allah. Untuk memastikan bahwa kehendak-Nya terpenuhi, Allah memerintah urusan manusia dan berkarya melalui tatanan yang alamiah. Hukum alam tidak lebih dari gambaran dari Allah yang sementara berkarya dalam alam semesta. Hukum alam tidak punya daya pada dirinya sendiri, dan juga tidak bekerja sendiri; semua itu adalah peraturan dan prinsip yang Allah tetapkan untuk mengatur cara kerja berbagai hal.
Hal yang sama berlaku untuk pilihan manusia. Dalam pengertian yang paling sejati, kita tidak bebas untuk memilih atau bertindak di luar kehendak Allah. Segala yang kita lakukan dan pilih adalah sesuai dengan kehendak Allah " bahkan pilihan yang berdosa sekalipun (Kejadian 50:20). Pada akhirnya Allahlah yang mengendalikan pilihan dan tindakan kita (Kejadian 45:5; Ulangan 8:18; Amsal 21:1), namun Dia melakukannya sedemikian rupa sehingga tidak melanggar tanggung jawab kita sebagai agen moral yang bebas, dan juga tidak membatalkan kenyataan pilihan kita.
Pengakuan Iman Westminster menyatakan doktrin pemeliharaan illahi dengan cara yang ringkas, namun menyerap semua unsur doktrin ini: "Allah dari semenjak kekekalan telah, dengan keputusan kehendak-Nya yang paling bijak dan suci, dengan bebas dan tanpa berubah menetapkan segala sesuatu yang terjadi: namun sedemikian hingga Allah bukan pencipta dosa, tidak ada paksaan pada kehendak makhluk-makhluk ciptaan-Nya, juga kebebasan atau ketergantungan penyebab-penyebab kedua tidak dihilangkan, sebaliknya justru diteguhkan" (PIW, 3.1). Cara utama Allah menggenapi kehendak-Nya adalah melalui penyebab-penyebab sekunder (e.g. hukum alam, pilihan manusia). Dengan kata lain Allah bekerja secara tidak langsung melalui penyebab-penyebab sekunder ini untuk menggenapi rencana-Nya. Sekali lagi berpaling pada PIW "Sekalipun dalam hubungannya dengan pengetahuan dan ketetapan Allah, sang Penyebab Utama, segala sesuatu terjadi secara tanpa berubah dan tanpa gagal namun, dengan pemeliharaan yang sama, Dia memerintahkan semuanya itu untuk terjadi, menurut natur dari penyebab-penyebab kedua, baik karena kebutuhan, secara bebas, atau berdasarkan kondisi tertentu" (PIW 5.2).
Kadang kala Allah juga bekerja secara langsung untuk menggenapi kehendak-Nya. Ini kita sebut sebagai mujizat (yaitu terjadi secara supranatural dan bukan alamiah). Mujizat adalah Allah membelokkan, untuk jangka waktu yang singkat, hukum alam untuk mencapai apa yang dikehendaki-Nya. Dua contoh dari kitab Kisah Rasul menonjolkan bagaimana Allah bekerja secara langsung dan tidak langsung untuk menggenapi kehendak-Nya. Dalam Kisah Rasul 9 kita melihat pertobatan Saulus dari Tarsus. Dalam cahaya yang menyilaukan dan suara yang hanya dapat didengar oleh Saulus/Paulus, Allah mengubah hidupnya untuk selamanya. Adalah kehendak Allah untuk memakai Paulus untuk menggenapi rencana-Nya, dan Allah menggunakan cara langsung untuk mempertobatkan Paulus. Kalau Anda berbicara kepada orang yang bertobat kepada keKristenan, kemungkinan besar Anda tidak akan pernah mendengar cerita seperti ini. Kebanyakan dari kita menjadi Kristen melalui mendengar khotbah atau membaca buku atau melalui kesaksian yang terus menerus dari teman atau anggota keluarga. Selain itu biasanya ada keadaan-keadaan dalam hidup yang membuka jalan " kehilangan pekerjaan, kehilangan anggota keluarga, gagalnya pernikahan, kecanduan obat-obatan. Pertobatan Paulus bersifat langsung dan supranatural.
Dalam Kisah 16:6-10 kita melihat Allah menggenapi rencana-Nya secara tidak langsung. Hal ini terjadi dalam perjalanan misi Paulus yang kedua. Allah menghendaki Paulus dan rekan-rekannya untuk pergi ke Troas, namun ketika Paulus meninggalkan Antiokhia di Pisidia, dia ingin pergi ke Timur untuk masuk ke Asia. Kemudian dia ingin menuju ke Barat ke Bitinia, namun Roh Kristus mencegah mereka sehingga akhirnya mereka pergi ke Troas. Hal ini dicatat secara retrospek, namun pada waktu itu kemungkinan ada penjelasan-penjelasan logis mengapa mereka tidak dapat memasuki kedua wilayah itu. Namun demikian, setelah itu, mereka menyadari bahwa Allahlah yang mengarahkan mereka ke mana Dia mau mereka pergi " itulah pemeliharaan Allah. Ayat Alkitab favorit saya yang berbicara mengenai hal ini adalah Amsal 16:9 - "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya" (Amsal 16:9).
Di sisi lain ada pula yang mengatakan bahwa konsep bahwa Allah secara langsung atau tidak langsung mengatur segalanya menghancurkan adanya kehendak bebas. Kalau Allah memegang kendali dengan secara total, bagaimana kita bisa betul-betul bebas dalam mengambil keputusan? Dengan kata lain untuk kehendak bebas ada artinya, harus ada hal-hal yang berada di luar kendali kedaulatan Allah " e.g. alternatif pilihan manusia. Untuk mendiskusikan hal ini mari kita menganggap bahwa ini benar adanya. Lalu bagaimana? Kalau Allah tidak memegang kendali atas segala kemungkinan secara sempurna bagaimana Dia dapat menjamin keselamatan kita? Dalam Filipi 1:6 Paulus mengatakan, "Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus" (Filipi 1:6). Kalau Allah tidak mengendalikan segala sesuatu maka janji ini (dan janji-janji Alkitab lainnya) tidak sah. Kita tidak memiliki jaminan yang sempurna bahwa pekerjaan baik keselamatan yang dimulai di antara kita akan diteruskan sampai akhirnya.
Selanjutnya kalau Allah tidak mengendalikan segala sesuatunya, maka Dia tidak berdaulat, dan kalau Dia tidak berdaulat maka Dia bukanlah Allah. Jadi harga dari mempertahankan alternatif di luar kendali Allah menghasilkan Allah yang bukan Allah. Dan kalau kehendak "bebas" kita melampaui pemeliharaan Allah, maka siapa yang menjadi Allah? Kita. Hal ini jelas tidak dapat diterima kepada siapapun yang memiliki pandangan dunia Kristen dan Alkitabiah. Pemeliharaan Allah tidak merusak kebebasan kita. Sebaliknya pemeliharaan Allah adalah apa yang memampukan kita untuk menggunakan kebebasan itu dengan tepat.
Wahyu umum dan wahyu khusus adalah dua cara yang Allah gunakan untuk mengungkapkan diri-Nya kepada manusia. Wahyu umum menunjuk pada kebenaran-kebenaran umum tentang Allah yang dapat diketahui melalui alam. Wahyu khusus merujuk pada kebenaran yang lebih spesifik tentang Allah yang dapat diketahui melalui cara supranatural.
Dalam kaitannya dengan wahyu umum, Mazmur 19:2-5 menyatakan, "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi." Menurut ayat-ayat ini keberadaan dan kuasa Allah dapat dilihat dengan jelas melalui mengamati alam semesta. Keteraturan, kerumitan, dan keajaiban ciptaan berbicara mengenai Pencipta yang berkuasa dan mulia.
Wahyu umum juga diajarkan dalam Roma 1:20, "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." Sama dengan Mazmur 19, Roma 1:20 mengajarkan bahwa kuasa kekal dan natur keillahian Allah dapat "dilihat dengan jelas" dan "dimengerti" dari apa yang diciptakan-Nya, dan tidak ada alasan bagi manusia untuk menolak fakta ini. Dengan mengingat ayat-ayat ini, mungkin definisi kerja untuk wahyu umum adalah, "penyataan Allah kepada semua orang, di segala zaman, dan di semua tempat, yang menyatakan bahwa Allah ada dan bahwa Dia berakal budi, berkuasa dan transenden."
Wahyu khusus adalah bagaimana Allah memilih untuk menyatakan diri-Nya melalui cara-cara ajaib. Wahyu khusus mencakup penampakan fisik Allah, mimpi, penglihatan-penglihatan, Firman Allah yang tertulis, dan yang paling penting " Yesus Kristus. Alkitab mencatat Allah berkali-kali menampakkan diri dalam wujud fisik (beberapa contoh antara lain Kejadian 3:8; 18:1; Keluaran 3:1-4; 34:5-7). Kedua, Alkitab mencatat Allah berbicara kepada manusia melalui mimpi (Kejadian 28:12; 37:5; 1 Raja-Raja 3:5; Daniel 2) dan penglihatan-penglihatan (Kejadian 15:1; Yehezkiel 8:3-4; Daniel 7; 2 Korintus 12:1-7).
Yang paling penting dalam pengungkapan diri Allah adalah Firman-Nya, Alkitab, yang juga adalah wujud dari wahyu khusus. Allah secara ajaib menuntun para penulis alkitab untuk mencatat berita-Nya secara tepat sambil tetap mempertahankan gaya dan kepribadian dari para manusia penulisnya. Firman Allah hidup dan aktif (Ibrani 4:12). Firman Allah diinspirasikan, bermanfaat, dan cukup (2 Timotius 3:16-17). Allah menentukan untuk memberikan catatan tertulis mengenai keberadaan-Nya karena Dia mengetahui ketidaktepatan dan tidak dapat disandarnya tradisi lisan. Dia juga mengerti bahwa mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan manusia dapat disalahtafsirkan dan apa yang diingat dapat berubah. Allah memutuskan untuk mengungkapkan segala yang manusia perlu tahu tentang Dia, apa yang diinginkan-Nya, dan apa yang telah dilakukan-Nya untuk kita di dalam Alkitab. Dan Dia sudah berjanji untuk memelihara dan mempertahankannya sepanjang masa.
Bentuk paling utama dari wahyu khusus adalah Pribadi Yesus Kristus. Allah menjadi manusia (Yohanes 1:1, 14). Ibrani 1:1-3 memberi ringkasan yang paling bagus, "Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, " Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah." Allah telah menjadi manusia, dalam Pribadi Yesus Kristus, untuk menjadi sama dengan kita, menjadi teladan kita, mengajar kita, mengungkapkan diri-Nya kepada kita, dan yang paling penting, untuk menyediakan keselamatan kepada kita dengan merendahkan diri-Nya mati di salib (Filipi 2:6-8). Yesus Kristus adalah "wahyu khusus" Allah yang paling utama.
Postmilenialisme adalah penafsiran pasal 20 kitab Wahyu dalam Alkitab yang melihat kedatangan Kristus yang kedua kalinya sebagai sesuatu yang terjadi sesudah (dalam bahasa Latin: post) Milenium, Zaman Keemasan atau zaman kejayaan dan dominasi keKristenan. Istilah ini mencakup beberapa pandangan yang serupa mengenai akhir zaman, dan berlawanan dengan premilenialisme (pandangan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya terjadi sebelum Kerajaan Seribu Tahun, dan bahwa Kerajaan Seribu Tahun adalah pemerintahan selama 1.000 tahun secara harafiah) dan, untuk tingkat yang lebih rendah, amilenialisme (tidak ada kerajaan seribu tahun yang harafiah).
Postmilenialisme merujuk pada kepercayaan bahwa Kristus akan datang kembali setelah satu kurun waktu, tidak harus 1.000 tahun. Mereka yang berpandangan demikian tidak menafsirkan nubuat yang belum digenapi dengan menggunakan metode yang normal dan harafiah. Mereka percaya bahwa wahyu 20:4-6 tidak boleh dimengerti secara harafiah. Mereka percaya bahwa 1.000 hanya sekedar berarti kurun waktu yang panjang. Selanjutnya, awalan "post" dalam postmilenialisme menunjukkan pandangan bahwa Kristus akan datang kembali setelah orang-orang Kristen (bukan Kristus sendiri) mendirikan kerajaan di atas bumi.
Mereka yang memegang postmilenialisme percaya bahwa dunia akan menjadi makin baik " tanpa memperdulikan bukti-bukti yang berlawanan " di mana pada akhirnya seisi dunia akan menjadi Kristen. Setelah hal ini terjadi, Kristus akan datang kembali. Namun ini bukanlah dunia pada akhir zaman sebagaimana yang digambarkan oleh Alkitab. Dari kitab Wahyu mudahlah untuk dilihat bahwa dunia akan menjadi tempat yang mengerikan di masa yang akan datang. Juga dalam 2 Timotius 3:1-7 Paulus menggambarkan akhir zaman sebagai "masa yang sukar."
Para penganut postmilenialisme menggunakan metode bukan-harafiah dalam menafsirkan nubuat, memberikan arti tersendiri pada kata-kata. Masalahnya adalah ketika seseorang mulai memberi arti kepada kata-kata yang digunakan tanpa memperdulikan arti yang biasa, orang itu bisa menentukan sendiri dengan semaunya apa arti kata, frasa atau kalimat itu. Semua obyektifitas mengenai arti kata itu hilang lenyap. Ketika kata kehilangan arti, komunikasi berhenti. Namun ini bukanlah yang dikehendaki Allah untuk bahasa dan komunikasi. Allah berkomunikasi kepada kita melalui firman yang tertulis, dan arti yang obyektif dalam kata-kata sehingga ide dan pikiran dapat dikomunikasikan.
Penafsiran Alkitab secara normal dan harafiah menolak postmilenialisme dan berpegang pada penafsiran semua ayat Alkitab secara normal, termasuk nubuat-nubuat yang belum digenapi. Mengenai penafsiran nubuat, kita memiliki ratusan contoh Alkitab mengenai penggenapan nubuat-nubuat. Ambil sebagai contoh nubuat-nubuat mengenai Kristus dalam Perjanjian Lama. Nubuat-nubuat itu digenapi secara harafiah. Coba pertimbangkan kelahiran Yesus dari anak dara (Yesaya 7:14; Matius 1:23). Juga pertimbangkan pula kematian-Nya bagi dosa-dosa kita (Yesaya 53:4-9; 1 Petrus 2:24). Semua ini digenapi secara harafiah. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk menganggap bahwa di masa yang akan datang Allah akan terus menggenapi Firman-Nya secara harafiah, nubuat-nubuat mengenai peristiwa-peristiwa di masa yang akan datang.
Secara luas, teologia Reformed termasuk semua sistem kepercayaan yang menelusuri akarnya kembali ke Reformasi Protestan pada abad ke-16. Tentu saja para Reformator itu sendiri menelusuri jejak doktrin mereka kembali kepada Alkitab, sebagai mana yang dinyatakan dalam kredo "sola scriptura" mereka, jadi Teologia Reformed bukanlah sistem kepercayaan "baru" namun adalah usaha untuk melanjutkan doktrin apostolik.
Secara umum Teologia Reformed berpegang pada otoritas Alkitab, kedaulatan Allah, keselamatan oleh anugrah melalui Kristus, dan perlunya penginjilan. Kadang kala teologia ini disebut pula teologia Perjanjian karena penekanannya pada perjanjian yang dibuat Allah dengan Adam dan perjanjian baru yang datang melalui Yesus Kristus (Lukas 22:20).
Otoritas Alkitab. Teologia Reformed mengajarkan bahwa Alkitab diinspirasikan dan merupakan Firman Allah yang berkuasa, cukup dalam segala hal yang berhubungan dengan iman dan kelakuan.
Kedaulatan Allah. Teologia Reformed mengajarkan bahwa Allah memerintah dengan kendali yang absolut terhadap segala ciptaan. Dia telah terlebih dahulu menentukan semua kejadian dan karena itu tidak pernah digagalkan oleh keadaan. Hal ini tidak membatasi kehendak dari makhluk ciptaan maupun menjadikan Allah sebagai sumber dosa.
Keselamatan oleh anugrah. Teologia Reformed mengajarkan bahwa Allah dalam anugrah dan kemurahan-Nya telah memilih untuk menebus manusia, membebaskan mereka dari dosa dan kematian. Doktrin keselamatan Reformed biasanya diwakili oleh singkatan TULIP (juga dikenal sebagai Lima Poin Kalvinisme):
T " total depravity (kejatuhan total). Manusia sama sekali tidak berdaya dalam dosanya dan berada di bawah murka Allah dan sama sekali tidak dapat menyenangkan Allah. Kejatuhan total juga berarti bahwa manusia tidak dapat secara alami mencari untuk mengenal Allah, sampai Allah dalam karunia-Nya menggerakkan manusia untuk melakukannya (Kejadian 6:5, Yeremia 17:9, Roma 3:10-18).
U " unconditional election (pemilihan tanpa syarat). Allah, dari sejak kekekalan, telah memilih untuk menyelamatkan sejumlah besar orang-orang berdosa, yang jumlahnya tak terhitung (Roma 8:29-30; 9:11; Efesus 1:4-6, 11-12).
L " limited atonement (penebusan yang terbatas). Juga disebut "penebusan khusus." Kristus menanggung hukuman dosa untuk orang-orang pilihan di atas diri-Nya sendiri dan karena itu membayar kehidupan mereka dengan kematian-Nya. Dengan kata lain, Dia bukan hanya membuat keselamatan "mungkin," Dia sebetulnya meraih keselamatan itu bagi orang-orang yang sudah dipilih-Nya (Matius 1:21; Yohanes 10:11; 17:9; Kisah Rasul 20:28; Roma 8:32; Efesus 5:25).
I " irresistible grace (anugrah yang tak dapat ditolak). Dalam keadaannya yang jatuh, manusia menolak kasih Allah, namun anugrah Allah yang bekerja dalam hatinya membuat dia menginginkan apa yang sebelumnya ditolaknya. Anugrah Allah tidak akan gagal menggenapkan karya keselamatan kepada orang-orang pilihan (Yohanes 6:37, 44; 10:16).
P " perseverance of the saints (ketekunan orang-orang kudus). Allah melindungi orang-orang kudus-Nya supaya tidak jatuh; dan karena itu keselamatan bersifat kekal (Yohanes 10:27-29; Roma 8:29-30; Efesus 1:3-14).
Perlunya penginjilan. Teologia Reformed mengajarkan bahwa orang-orang Kristen ada dalam dunia untuk mempengaruhi dunia, secara rohani melalui penginjilan dan secara sosial melalui hidup kudus dan berperi-kemanusiaan.
Keunikan-keunikan lain dari teologia Reformed umumnya meliputi pelaksanaan dua sakramen (baptisan dan perjamuan kudus), pandangan bahwa karunia roh sudah berhenti (karunia roh tidak lagi diteruskan kepada gereja), dan pandangan bukan-dispensasional terhadap Alkitab. Sangat dihormati oleh gereja-gereja Reformed adalah tulisan-tulisan John Calvin, John Knox, Ulrich Swingli, dan Martin Luther. Pengakuan Iman Westminster mengejawantahkan tradisi teologia Reformed. Gereja-gereja modern dalam tradisi Reformed termasuk Presbiterian, Kongregasionalis, dan beberapa kaum Baptis.
Trinitarianisme adalah pengajaran bahwa Allah adalah tritunggal, bahwa Dia menyatakan diri-Nya dalam tiga Pribadi yang setara dan sama kekalnya. Untuk penjelasan Alkitab secara terinci mengenai Trinitas, silakan baca artikel mengenai apa yang diajarkan Alkitab mengenai Trinitas. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membicarakan pentingnya Trinitarianisme dalam kaitannya dengan keselamatan dan kehidupan Kristen.
Kami sering ditanyai, "Apakah saya harus percaya pada Trinitas untuk dapat diselamatkan?" Jawabannya adalah " ya dan tidak. Apakah seseorang harus mengerti penuh dan sepaham dengan setiap aspek Trinitarianisme supaya dapat diselamatkan? Tidak. Apakah ada beberapa aspek Trinitarinisme yang memiliki peran kunci dalam keselamatan? Ya. Misalnya keillahian Kristus adalah amat penting untuk doktrin keselamatan. Kalau Yesus bukan Allah, kematian-Nya tidak dapat membayar hukuman dosa yang tak terhingga. Hanya Allah yang tak terbatas " Dia tanpa awal dan tanpa akhir. Semua makhluk lainnya, termasuk para malaikat, adalah terbatas " mereka diciptakan pada waktu tertentu. Hanya kematian dari Pribadi yang tak terbatas yang dapat menebus dosa manusia sepanjang kekekalan. Kalau Yesus bukan Allah, Dia tidak dapat menjadi Juruselamat, Mesias, Anak Domba Allah yang menanggung dosa dunia (Yohanes 1:29). Pandangan yang tidak Alkitabiah mengenai natur illahi Yesus menghasilkan pandangan yang keliru mengenai keselamatan. Setiap bidat "Kristen" yang menyangkal keillahian Kristus juga mengajarkan bahwa kita harus menambahkan karya kita sendiri kepada kematian Kristus agar dapat diselamatkan. Keillahian Kristus yang sejati dan sempurna, suatu aspek dari Trinitarianisme, menolak konsep ini.
Pada saat yang sama, kita mengenali adanya orang-orang Kristen yang betul-betul percaya kepada Kristus yang tidak percaya pada Trinitarianisme penuh. Sekalipun kami menolak Modalisme, kami tidak menyangkal bahwa orang dapat diselamatkan sekalipun percaya bahwa Allah bukanlah tiga Pribadi, namun hanya sekedar mengungkapkan diri dalam tiga "cara." Trinitas adalah suatu rahasia yang tidak dapat dipahami secara penuh dan sempurna oleh manusia yang terbatas. Untuk menerima keselamatan Allah menuntut kita untuk percaya pada Yesus Kristus, Allah yang berinkarnasi, sebagai Juruselamat. Untuk diselamatkan Allah tidak mempersyaratkan ketaatan penuh pada setiap ajaran teologia Alkitabiah yang benar. Tidak, pengertian dan persetujuan penuh dengan segala aspek Trinitarianisme bukan syarat keselamatan.
Dengan teguh kami berpegang bahwa Trinitarianisme adalah doktrin yang berdasarkan Alkitab. Secara dogmatis kami memproklamirkan bahwa pemahaman dan kepercayaan pada Trinitarinisme Alkitab adalah amat penting untuk memahami Allah, keselamatan dan karya Allah yang terus menerus dalam kehidupan orang-orang percaya. Pada saat yang sama, ada orang-orang yang saleh, pengikut-pengikut Kristus yang sejati, yang berbeda pendapat dalam aspek-aspek Trinitarianisme. Adalah penting untuk mengingat bahwa kita bukan diselamatkan oleh doktrin yang sempurna. Kita diselamatkan dengan percaya pada Juruselamat kita yang sempurna (Yohanes 3:16). Apakah kita harus percaya pada aspek-aspek tertentu dari Trinitarianisme untuk diselamatkan? Ya! Apakah kita harus setuju dengan semua bidang Trinitarianisme untuk dapat diselamatkan? Tidak.
Teologia Penggantian pada dasarnya mengajarkan bahwa gereja telah menggantikan Israel dam rencana Allah. Para penganut Teologia Penggantian percaya bahwa orang-orang Yahudi bukan lagi umat pilihan Allah, dan Allah tidak memiliki rencana yang khusus di masa depan untuk bangsa Israel. Semua pandangan yang berbeda mengenai hubungan antara gereja dan Israel dapat dibagi dalam dua kelompok: baik Gereja sebagai kelanjutan dari Israel (Teologia Penggantian/Teologia Perjanjian), atau Gereja sama sekali berbeda dan tidak sama dengan Israel (Dispensasionalisme/Premilenialisme).
Teologia Penggantian mengajarkan bahwa Gereja adalah pengganti Israel dan banyak janji yang diberikan kepada Israel dalam Alkitab digenapi dalam Gereja Kristen, bukan Israel. Jadi nubuat-nubuat dalam Alkitab yang berhubungan dengan berkat dan pemulihan Israel ke Tanah Perjanjian "dirohanikan" atau "dialegorikan" sebagai janji-janji berkat Allah untuk gereja. Ada masalah-masalah besar dengan pandangan ini, seperti kelanjutan keberadaan orang-orang Yahudi selama berabad-abad dan khususnya dengan bangkitnya kembali negara Israel modern. Jikalau Israel sudah dihukum Allah, dan tidak ada masa depan untuk bangsa Yahudi, bagaimana kita menjelaskan mujizat bertahannya rakyat Yahudi dalam 2000 tahun belakangan sekalipun adanya berbagai upaya untuk memusnahkan mereka? Bagaimana kita menjelaskan mengapa dan bagaimana Israel muncul kembali sebagai suatu bangsa di abad ke 20 setelah hilang lenyap selama 1900 tahun?
Pandangan bahwa Israel dan Gereja adalah berbeda diajarkan dengan jelas dalam Perjanjian Baru. Dalam pandangan ini Gereja sama sekali berbeda dan tidak sama dengan Israel, dan keduanya tidak boleh dicampur-adukkan atau digunakan dalam pengertian yang sama. Kita diajarkan oleh Alkitab bahwa Gereja adalah ciptaan baru sama sekali, yang lahir pada Hari Pentakosta, dan akan terus ada sampai diangkat ke surga pada Hari Pengangkatan (Efesus 1:9-11, 1 Tesalonika 4:13-17). Gereja tidak ada hubungannya dengan kutukan dan berkat untuk Israel. Perjanjian-perjanjian dan peringatan-peringatan hanya berlaku bagi Israel. Israel untuk sementara sudah dikesampingkan dalam rencana Allah selama masa 2.000 tahun penyebaran ini.
Setelah pengangkatan (1 Tesalonika 4:13-18), Allah akan memulihkan Israel kembali sebagai fokus utama rencanaNya. Peristiwa pertama pada masa ini adalah Kesengsaraan Besar (Wahyu 6-19). Dunia akan dihakimi karena menolak Kristus, sementara Israel dipersiapkan melalui penganiayaan pada masa Kesengsaraan Besar untuk Kedatangan Mesias yang kedua kalinya. Kemudian ketika Kristus kembali ke dunia, pada akhir dari Kesengsaraan Besar, Israel akan siap untuk menerima-Nya. Sisa-sisa Israel yang masih bertahan pada masa Kesengsaraan Besar akan diselamatkan dan Tuhan akan mendirikan Kerajaan-Nya di atas bumi dengan Yerusalem sebagai ibukota. Ketika Kristus memerintah sebagai Raja, Israel akan menjadi bangsa utama, dan para wakil dari berbagai bangsa akan datang ke Yerusalem untuk menghormati dan menyembah sang Raja " Yesus Kristus. Gereja akan kembali bersama dengan Kristus dan akan memerintah bersama dengan Dia untuk seribu tahun secara harafiah (Wahyu 20:1-5).
Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mendukung pemahaman Premilenial/Dispensasional mengenai rencana Allah bagi Israel. Sekalipun demikian, dukungan terkuat bagi Premilenialisme ditemukan dalam pengajaran jelas dari Wahyu 20:1-7 di mana dikatakan, enam kali, bahwa kerajaan Kristus akan berlangsung selama 1.000 tahun. Setelah Kesengsaraan Besar Tuhan akan datang kembali dan menegakkan kerajaan-Nya kembali dengan bangsa Israel, Kristus akan memerintah atas seluruh bumi dan Israel akan menjadi pemimpin bangsa-bangsa. Gereja akan memerintah bersama dengan Dia selama seribu tahun secara harafiah. Gereja belum menggantikan Israel dalam rencana Allah. Sementara Allah mungkin memusatkan perhatian-Nya pada Gereja pada masa pemberian anugrah ini, Allah belum melupakan Israel, dan suatu hari akan memulihkan Israel ke dalam peran yang direncanakan-Nya untuk bangsa pilihan-Nya itu (Roma 11).