Kamus Webster mendefinisikan orang Kristen sebagai "orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Kristus, atau percaya kepada agama yang berdasarkan pengajaran Yesus." Walaupun ini adalah titik tolak yang bagus dalam memahami apa itu orang Kristen, sebagaimana banyak definisi sekular lainnya, definisi ini kurang dapat menjelaskan kebenaran Alkitab mengenai apa artinya menjadi seorang Kristen.
Kata "Kristen" digunakan tiga kali dalam Perjanjian Baru (Kisah Rasul 11:26; 26:28; 1 Petrus 4:16). Para pengikut Yesus Kristus pertama kali digelari "Kristen" di Antiokhia (Kisah Rasul 11:26) karena kelakuan mereka, kegiatan dan kata-kata mereka yang seperti Kristus. Pada mulanya istilah ini dipakai oleh orang-orang tidak percaya di Antiokhia sebagai ejekan dan penghinaan terhadap orang-orang Kristen. Secara harafiah istilah tsb berarti "menjadi bagian dari kelompok Kristus" atau "pengikut Kristus," yang mirip artinya dengan definisi dalam Kamus Wesbter.
Sayangnya, setelah sekian waktu lamanya, kata "Kristen" telah kehilangan sebagian besar dari maknanya dan sering dipergunakan untuk seseorang yang beragama atau yang memiliki nilai-nilai moral yang tinggi, dan bukan dipakai untuk pengikut Yesus Kristus yang sudah betul-betul lahir kembali. Banyak orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus menganggap mereka orang-orang Kristen hanya karena mereka ke gereja atau karena mereka tinggal di negara "Kristen". Pergi ke gereja, membantu orang-orang yang kurang beruntung, menjadi orang baik, semua itu tidak menjadikan Anda orang Kristen. Seperti dikatakan oleh seorang penginjil, "Pergi ke gereja tidak membuat orang jadi orang Kristen, sama seperti masuk ke garasi tidak membuat orang jadi mobil." Menjadi anggota gereja, mengikuti kebaktian secara teratur dan menyumbang untuk gereja tidak membuat Anda menjadi orang Kristen.
Alkitab mengajarkan kita bahwa perbuatan-perbuatan baik kita tidak dapat membuat kita diterima oleh Tuhan. Titus 3:5 mengatakan, "bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus." Jadi orang Kristen adalah seorang yang sudah dilahirkan kembali oleh Allah (Yohanes 3:3; 3:7; 1 Peter 1:23) dan yang telah menempatkan iman dan percaya mereka di dalam Yesus Kristus. Efesus 2:8 mengatakan, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah." Seorang Kristen yang sejati adalah seseorang yang telah meninggalkan dosa-dosanya dan menempatkan iman dan percayanya hanya kepada Yesus Kristus. Kepercayaannya bukanlah kepada agama atau ajaran-ajaran moral, atau apa yang boleh dan tidak boleh.
Seorang Kristen yang sejati adalah seorang yang telah menempatkan iman dan percayanya kepada Yesus Kristus, dan bahwa Dia telah mati di salib sebagai pembayaran dosa, dan bangkit kembali pada hari ketiga untuk mendapatkan kemenangan atas kematian dan memberi hidup kekal kepada setiap orang yang percaya kepadaNya. Yohanes 1:12 memberitahu kita, "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." Seorang Kristen yang sejati sesungguhnya adalah seorang anak Allah, anggota dari keluarga Allah, dan seorang yang telah diberikan hidup baru di dalam Kristus. Tanda dari orang Kristen yang sejati adalah kasihnya kepada sesamanya dan ketaatannya kepada Firman Tuhan (1 Yohanes 2:4; 1 Yohanes 2:10).
Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Jika demikian, klik pada tombol "Saya telah menerima Kristus pada hari ini" di bawah.
Ada dua kunci untuk mengetahui kehendak Allah dalam segala keadaan. (1) Pastikan bahwa apa yang Anda minta atau ingin lakukan bukanlah sesuatu yang dilarang Alkitab. (2) Pastikan bahwa apa yang Anda minta atau ingin lakukan dapat memuliakan Allah dan menolong Anda bertumbuh secara rohani. Jikalau kedua hal ini benar, dan Allah masih tetap belum memberikan apa yang Anda minta, maka kemungkinan apa yang Anda minta bukanlah kehendak Allah. Atau mungkin Anda perlu menunggu lebih lama. Untuk mengetahui kehendak Allah kadang tidaklah mudah. Sering orang ingin Allah langsung memberitahu apa yang perlu dilakukan, kerja di mana, tinggal di mana, menikah dengan siapa, dll. Roma 12:2 memberitahu kita, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."
Allah jarang memberi informasi yang langsung dan spesifik. Allah mengijinkan kita memilih. Satu-satunya keputusan yang Allah tidak ingin kita buat adalah keputusan untuk berdosa atau melawan kehendakNya. Allah ingin kita membuat keputusan yang sesuai dengan kehendakNya. Jadi bagaimanakah Anda dapat mengetahui apa kehendak Allah bagi Anda? Jikalau Anda berjalan dekat dengan Allah dan dengan sungguh-sungguh mencari kehendakNya bagi hidup Anda, Allah akan menaruh kehendakNya dalam hati Anda. Kuncinya adalah menginginkan kehendak Allah dan bukan kehendak diri sendiri. "Bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu" (Mazmur 37:4). Jikalau tidak dilarang oleh Alkitab dan dapat menguntungkan Anda secara rohani, maka Alkitab "mengijinkan" Anda untuk memilih dan mengikuti apa yang ada dalam hati Anda.
Alkitab berbicara sarana-sarana berikut ini untuk mengatasi dosa kita:
(1) Roh Kudus " Roh kudus adalah sebuah hadiah yang diberikan Allah kepada kita (gerejaNya) agar dapat berkemenangan dalam hidup Kristiani. Dalam Galatia 5:16-25 Allah mempertentangkan keinginan daging dan buah Roh Kudus. Dalam bagian Alkitab ini, kita dipanggil untuk hidup dalam Roh. Setiap orang percaya sudah memiliki Roh Kudus, namun ayat ini memberitahu kita bahwa kita perlu hidup dalam Roh, tunduk kepada kuasaNya. Ini berarti secara aktif mengikuti gerakan Roh Kudus dan bukan mengikuti kedagingan.
Besarnya peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya dapat dilihat dalam hidup Petrus yang sebelum dipenuhi Roh Kudus menyangkal Yesus tiga kali sesudah mengatakan bahwa dia akan mengikuti Kristus sampai mati. Setelah dipenuhi Roh Kudus, dia berbicara kepada orang-orang Yahudi pada hari Pentakosta dengan tanpa takut dan penuh keyakinan.
Seseorang hidup dalam Roh Kudus saat dia tidak berusaha membatasi gerakan Roh Kudus ("memadamkan Roh" yang dibicarakan dalam 1 Tesalonika 5:19) dan berusaha untuk hidup dipenuhi dengan Roh (Efesus 5:18-21). Bagaimana seseorang dapat dipenuhi dengan Roh Kudus? Pertama-tama, sama seperti dalam Perjanjian Lama, Tuhan yang menentukan. Dia memilih orang-orang dan peristiwa-peristiwa tertentu dalam Perjanjian Lama untuk memenuhi orang-orang yang dipilihNya untuk menggenapi pekerjaan yang dikehendakiNya (Kejadian 41:38; Keluaran 31:3; Bilangan 24:2; 1 Samuel 10:10; dll). Saya percaya bahwa Efesus 5:18-21 dan Kolose 3:16 membuktikan bahwa Tuhan memilih untuk memenuhi orang-orang yang memenuhi diri mereka dengan Firman Tuhan. Hal ini nyata bahwa hasil dari kedua pemenuhan dalam ayat-ayat tsb adalah sama. Dan ini mengantar kita kepada sarana berikutnya.
(2) Firman Tuhan, Alkitab " 2 Timotius 3:16-17 mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan FirmanNya kepada kita untuk memperlengkapi kita untuk setiap pekerjaan baik. Alkitab mengajar bagaimana kita hidup dan apa yang kita percaya. Alkitab menolong kita untuk melihat saat kita mengambil jalan yang salah dan menolong kita untuk kembali ke jalan yang benar dan terus berjalan di jalan itu. Sebagaimana dibagikan dalam Ibrani 4:12, Firman Tuhan hidup dan berkuasa dan mampu menembus ke dalam hati kita dan mengangkat masalah paling dalam yang secara manusia tidak dapat ditangani. Pemazmur berbicara mengenai kuasa Alkitab untuk mengubah hidup dalam Mazmur 119:9,11, 105 dan ayat-ayat lainnya. Yosua diberitahukan bahwa kunci keberhasilannya mengatasi musuh (sebagai analogi dari peperangan rohani kita) adalah tidak melupakan sarana yang satu ini namun merenungkannya siang dan malam supaya dia dapat melakukannya. Yosua melakukan ini sekalipun apa yang Tuhan perintahkan tidak masuk akal secara militer, dan inilah kunci kemenangannya dalam merebut Tanah Perjanjian.
Sumber yang satu ini seringkali kita perlakukan dengan sepele. Kita membawa Alkitab ke gereja atau membaca renungan harian atau satu pasal dalam sehari, namun kita lalai untuk menghapalnya, merenungkannya, mencari penerapannya dalam hidup kita, mengakui dosa yang ditunjukkannya, dan bersyukur untuk karunia yang diberikan Tuhan kepada kita. Dalam hubungannya dengan Alkitab kita sering kali tidak punya selera atau makan secara berlebihan. Kita sering kali makan Firman Tuhan hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dengan menyantap Firman Tuhan hanya ketika kita ke gereja (tapi tidak pernah makan secara cukup untuk membuat kita jadi orang Kristen yang sehat dan segar bugar), atau kita sering sekali makan, tapi tidak pernah merenungkannya secara cukup untuk mendapatkan nutrisi rohani daripadanya.
Jikalau Anda tidak punya kebiasaan untuk mempelajari Firman Tuhan secara bermakna setiap hari dan menghapal ayat-ayat yang berkesan kepada kita, adalah penting untuk Anda mulai berusaha untuk menjadikan itu kebiasaan Anda. Saya juga ingin menyarankan Anda untuk memulai sebuah jurnal baik di komputer (kalau Anda mengetik lebih cepat dari menulis), atau dalam sebuah buku, dll. Jadikan kebiasaan untuk tidak meninggalkan Alkitab sampai Anda sudah mencatat segala yang Anda pelajari darinya. Saya juga sering mencatat doa-doa meminta Tuhan mengubah bagian-bagian hidup yang Tuhan telah tunjukkan kepada saya. Alkitab adalah alat yang Roh Kudus gunakan dalam hidup kita dan dalam hidup orang-orang lain (Efesus 6:17), suatu bagian utama dan penting dari senjata rohani yang Tuhan berikan untuk kita pakai dalam peperangan rohani ktia (Efesus 6:12-18)!
(3) Doa " Ini adalah sebuah sarana penting lainnya yang Tuhan telah berikan kepada kita. Inipun merupakan sebuah sarana yang sering kita orang Kristen hanya berbasa-basi namun jarang dipergunakan. Kita ada persekutuan doa, waktu-waktu untuk berdoa, dll., namun kita tidak menggunakannya sesuai dengan contoh yang diberikan oleh gereja mula-mula (Kisah Rasul 3:1; 4:31; 6:4; 13:1-3, dll). Paulus berkali-kali mengatakan bagaimana dia berdoa bagi mereka-mereka yang dia layani. Secara pribadi kita juga sering tidak menggunakan sarana ini. Tuhan telah memberikan janji-janji indah sehubungan dengan doa (Matius 7:7-11; Lukas 18:1-8; Yohanes 6:23-27; 1 Yohanes 5:14-15, dll). Dan kembali Paulus mencantumkan doa dalam pembahasannya mengenai peperangan rohani (Efesus 6:18)!
Bagaimanakah pentingnya doa? Ketika Anda melihat kepada Petrus, Anda mengingat apa yang dikatakan Yesus kepadanya di Taman Getsemani sebelum Petrus menyangkal Yesus. Di sana, saat Yesus berdoa, Petrus tidur. Yesus membangunkan dia dan berkata, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah" (Matius 26:41). Sama seperti Petrus, Anda ingin melakukan apa yang baik tapi tidak memiliki kekuatan. Kita perlu mengikuti nasehat Tuhan untuk mencari, mengetuk dan meminta " dan Dia akan memberikan kita kekuatan yang kita perlukan (Matius 7:7ff). Tetapi kita tidak boleh sekedar berbasa basi dalam hal ini.
Saya tidak mengatakan bahwa doa memiliki kuasa magis. Bukan demikian. Allah adalah Allah yang luar biasa. Doa adalah pengakuan akan keterbatasan kita dan akan kuasa Tuhan yang tidak terbatas dan melalui doa kita berpaling kepadaNya untuk kuasa itu supaya kita dapat melakukan apa yang Dia ingin kita lakukan (bukan apa yang KITA ingin lakukan) (1 Yohanes 5:14-15).
(4) Gereja " Kembali kita sering mengabaikan sarana yang terakhir ini. Ketika Yesus mengutus murid-muridNya, Dia mengirimkan mereka dalam kelompok yang terdiri dari dua orang (Matius 10:1). Ketika kita membaca mengenai perjalanan-perjalanan misi di Kisah Rasul, mereka tidak pergi sendirian, tapi dalam kelompok yang terdiri dari paling sedikit dua orang. Yesus berkata di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam namaNya, Dia ada di tengah-tengah mereka (Matius 18:20). Dia memerintahkan kita untuk jangan menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh oleh beberapa orang, tetapi menggunakan kesempatan itu untuk saling menasihati satu dengan yang lain dalam kasih dan pekerjaan baik (Ibrani 10:24-25). Yesus mengajarkan kita untuk saling mengaku dosa satu dengan yang lain (Yakobus 5:16). Dalam kitab-kitab hikmat dalam Perjanjian Lama, kita diberitahukan bahwa besi menajamkan besi orang menajamkan sesamanya (amsal 27:17). "Tali tiga lembar tak mudah diputuskan" (Pengkhotbah 4:11-12).
Ada orang-orang yang saya tahu yang bersekutu dengan saudara atau saudari seiman melalui telpon atau muka dengan muka dan membagikan bagaimana hidup keKristenan mereka, pergumulan mereka, dll., dan saling mendoakan satu dengan yang lain dan saling bertanggung jawab dalam menerapkan Firman Tuhan dalam relasi mereka, dst.
Kadang perubahan terjadi dengan cepat. Kadang, dalam bidang lain, perubahan terjadi dengan lebih lambat. Namun Tuhan telah berjanji bahwa selama kita menggunakan sarana-sarana yang diberikanNya, Dia AKAN mengubah hidup kita. Mari kita bertekun karena kita tahu bahwa Dia setia kepada janji-janjiNya.
Perpuluhan adalah isu yang digumuli oleh banyak orang Kristen. Di banyak gereja, perpuluhan terlalu ditekankan. Pada saat yang sama, banyak orang Kristen yang menolak untuk menaati pengajaran Alkitab sehubungan dengan memberi persembahan kepada Tuhan. Perpuluhan/persembahan seharusnya merupakan hal yang menggembirakan. Sayang sekali, hal itu jarang terjadi dalam gereja pada zaman sekarang.
Perpuluhan adalah konsep Perjanjian Lama. Perpuluhan adalah peraturan Hukum Taurat di mana setiap orang Israel memberi 10% dari segala yang mereka peroleh untuk Tabernakel/Bait Suci (Imamat 27:30; Bilangan 18:26; Ulangan 14:24; 2 Tawarikh 31:5). Sebagian orang menganggap perpuluhan dalam Perjanjian Lama sebagai pajak untuk mencukupi kebutuhan dari para imam dan orang-orang Lewi dalam sistim korban. Dalam Perjanjian Baru tidak ada perintah atau rekomendasi untuk orang-orang Kristen tunduk kepada sistim perpuluhan yang legalistik. Paulus menyatakan bahwa orang-orang percaya sepatutnya menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka untuk mendukung gereja (1 Korintus 16:1-2).
Perjanjian Baru tidak menentukan persentase penghasilan yang harus disisihkan tapi hanya mengatakan, "sesuai dengan apa yang kamu peroleh" (1 Korintus 16:2). Gereja Kristen mengambil angka 10% dari Perjanjian Lama dan menerapkannya pada "rekomendasi minimum" untuk orang Kristen dalam memberi persembahan. Namun demikian orang Kristen tidak perlu merasa wajib untuk selalu memberi perpuluhan. Orang Kristen sepatutnya memberi sesuai dengan apa yang mereka mampu, "sesuai dengan apa yang kamu peroleh." Kadang-kadang ini berarti memberi lebih dari perpuluhan, kadang-kadang kurang dari perpuluhan. Setiap orang Kristen perlu berdoa dengan sungguh-sungguh dan meminta hikmat dari Tuhan mengenai memberi atau tidak memberi perpuluhan dan/atau berapa banyak yang dia berikan (Yakobus 1:5). Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita (2 Korintus 9:7).
Pertanyaan ini telah ditanyakan oleh tak terhitung banyaknya orang dari berbagai zaman. Samuel mendengar suara Tuhan namun tidak mengenalinya sampai dia dinasehati oleh Eli (1 Samuel 3:1-10). Gideon mendapatkan wahyu secara fisik dari Tuhan dan masih meragukan apa yang didengarnya sehingga dia meminta tanda, bukan sekali, tapi tiga kali (Hakim-Hakim 6, khususnya ayat 17-22, 36-40)! Ketika kita mendengarkan suara Tuhan, bagaimana kita tahu pasti bahwa Dialah yang berbicara? Pertama-tama, kita memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Gideon dan Samuel, Alkitab yang lengkap, Firman Tuhan yang diinspirasikan, yang dapat kita baca, pelajari dan renungkan. "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2 Timotius 3:16-17). Apakah Anda memiliki pertanyaan mengenai hal-hal atau keputusan dalam hidup Anda? Lihat apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal itu. Tuhan tidak akan pernah menuntun dan mengarahkan Anda dengan cara yang bertentangan dengan apa yang diajarkan atau dijanjikan dalam FirmanNya (Titus 1:2).
Kedua, untuk mendengar suara Tuhan kita perlu mengenalinya. Yesus mengatakan, "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku" (Yohanes 10:27). Saya dapat secara pribadi merasakan ayat ini, yang berbeda adalah binatangnya adalah sapi. Ayah mertua saya memiliki sebuah peternakan kecil. Setiap kali kami pergi berkunjung saya bisa menjamin paling sedikit satu kali sehari keluar dengan dia untuk mengecek ternak. Ayah mertua saya akan keluar dari truk, menyerukan beberapa kata dengan lembut, dan segera truk kami dikelilingi oleh sapi-sapi yang dengan semangat menantikan jerami. Namun jika saya yang membuka pintu truk binatang-binatang itu akan tersebar ke segala penjuru. Apa bedanya? Semua ternak tsb bersama dengan ayah mertua saya paling sedikit satu kali, kadang dua atau tiga kali, dalam sehari. Karena bertemu setiap hari dengan orang yang memberi mereka makan dan merawat mereka, ternak-ternak itu merasa tenang dengan dia dan mereka langsung mengenali orang asing di tengah-tengah mereka. Untuk mengenali suara Tuhan, kita perlu menggunakan waktu bersama dengan Dia setiap hari.
Pastikan bahwa setiap hari Anda menikmati waktu doa yang berkualitas, mempelajari Alkitab dan dengan tenang merenungkan FirmanNya. Makin Anda menggunakan waktu secara intim dengan Tuhan dan FirmanNya makin mudah Anda mengenali suara Tuhan dan pimpinanNya dalam hidup Anda. Karyawan bank dilatih untuk mengenali uang palsu dengan mempelajari uang asli dengan cermat sehingga dengan mudah mereka mendeteksi uang palsu. Kita perlu mengenali dengan cermat Firman Tuhan yang telah difirmankan olehNya sehingga ketika Tuhan berbicara kepada kita atau menuntun kita akan jelas bahwa itu adalah Tuhan. Tuhan berbicara kepada kita supaya kita dapat mengerti kebenaran. Tuhan dapat saja berbicara secara lisan kepada orang, namun secara utama Dia berbicara melalui FirmanNya; dan kadang-kadang melalui Roh Kudus kepada hati nurani kita, melalui keadaan, dan melalui orang-orang lain. Dengan menerapkan apa yang kita dengar pada kebenaran Firman Tuhan, kita dapat belajar mengenali suaraNya.
Ada dua kesalahan utama dalam soal peperangan rohani: penekanan yang berlebihan dan ketidakpedulian. Sebagian orang menyalahkan setiap dosa, konflik, dan persoalan pada Iblis yang perlu ditengking. Yang lainnya sama sekali tidak memperdulikan dunia rohani dan bahwa Alkitab menginstruksikan bahwa peperangan kita adalah kuasa-kuasa rohani. Kunci dari peperangan rohani yang berhasil adalah menemukan keseimbangan yang Alkitabiah. Kadang kala Yesus mengusir setan keluar dari diri orang-orang, kadang pula Dia menyembuhkan orang tanpa menyebut tentang setan. Rasul Paulus menasehatkan orang-orang Kristen untuk berperang melawan dosa di dalam diri mereka (Roma 6) dan berperang melawan si jahat (Efesus 6:10-18).
Efesus 6:10-12 mengatakan, "Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." Ayat ini mengajar kita beberapa kebenaran penting: (1) Kita hanya bisa menjadi kuat dengan kekuatan dari Tuhan, (2) Adalah perlengkapan senjata Tuhan yang melindungi kita, (3) Peperangan kita adalah melawan kuasa-kuasa kejahatan dalam dunia ini.
(1) Contoh yang bagus sekali mengenai hal ini adalah Mikhael, sang penghulu malaikat dalam Yudas ayat 9. Mikhael, kemungkinan adalah malaikat yang paling perkasa dibanding semua malaikat Tuhan lainnya, tidak menegur Iblis dengan kuasanya sendiri, namun mengatakan, "Kiranya Tuhan menghardik engkau!" Wahyu 12:7-8 mencatat bahwa pada akhir zaman Mikhael akan mengalahkan Iblis. Walaupun demikian, saat menghadapi konflik dengan Iblis, Mikhael menghardik Iblis dalam nama dan otoritas Tuhan, bukan dari dirinya sendiri. Hanya melalui hubungan kita dengan Yesus Kristus kita sebagai orang Kristen memiliki otoritas terhadap Iblis dan pengikut-pengikutnya. Hanya dalam nama Yesus kita memiliki kuasa untuk menengking Iblis.
(2) Efesus 6:13-18 memberi kita gambaran mengenai senjata rohani yang Tuhan berikan kepada kita. Kita dipanggil untuk berdiri teguh dengan (a) ikat pinggang kebenaran, (b) berbajuzirahkan keadilan, (c) Injil damai sejahtera, (d) perisai iman, (e) ketopong keselamatan, (f) pedang roh, dan (g) berdoa dalam Roh. Apa arti senjata-senjata rohani ini dalam peperangan rohani? Kita perlu menyatakan kebenaran untuk melawan tipu muslihat Iblis. Kita bisa tenang karena kita dinyatakan benar oleh karena pengorbanan Kristus bagi kita. Kita perlu memberitakan Injil betapapun besarnya hambatan yang kita alami. Kita tidak boleh goyah dalam iman kita sekeras apapun kita diserang. Pertahanan kita yang paling utama adalah jaminan bahwa kita sudah diselamatkan dan tidak ada kuasa apapun yang dapat mengambil itu dari kita. Senjata serang kita adalah Firman Tuhan, bukan pendapat atau perasaan kita sendiri. Kita perlu mengikuti teladan Yesus yang mengenali bahwa ada kemenangan rohani yang hanya dapat dicapai melalui doa.
Yesus adalah teladan utama kita dalam peperangan rohani. Perhatikan bagaimana Yesus menghadapi serangan langsung dari si Iblis. "Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus. Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" Lalu Iblis meninggalkan Dia, dan lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus" (Matius 4:1-11). Cara terbaik melawan Iblis adalah cara yang Yesus tunjukkan pada kita, yaitu dengan mengutip Firman Tuhan karena Iblis tidak dapat menghadapi pedang Roh, Firman dari Tuhan yang hidup.
Contoh utama mengenai cara yang tidak tepat dalam menghadapi peperangan rohani adalah ke tujuh anak-anak Skewa. "Juga beberapa tukang jampi Yahudi, yang berjalan keliling di negeri itu, mencoba menyebut nama Tuhan Yesus atas mereka yang kerasukan roh jahat dengan berseru, katanya: "Aku menyumpahi kamu demi nama Yesus yang diberitakan oleh Paulus." Mereka yang melakukan hal itu ialah tujuh orang anak dari seorang imam kepala Yahudi yang bernama Skewa. Tetapi roh jahat itu menjawab: "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapakah kamu?" Dan orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa mereka dan menggagahi mereka semua dan mengalahkannya, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka" (Kisah 19:13-16). Apa masalahnya? Ke tujuh anak Skewa menggunakan nama Yesus. Itu tidak cukup. Ketujuh anak Skewa tidak memiliki hubungan dengan Yesus dan karena itu kata-kata mereka kosong dan tidak memiliki kuasa atau otoritas apapun. Ketujuh anak Skewa bergantung pada metodologi. Mereka tidak bergantung pada Yesus dan tidak menggunakan Firman Tuhan dalam peperangan rohani mereka. Sebagai hasilnya mereka dikalahkan secara memalukan. Mari kita belajar dari teladan buruk mereka dan melakukan peperangan rohani dengan cara yang dilukiskan oleh Alkitab.
Secara ringkas, apa kunci untuk peperangan rohani yang sukses? Pertama, kita perlu bergantung pada kuasa Tuhan, bukan kuasa kita sendiri. Kedua, kita menengking dalam nama Yesus, bukan nama kita sendiri. Ketiga, kita melindungi diri sendiri dengan seluruh senjata Allah. Keempat, kita melakukan peperangan dengan pedang Roh " Firman Tuhan. Akhirnya, kita mengingat bahwa dalam peperangan rohani melawan Iblis dan para pengikutnya, tidak setiap dosa adalah berasal dari Iblis dan perlu ditengkin. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita" (Roma 8:37).
Pertumbuhan rohani ada proses menjadi makin serupa dengan Yesus Kristus. Ketika kita menempatkan iman kita kepada Yesus, Roh Kudus memulai proses menjadikan kita makin serupa dengan Yesus, menjadikan kita sama dengan gambarNya. Pertumbuhan rohani barangkali diuraikan dengan paling jelas dalam 2 Petrus 1:3-8 yang memberitahukan kita bahwa dengan kuasa Allah Dia "telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia. Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita."
Dalam Galatia 5:19-23 ada dua macam daftar. Galatia 5:19-21 mencatat "perbuatan daging." Hal-hal ini adalah hal-hal yang merupakan kehidupan kita sebelum kita percaya Yesus untuk keselamatan kita. Perbuatan-perbuatan kedagingan adalah kegiatan-kegiatan yang kita akui, sesali dan dengan pertolongan Tuhan kita kalahkan. Saat kita mengalami pertumbuhan rohani, makin sedikit "perbuatan-perbuatan kedagingan" yang nyata dalam hidup kita. Daftar kedua adalah "buah Roh" (Galatia 5:22-33). Ini adalah hal-hal yang merupakan kehidupan kita setelah kita mengalami keselamatan di dalam Yesus Kristus. Pertumbuhan rohani dinyatakan dengan makin nyatanya buah Roh dalam kehidupan orang percaya.
Ketika terjadi perubahan hidup karena diselamatkan, pertumbuhan rohani dimulai. Roh Kudus berdiam di dalam kita (Yohanes 14:16-17). Kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus (2 Korintus 5:17). pribadilama kita digantikan dengan yang baru (Roma 6-7). Pertumbuhan rohani adalah proses seumur hidup yang terjadi melalui mempelajari dan menerapkan Firman Tuhan (2 Timotius 3:16-17), dan berjalan dengan Roh (Galatia 5:16-26). Untuk bertumbuh secara rohani, kita dapat berdoa kepada Tuhan, minta Dia memberi hikmat untuk bagian-bagian apa dalam hidup kita yang Dia ingin kita bertumbuh. Kita dapat memohon kepada Tuhan untuk menolong kita meningkatkan iman dan pengetahuan kita akan Dia. Tuhan menghendaki kita untuk bertumbuh secara rohani. Tuhan telah memberi kita segala yang kita butuhkan untuk mengalami pertumbuhan rohani. Dengan pertolongan Roh Kudus kita dapat mengalahkan dosa dan dengan pasti makin menjadi serupa dengan Juruselamat kita, Tuhan Yesus Kristus.
Setiap orang pernah disakiti hatinya, tersinggung dan dipersalahkan. Bagaimana caranya kita menanggapi saat hati kita disakiti? Menurut Alkitab, kita perlu mengampuni. Efesus 4:32 menyatakan, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Kolose 3:13 mengatakan, "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kunci dalam kedua ayat ini adalah kita harus mengampuni orang lain sama seperti Tuhan telah mengampuni kita. Mengapa kita mengampuni? Karena kita telah diampuni!
Pengampunan adalah mudah jika kita hanya harus memberikannya kepada mereka yang datang memintanya dalam kesedihan dan penyesalan. Alkitab mengatakan kita harus mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita, tanpa syarat. Menolak mengampuni seseorang menunjukkan kebencian, kepahitan, dan kemarahan " dan tidak ada satupun dari semua ini yang pantas dimiliki oleh seorang Kristen. Dalam Doa Bapa Kami, kita meminta Tuhan mengampuni kesalahan-kesalahan kita, sama seperti kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita (Matius 6:12). Dalam Matius 6:14-15 Yesus berkata, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Dalam terang ayat-ayat lain yang berbicara mengenai pengampunan Tuhan, Matius 6:14-15 paling tepat dipahami sebagai mengatakan bahwa orang yang menolak mengampuni orang lain belum benar-benar mengalami pengampunan Tuhan untuk mereka.
Setiap kali kita tidak mencapai sasaran karena tidak menaati salah satu dari perintah-perintah Tuhan, kita berdosa kepada Tuhan. Ketika kita melukai hati orang lain, bukan saja kita berdosa kepada mereka, kita juga berdosa terhadap Tuhan. Ketika kita memperhatikan betapa luar biasanya belas kasihan Tuhan dalam mengampuni kita, kita menyadari bahwa kita tidak berhak menahan anugrah ini dari orang lain. Kita telah berdosa kepada Tuhan dengan cara yang jauh melampaui apapun yang orang lain dapat lakukan untuk melukai hati kita. Kalau Tuhan dapat mengampuni kita sedemikian rupa, bagaimana mungkin kita dapat menolak mengampuni orang lain yang bersalah begitu sedikit? Perumpamaan Yesus dalam Matius 18:23-35 adalah ilustrasi yang kuat sekali untuk kasus ini. Tuhan berjanji bahwa saat kita datang kepadaNya untuk mohon pengampunan, Dia akan memberikannya dengan bebas (1 Yohanes 1:9). Pengampunan yang kita berikan haruslah tanpa batas, sama seperti pengampunan Tuhan yang tanpa batas (Lukas 17:3-4).
Alkitab tidak memerintahkan orang-orang Kristen untuk berpuasa. Puasa bukanlah sesuatu yang dituntut atau diminta Allah dari orang-orang Kristen. Pada saat yang sama, Alkitab memperkenalkan puasa sebagai sesuatu yang baik, berguna dan perlu dilakukan. Kitab Kisah Rasul mencatat tentang orang-orang percaya yang berpuasa sebelum mereka mengambil keputusan-keputusan penting (Kisah Rasul 13:4; 14:23). Doa dan puasa sering dihubungkan bersama (Lukas 2:37; 5:33). Terlalu sering fokus dari puasa adalah tidak makan. Seharusnya tujuan dari puasa adalah melepaskan mata kita dari hal-hal duniawi dan berpusat pada Tuhan. Puasa adalah cara untuk mendemonstrasikan kepada Tuhan, dan kepada diri sendiri, bahwa Anda serius dalam hubungan Anda dengan Tuhan. Puasa menolong Anda untuk memperoleh perspektif baru dan memperbaharui ketergantungan pada Tuhan.
Sekalipun di dalam Alkitab puasa selalu berhubungan dengan tidak makan, ada cara-cara lain untuk berpuasa. Apapun yang dapat Anda tinggalkan untuk sementara demi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan dengan cara yang lebih baik dapat dianggap sebagai puasa (1 Korintus 7:1-5). Puasa perlu dibatasi waktunya, khususnya puasa makanan. Tidak makan dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak tubuh. Puasa bukan untuk menghukum tubuh Anda, tapi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan. Puasa tidak boleh dianggap sebagai salah satu "metode diet." Jangan berpuasa untuk menghilangkan berat badan, tapi untuk memperoleh persekutuan yang lebih dalam dengan Allah. Benar, siapa saja bisa berpuasa. Ada orang-orang yang tidak bisa puasa makan (penderita diabetes misalnya), tapi setiap orang dapat untuk sementara meninggalkan sesuatu demi untuk memfokuskan diri pada Tuhan.
Dengan mengalihkan mata dari hal-hal dunia ini, kita dapat memusatkan diri pada Kristus dengan lebih baik. Puasa bukanlah cara untuk membuat Tuhan melakukan apa yang kita inginkan. Puasa mengubah kita, bukan Tuhan. Puasa bukanlah cara untuk kelihatan lebih rohani dibanding orang lain. Puasa harus dilakukan dalam kerendahan hati dan dengan penuh sukacita. Matius 6:16-18 mengatakan, ""Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Setiap orang Kristen memiliki anggota keluarga, teman, rekan kerja atau kenalan yang bukan orang Kristen. Membagikan Injil dengan orang-orang lain selalu tidak mudah. Membagikan Injil bahkan lebih sulit lagi saat melibatkan orang yang dekat dengan kita. Alkitab mengatakan bahwa ada orang-orang yang akan tersinggung oleh Injil (Lukas 12:51-53). Tidak mudah untuk mengambil resiko menyinggung orang-orang yang dengannya kita sering berhubungan. Namun demikian, kita diperintahkan untuk membagikan Injil " tidak ada alasan untuk tidak berbuat demikian (Matius 28:19-20; Kisah Rasul 1:8; 1 Petrus 3:15).
Jadi bagaimana kita dapat menginjili anggota-anggota keluarga, teman-teman, rekan-rekan kerja dan kenalan-kenalan kita? Hal yang terpenting yang dapat kita lakukan adalah berdoa bagi mereka. Doakan bahwa Tuhan akan mengubah hati mereka dan membuka mata mereka (2 Korintus 4:4) pada kebenaran Injil. Doakan supaya Tuhan meyakinkan mereka bahwa akan kasihNya pada mereka dan kebutuhan mereka akan keselamatan di dalam Yesus Kristus (Yohanes 3:16). Doakan untuk hikmat dalam bagaimana Anda dapat melayani mereka (Yakobus 1:5). Selain berdoa, Anda perlu menghidupi kehidupan Kristiani yang saleh di depan mereka sehingga mereka dapat menyaksikan perubahan yang Alllah telah lakukan dalam hidup Anda (1 Petrus 3:1-2). Sebagaimana dikatakan oleh St. Francis dari Asisi pernah berkata, "Beritakan Injil setiap waktu, dan bilamana perlu, gunakan kata-kata."
Setelah semua ini, Anda perlu dengan sungguh-sungguh dan berani dalam memberitakan Injil. Beritakan berita keselamatan di dalam Yesus Kristus kepada teman-teman dan keluarga Anda (Roma 10:9-10). Selalu siap untuk berbicara mengenai iman Anda (1 Petrus 3:15), dengan penuh kelemahlembutan dan hormat. Yang paling utama, kita harus meninggalkan keselamatan dari orang-orang yang kita kasihi kepada Tuhan. Adalah kuasa dan anugrah Tuhan yang menyelamatkan orang dan bukan usaha kita. Yang dapat kita lakukan hanyalah berdoa bagi mereka, bersaksi kepada mereka dan menghidupi hidup Kristiani di depan mereka!
Dapatkah orang Kristen sejati bersifat duniawi? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita terlebih dahulu mendefinisikan istilah "duniawi." Kata "duniawi" diterjemahkan dari kata Yunani "sarkikos" yang secara harafiah berarti "kedagingan." Ini adalah kata yang muncul dalam konteks orang-orang Kristen dalam 1 Korintus 3:1-3. Dalam bagian ini Rasul Paulus menyebut para pembaca sebagai "saudara," istilah yang digunakan Paul hampir-hampir hanya untuk menunjuk pada orang-orang Kristen lainnya, dan kemudian menyebut mereka sebagai sebagai "duniawi." Karena itu kita dapat menyimpulkan bahwa orang Kristen dapat bersikap duniawi. Alkitab jelas sekali bahwa tidak seorangpun yang tanpa dosa (1 Yohanes 1:8). Setiap kali kita berdosa, kita bertindak secara duniawi.
Kunci yang perlu dipahami adalah bahwa sekalipun orang Kristen dapat, untuk suatu waktu, bersifat duniawi, orang Kristen sejati tidak akan bersikap duniawi seumur hidupnya. Ada orang yang menyalahgunakan konsep "orang Kristen duniawi" dengan mengatakan bahwa adalah mungkin untuk orang-orang datang dan beriman kepada Kristus dan terus hidup sampai mati dalam keadaan duniawi, tanpa ada bukti "kelahiran kembali" atau "ciptaan baru" (2 Korintus 5:17). Konsep ini sama sekali tidak Alkitabiah. Yakobus 2 amat jelas bahwa iman yang sejati selalu menghasilkan perbuatan. Efesus 2:8-10 menyatakan bahwa sekalipun kita diselamatkan oleh anugrah semata-mata melalui iman, keselamatan menghasilkan perbuatan. Dapatkah orang Kristen, pada saat gagal dan/atau memberontak nampak duniawi? Ya. Dapatkah orang Kristen sejati terus bersikap duniawi? Tidak.
Karena jaminan keselamatan adalah fakta Alkitab, orang Kristen duniawipun akan diselamatkan. Keselamatan tidak dapat hilang, karena keselamatan adalah anugrah Allah yang tidak akan ditarik kembali (lihat Yohanes 10:28; Roma 8:37-39, 1 Yohanes 5:13). Bahkan dalam 1 Korintus 3:15, orang Kristen duniawi dijamin keselamatannya, "Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api." Pertanyaannya sering kali bukanlah apakah orang itu kehilangan keselamatan, namun apakah orang itu betul-betul sudah selamat (1 Yohanes 2:19).
Bagi orang-orang Kristen yang kelakuannya bersifat duniawi, Allah dengan penuh kasih menghajar mereka (Ibrani 12:5-11), sehingga mereka dapat dipulihkan kembali kepada persekutuan yang erat dengan Dia dan dibina untuk menaati Dia. Keinginan Allah dalam menyelamatkan kita adalah supaya kita makin bertumbuh dekat kepada keserupaan dengan Kristus (Roma 12:1-12), menjadi makin rohani dan makin kurang duniawi, suatu proses yang dikenal sebagai penyucian. Sampai kita dilepaskan dari tubuh dosa, masih bisa muncul keduniawian. Namun bagi orang Kristen sejati di dalam Kristus, munculnya keduniawian ini bukanlah norma, tapi merupakan kekecualian.
Mungkin tidak ada tuduhan yang lebih provokatif daripada "munafik." Sayangnya, ada orang-orang yang merasa beralasan dalam pandangan mereka bahwa semua orang Kristen munafik. Kata "munafik" (Inggris: hypocrite) memiliki warisan yang kaya dalam Bahasa Inggris. Kata ini berasal dari Bahasa Latin hypocrises yang berarti "bersandiwara, berpura-pura." Lebih jauh lagi, kata ini ada dalam Bahasa Yunani Klasik dan Perjanjian Baru, dan mengandung makna yang sama " berperan, berpura-pura.
Ini adalah cara Tuhan Yesus menggunakan istilah ini. Misalnya ketika Kristus mengajarkan kepada umat kerajaan pentingnya doa, berpuasa dan memberi derma, Dia melarang kita dari mengikuti teladan orang-orang munafik (Matius 6:2, 5, 16). Dengan berdoa panjang di depan umum, melakukan segala macam cara untuk memastikan bahwa orang-orang lain tahu dan memperhatikan puasa mereka dan memamerkan hadiah mereka untuk Bait Suci dan orang-orang miskin, dari luar mereka kelihatan dekat kepada Tuhan. Ketika orang-orang Farisi berhasil dengan baik dalam penampilan mereka di mata umum mengenai nilai-nilai religi, mereka gagal total dalam hati mereka di mana nilai-nilai Yudeo-Kristen berdiam (Matius 23:13-33; Markus 7:20-23).
Yesus tidak pernah menyebut murid-murid-Nya munafik. Julukan itu hanya diberikan kepada para fanatik yang salah kaprah. Yesus menyebut kepunyaan-Nya "para pengikut," bayi-bayi," "domba-domba," dan "gereja"-Nya. Selain itu, dalam Perjanjian Baru juga ada peringatan mengenai kemunafikan (1 Petrus 2:1). Juga ada dua contoh jelas mengenai kemunafikan yang terjadi dalam gereja. Dalam Kisah 5:1-10 dua murid terbongkar bahwa mereka berpura-pura lebih dermawan dari pada yang sebenarnya. Konsekuensinya menyedihkan. Dan yang mengejutkan, Petrus dituduh mengepalai sekelompok orang munafik dalam cara mereka memperlakukan orang-orang percaya bukan Yahudi (Galatia 2:13).
Dari pengajaran Perjanjian Baru kita dapat menarik dua kesimpulan. Pertama, ada orang-orang munafik di antara orang-orang Kristen. Mereka ada sejak awal, dan mempertimbangkan perumpamaan Yesus mengenai gandum dan lalang, mereka masih tetap akan ada sampai akhir zaman (Matius 13:18-30). Lagipula, kalau seorang rasul saja bisa munafik, tidak ada alasan untuk percaya bahwa orang Kristen "biasa" bisa lepas dari itu. Kita harus selalu berjaga-jaga agar tidak jatuh dalam pencobaan yang sama (1 Korintus 10:12).
Tentu saja tidak semua orang yang mengaku Kristen betul-betul adalah Kristen. Mungkin semua atau kebanyakan dari orang-orang munafik di antara orang-orang Kristen adalah orang yang berpura-pura dan penipu.Sampai sekarang ini, pemimpin-pemimpin Kristen yang terkemuka telah jatuh dalam dosa yang menyedihkan. Skandal keuangan dan seksual kadang kelihatan menjadi wabah dalam komunitas Kristen. Namun demikian, daripada menggunakan perbuatan dari segelintir orang untuk merendahkan seluruh komunitas Kristen, patutlah ditanya apakah mereka yang mengaku Kristen, namun terbukti sebagai orang munafik, adalah betul-betul Kristen? Berbagai bagian Alkitab mengkonfirmasikan bahwa mereka yang betul-betul menjadi milik Kristus akan menunjukkan buah Roh (Galatia 5:22-23). Perumpamaan Yesus mengenai benih dan tanah dalam Matius 13 memperjelas bahwa tidak semua pengakuan iman adalah sesuatu yang sejati. Sayangnya, banyak yang mengaku menjadi milik-Nya akan terkejut ketika suatu hari mendengar Dia berkata kepada mereka, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23)
Kedua, sekalipun kita tidak seharusnya kaget bahwa orang-orang yang berpura-pura lebih suci dari pada sebenarnya mengaku diri sebagai orang Kristen, kita tidak boleh menyimpulkan bahwa gereja seluruhnya terdiri dari orang-orang munafik. Tentu kita bisa mengakui bahwa setiap kita yang datang kepada nama Yesus tetap adalah orang-orang berdosa bahkan ketika dosa kita diampuni. Sekalipun dosa-dosa kita diampuni dan kita diselamatkan dari hukuman kekal (Roma 5:1; 6:23), kita masih harus diselamatkan dan dilepaskan dari kehadiran dosa dalam hidup kita (1 Yohanes 1:8-9), termasuk dosa kemunafikan. Melalui iman hidup kita kepada Tuhan Yesus, kita akan terus mengalahkan kuasa dosa sampai akhirnya kita dilepaskan (1 Yohanes 5:4-5).
Semua orang Kristen gagal untuk hidup secara sempurna sesuai dengan standar pengajaran Alkitab. Tidak ada orang Kristen yang secara sempurna menjadi serupa dengan Kristus. Namun demikian, ada BANYAK orang-orang Kristen yang dengan sungguh-sungguh berusaha menghidupi kehidupan Kristen dan makin bersandar pada kuasa Roh Kudus untuk meyakinkan, merubah dan memberi mereka kuasa untuk melakukannya. Ada banyak orang Kristen yang hidup dengan cara yang bebas dari skandal. Tidak ada orang Kristen yang sempuna, tetapi melakukan kesalahan dan gagal mencapai kesempurnaan dalam hidup ini tidaklah sama dengan bersikap munafik.
Masa-masa kesedihan dan depresi dapat memasuki kehidupan orang Kristen yang paling beribadah sekalipun. Kita melihat banyak contoh semacam ini dalam Alkitab. Ayub berharap dia tidak pernah dilahirkan (Ayub 3:11), Daud berdoa supaya dia pergi ke tempat di mana dia tidak harus berhadapan dengan realita (Mazmur 55:6-8). Elia, bahkan setelah mengalahkan 450 nabi Baal dengan api yang diperintahkan dari Surga (1 Raja-Raja 18:16-46), melarikan diri ke padang gurun dan minta Allah mengambil hidupnya (1 Raja-Raja 19:3-5).
Jadi bagaimana kita dapat mengatasi masa-masa tidak adanya sukacita ini? Kita bisa melihat bagaimana orang-orang yang sama mengatasi serangan depresi mereka. Ayub mengatakan jika kita berdoa dan mengingat berkat-berkat kita, Allah akan memulihkan sukacita dan kebenaran (Ayub 33:26). Daud menuliskan bahwa mempelajari Firman Allah dapat memberikan sukacita (Mazmur 19:8). Daud juga menyadari bahwa dia perlu lebih sering memuji Allah meskipun berada di tengah kekecewaan (Mazmur 42:5). Dalam kasus Elia, Allah membiarkan dia beristirahat untuk beberapa lama dan kemudian mengirimkan seseorang, Elisa, untuk melayani dia (1 Raja-Raja 19:19-21). Pada zaman sekarang kita juga membutuhkan teman-teman yang dengannya kita dapat berbagi kepedihan dan sakit hati kita (Pengkhotbah 4:9-12). Coba bagikan apa yang Anda rasakan dengan sesama orang Kristen yang Anda hormati. Anda mungkin akan terkejut mendapatkan bahwa mereka juga pernah menggumuli beberapa hal yang sama dengan yang Anda sementara alami.
Yang lebih penting lagi adalah berpusat pada diri sendiri, masalah kita, keperihan kita, dan khususnya masa lalu kita tidak akan pernah menghasilkan sukacita rohani yang sejati. Sukacita tidak didapatkan dalam materialisme, tidak diperoleh dalam psikoterapi, dan sudah jelas tidak didapatkan dalam obsesi terhadap diri sendiri. Kita, yang menjadi milik Tuhan, "bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah" (Filipi 3:3). Mengenal Kristus adalah memahami diri kita dengan sebenarnya, dan pemahaman rohani yang sejati kepada Kristus, sehingga tidak mungkin untuk memuliakan diri sendiri, hikmat kita, kekuatan, kekayaan, atau kebaikan kita, tapi hanya di dalam Kristus, dalam hikmat dan kuasa-Nya, dalam kekayaan dan kebaikan-Nya, dan dalam diri-nya saja. Berdiamlah di dalam Dia, dalam Firman-Nya, dan berusaha untuk mengenal Dia dengan lebih dekat. Kalau kita berdiam di dalam Dia, Dia berjanji bahwa "sukacitamu akan penuh" (Yohanes 15:1-11).
Akhirnya, ingat bahwa hanyalah melalui Roh Kudus Allah kita dapat memperoleh sukacita sejati (Mazmur 51:11-12, Galatia 5:22, 1 Tesalonika 1:6). Tidak ada yang dapat kita lakukan tanpa kuasa Allah (2 Korintus 12:10, 13:4). Bahkan, makin kita berusaha mendapat sukacita dengan cara kita sendiri, makin susahlah kita. Beristirahatlah dalam tangan Tuhan (Matius 11:28-30) dan carilah wajah-Nya melalui doa dan Kitab Suci. "Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan" (Roma 15:13).
Mazmur 19:15 menyatakan, "Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan (Inggris: meditasi) hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku." Kalau begitu apa itu meditasi Kristen dan bagaimana seharusnya orang Kristen bermeditasi? Ketika kata "meditasi" digunakan sekarang ini, biasanya terkandung makna mistis di dalamnya. Bagi sebagian orang, meditasi adalah menjernihkan pikiran sambil duduk dalam posisi yang tidak lumrah. Bagi yang lainnya, meditasi adalah berhubungan dengan dunia roh di sekeliling kita. Konsep-konsep semacam ini jelaslah bukan meditasi Kristen.
Meditasi Kristen tidak ada sangkut pautnya dengan praktek-praktek yang memiliki mistisisme Timur sebagai dasarnya. Praktek-praktek itu meliputi lectio divina, meditasi transendental, dan berbagai bentuk yang disebut sebagai "doa kontemplasi." Semua ini pada intinya adalah premis yang berbahaya bahwa kita perlu "mendengar suara Allah," bukan melalui Firman-Nya, namun melalui wahyu khusus melalui meditasi. Beberapa gereja dipenuhi dengan orang-orang yang berpikir bahwa mereka mendengar "Firman dari Tuhan," sering secara berkontradiksi dan akibatnya mengakibatkan perpecahan dalam Tubuh Kristus. Orang-orang Kristen tidak boleh mengabaikan Firman Allah, yang "diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2Timotius 3:16-17). Kalau Alkitab sudah cukup untuk memperlengkapi kita secara menyeluruh untuk setiap perbuatan baik, bagaimana mungkin kia berpikir bahwa kita perlu mencari pengalaman mistis?
Bagi seorang Kristen, meditasi semata-mata hanyalah pada Firman Allah dan apa yang dinyatakan mengenai Dia. Daud memahami hal ini dan menggambarkan bahwa orang yang "berbahagia" adalah orang "yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam" (Mazmur 1:2). Meditasi Kristen yang sejati adalah proses pikiran secara aktif (memikirkan), di mana kita mendedikasikan diri untuk mempelajari Firman Allah, mendoakan, dan meminta Allah memberi kita pengertian melalui Roh yang telah berjanji untuk memimpin kita ke dalam "seluruh kebenaran" (Yohanes 16:13). Kemudian kita menerapkan kebenaran ini, mendedikasikan diri kita kepada Kitab Suci sebagai pedoman hidup dan perbuatan sehari-hari. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan rohani dan kedewasaan dalam hal-hal yang berhubungan dengan Allah sebagaimana kita diajarkan oleh Roh Kudus-nya. Itulah meditasi Kristen.
Rasul Paulus menulis: "Supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian" (Ef 1:6-8). Hal ini berbicara mengenai keselamatan, di mana Allah telah mengambil dosa-dosa kita dan menyingkirkannya dari kita, "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita" (Mzm 103:12). Ini adalah pengampunan judisial yang Allah berikan kepada kita saat kita menerima Anak-Nya Yesus Kristus. Semua dosa pada masa lalu, sekarang dan akan datang sudah diampuni secara judisial, artinya kita tidak perlu lagi menanggung hukuman kekal karena dosa-dosa kita. Kita sering masih akan menanggung akibat dari dosa-dosa kita ketika kita masih di dunia yang kemudian menghasilkan pertanyaan ini.
Perbedaan antara ayat ini dan ayat dalam 1 Yohanes adalah bahwa Yohanes membicarakan apa yang kita sebut sebagai pengampunan "kekeluargaan" " seperti antara ayah dan anak. Misalnya, Anda bersalah terhadap ayah Anda " gagal memenuhi harapan atau peraturannya " hubungan Anda terhalang, namun Anda tetap adalah anak. Hubungan itu terhalang sampai Anda mengakui kepada ayah bahwa Anda telah bersalah. Demikian pula halnya dengan Allah, hubungan Anda dengan-Nya akan terhalang sampai Anda mengakui dosa itu. Kemudian hubungan itu akan dipulihkan. Ini adalah pengampunan "relasional."
Pengampunan secara "kedudukan" adalah apa yang diperoleh oleh setiap orang percaya di dalam Kristus. Dalam kedudukan kita sebagai anggota-anggota tubuh Kristus, semua dosa yang pernah dan akan kita lakukan telah diampuni. Harga yang telah Kristus bayar di atas salib telah memuaskan murka Allah terhadap dosa, dan tidak ada korban atau bayaran yang diperlukan lagi. Ketika Yesus bersabda, "Sudah selesai," Dia sungguh-sungguh. Pengampunan secara kedudukan diberikan pada waktu itu.
Pengakuan dosa, menurut Yohanes 1:9, akan menghindarkan kita dari penghajaran Tuhan. Kalau kita lalai dalam mengakui dosa, hajaran Tuhan pasti akan menimpa kita sampai kita mengakuinya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dosa-dosa kita telah diampuni pada saat keselamatan (pengampunan secara kedudukan), namun hubungan kita dengan Allah secara sehari-hari harus tetap dipertahankan, dan hal ini tidak akan terjadi kalau masih ada dosa yang belum diakui (pengampunan secara relasional). Karena itu kita perlu mengakui dosa-dosa kita saat itu terjadi supaya hubungan yang benar dengan Allah terus terpelihara.
Kata "legalisme" tidak muncul dalam Alkitab. Ini adalah istilah yang digunakan oleh orang-orang Kristen Injili untuk menjelaskan posisi doktrin yang menekankan sistem peraturan dan hukum untuk memperoleh keselamatan dan pertumbuhan rohani. Kaum legalis percaya bahwa ketaatan secara ketat terhadap peraturan dan ketetapan merupakan suatu tuntutan. Secara doktrin, ini adalah pandangan yang pada hakikatnya berlawanan dengan anugrah. Mereka yang berpegang pada pandangan legalistik bahkan bisa gagal melihat tujuan utama dari Taurat, khususnya tujuan dari Taurat Musa Perjanjian Lama, yang adalah "penuntun" atau "guru" yang membawa kita kepada Kristus (Gal 3:24).
Pada hakikatnya legalisme berlawanan dengan bersikap murah hati, dan bahkan orang-orang percaya sekalipun dapat bersikap legalistik. Kita dinasihati untuk berlaku murah hati satu dengan yang lainnya, "Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya" (Rm 14:1). Sayangnya, ada orang-orang yang bersiteguh soal pandangan eskatologis mereka sehingga mereka akan mengusir Anda dari persekutuan mereka tanpa mengizinkan Anda mengungkapkan pendapat yang berbeda. Itu juga adalah legalisme. Banyak orang-orang percaya yang legalistik pada zaman sekarang yang melakukan kesalahan dengan menuntut ketaatan tanpa syarat pada penafsiran mereka akan Alkitab dan bahkan pada tradisi mereka sendiri. Misalnya, ada orang-orang yang beranggapan bahwa untuk menjadi seorang yang rohani, seseorang harus menghindari tembakau, minuman beralkohol, dansa dansi, bioskop, dll. Sebenarnya, menghindari semua ini tidak menjamin kerohanian.
Untuk menghindari jatuh ke dalam jebakan legalism, kita dapat mulai dengan berpegang teguh pada kata-kata dari Rasul Yohanes, "Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus" (Yoh 1:17), dan ingat untuk bersikap murah hati, khususnya kepada saudara/i seiman kita di dalam Kristus. "Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri" (Roma 14:4). "Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah" (Rm 14:10)
Suatu peringatan diperlukan di sini. Sementara kita perlu bersikap murah hati satu dengan yang lainnya dan bersikap tenggang rasa terhadap hal-hal yang masih perlu diperdebatkan, kita tidak boleh menerima ajaran sesat. Kita dinasihati untuk berpegang teguh pada iman yang dipercayakan pada orang-orang suci (Yudas 1:3). Kalau kita mengingat pedoman-pedoman ini dan menerapkannya dengan kasih dan kemurahan, kita akan aman dari legalisme dan ajaran sesat. "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia" (1Yoh 4:1-3).
Ketika seseorang dilahirkan kembali, dia menerima Roh Kudus yang memeteraikan orang percaya itu untuk hari penebusan (Efesus 1:13, 4:30). Yesus berjanji bahwa Roh Kudus akan memimpin kita ke dalam "seluruh kebenaran" (Yohanes 16:13). Roh Kudus memimpin kita dengan mengambil hal-hal dari Allah dan menerapkannya kepada kehidupan kita. Ketika itu terjadi, orang percaya memutuskan untuk mengizinkan Roh Kudus menguasai dia. Spiritualitas Kristiani adalah berdasarkan sampai sejauh mana orang percaya yang sudah dilahirkan kembali mengizinkan Roh Kudus memimpin dan menguasai hidupnya.
Rasul Paulus memberitahukan orang-orang percaya untuk "dipenuhi" oleh Roh Kudus. "Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh" (Efesus 5:18). Penuh dengan Roh berarti mengizinkan Roh Kudus menguasai kita dan bukan menaklukkan diri kepada keinginan duniawi kita. Dalam ayat di atas ada perbandingan. Ketika seseorang dikuasai oleh anggur, mereka mabuk dan memperlihatkan karakteristik tertentu seperti kata-kata yang tidak jelas, sempoyongan, dan tidak mampu membuat keputusan. Sebagaimana seseorang yang mabuk bisa kelihatan dengan jelas karena karakteristik yang diperlihatkannya, seorang percaya yang lahir kembali dan dikuasai oleh Roh Kudus akan menyatakan karakteristik-karakteristik-Nya. Kita dapat menemukan karakteristik-karakteristik itu dalam Galatia 5:22-23 di mana itu dinamakan "buah Roh." Ini adalah karakter Kristiani, dihasilkan oleh roh yang bekerja di dalam dan melalui orang percaya. Karakter ini bukan hasil dari upaya sendiri. Seorang percaya yang lahir kembali yang dikuasai oleh Roh Kudus akan menunjukkan kata-kata yang sehat, kehidupan rohani yang konsisten dan pengambilan keputusan berdasarkan Firman Allah.
Karena itu, spiritualitas Kristiani adalah pilihan yang kita ambil untuk "mengenal dan bertumbuh" dalam hubungan sehari-hari dengan Tuhan Yesus Kristus dengan menaklukkan diri kepada pelayanan Roh Kudus dalam kehidupan kita. Hal ini berarti bahwa sebagai orang-orang percaya, kita memutuskan untuk menjaga agar komunikasi kita dengan Roh Kudus tetap terbuka melalui pengakuan dosa (1 Yohanes 1:9). Ketika kita mendukakan Roh Kudus dengan berdosa (Efesus 4:30; 1 Yohanes 1:5-8), kita mendirikan penghalang antara kita dan Allah. Ketika kita tunduk kepada pelayanan Roh Kudus, hubungan kita tidak akan dipadamkan (1 Tesalonika 5:19). Spiritualitas Kristiani adalah kesadaran persekutuan dengan Roh Kristus yang tidak terputus oleh kedagingan dan dosa. Karena itu, spiritualitas Kristiani adalah orang percaya yang sudah dilahirkan kembali yang memutuskan secara konsisten dan terus menerus untuk berserah pada pelayanan Roh Kudus.
Rasul Paulus menjawab pertanyaan yang amat serupa dalam Roma 6:1-2, "Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?" Konsep bahwa seseorang bisa percaya kepada Yesus Kristus untuk keselamatan dan kemudian terus hidup sebagaimana sebelumnya adalah konsep yang asing bagi Alkitab. Orang-orang percaya di dalam Kristus adalah ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Roh Kudus mengubah kita dari menghasilkan buah kedagingan (Galatia 5:19-21) menjadi menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22-23). Kehidupan Kristiani adalah kehidupan yang berubah.
Apa yang membedakan keKristenan dari agama-agama dunia lainnya adalah bahwa keKristenan adalah berdasarkan pada apa yang Allah telah kerjakan bagi kita di dalam Kristus. Semua agama dunia lainnya adalah berdasarkan apa yang harus kita kerjakan untuk mendapatkan perkenan dan pengampunan Allah. Setiap agama dunia mengajarkan bahwa kita harus melakukan sesuatu dan berhenti melakukan yang lainnya untuk dapat memenangkan kasih dan kemurahan Allah. KeKristenan, iman di dalam Kristus mengajarkan bahwa kita bisa melakukan hal-hal tertentu dan berhenti melakukan hal-hal tertentu karena apa yang Kristus telah kerjakan bagi kita.
Bagaimana mungkin seseorang, setelah dibebaskan dari hukuman dosa, neraka, kembali hidup dalam kehidupan yang sama yang dulunya menuntun mereka dalam jalan ke neraka? Bagaimana mungkin, seseorang yang menyadari betapa besarnya penderitaan Kristus bagi dosa-dosa kita, dapat terus berbuat dosa seolah-olah penderitaan Kristus tidak ada artinya?
Roma 6:11-15 menyatakan, "Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!"
Bagi orang-orng Kristen yang sungguh-sungguh bertobat, terus menerus berbuat dosa bukanlah suatu pilihan. Karena pertobatan kita menghasilkan natur yang sama sekali baru, keinginan kita bukan lagi untuk hidup dalam dosa. Ya, kita masih berbuat dosa, namun bukan tenggelam di dalamnya sebagaimana kita dulu, kita sekarang membencinya dan ingin bebas daripadanya. Konsep "ambil keuntungan" dari pengorbanan Kristus untuk kita dengan cara terus berdosa sama sekali tidak terbayang. Kalau seseorang percaya bahwa dia adalah seorang Kristen dan tetap ingin hidup dalam kehidupan lama yang berdosa, dia beralasan untuk meragukan keselamatannya. "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5).
Frasa "seluruh senjata Allah" berasal dari Efesus 6:13-17: "Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah."
Efesus 6:12 dengan jelas mengindikasikan bahwa konflik dengan Iblis adalah bersifat rohani, dan karena itu tidak ada senjata yang nyata yang dapat digunakan secara efektif untuk melawan dia dan antek-anteknya. Kita tidak diberikan daftar terinci mengenai taktik-taktik apa yang akan digunakan oleh Iblis. Namun demikian, bagian ini cukup jelas bahwa ketika kita mengikuti semua petunjuk dengan setia, kita akan dapat bertahan, dan dapat memperoleh kemenangan tanpa memperdulikan strategi apapun dari Iblis.
Elemen pertama dari senjata kita adalah kebenaran (ayat 14). Ini dapat dengan mudah dimengerti karena Iblis dikatakan sebagai "bapa dari segala dusta" (Yohanes 8:44). Kebohongan berada pada urutan atas dari hal-hal yang dipandang najis oleh Allah. "Lidah yang berdusta" adalah salah satu dari hal-hal yang digambarkan-Nya sebagai "kekejian bagi-Nya" (Amsal 6:16-17). Karena itu kita dinasihati untuk mengenakan kebenaran untuk penyucian dan pembebasan kita, dan juga bagi orang-orang yang kepada mereka kita bersaksi.
Juga dalam ayat 14 kita diberitahukan untuk mengenakan baju zirah keadilan. Baju zirah melindungi organ-organ vital seorang pahlawan dari serangan di mana kalau tidak akan berakibat fatal. Keadilan ini bukanlah keadilan yang dihasilkan oleh manusia. Namun ini adalah keadilan dari Kristus, diberikan oleh Allah dan diterima melalui iman, yang melindungi hati kita dari segala tuduhan dan dakwaan Iblis dan melindungi bagian hidup kita yang paling dalam dari serangan-serangannya.
Ayat 15 berbicara mengenai persiapan kaki untuk konflik rohani. Dalam peperangan kadang-kadang musuh menempatkan rintangan yang berbahaya di jalan kita. Konsep mengenai Injil damai sejahtera sebagai kasut memberitahukan bahwa kita perlu maju ke dalam wilayah Iblis, sadar bahwa akan ada jebakan, dengan berita anugrah yang begitu penting untuk memenangkan jiwa bagi Kristus. Iblis menempatkan banyak rintangan di jalan untuk menghentikan kemajuan Injil.
Perisai iman yang dibicarakan dalam ayat 16 mengakibatkan keragu-raguan yag ditaburkan Iblis mengenai kesetiaan Allah dan Firman-Nya menjadi tidak efektif lagi. Iman kita " di mana Kristus yang "memimpin dan menyempurnakan" (Ibrani 12:2) " adalah bagaikan perisai emas, berharga, kokoh dan penting.
Ketopong keselamatan dalam ayat 17 adalah perlindungan untuk kepala, mempertahankan bagian kritis dari tubuh. Kita dapat mengatakan bahwa cara berpikir kita perlu dilindungi. Kepala adalah pusat dari pikiran yang di mana setelah Injil pengharapan hidup kekal yang sejati telah ditanamkan tidak akan menerima doktrin yang salah atau menyerah pada pencobaan Iblis. Orang yang belum selamat tidak ada harapan untuk dapat menolak serangan doktrin yang salah karena dia tidak memiliki ketopong keselamatan dan pikirannya tidak mampu membedakan kebenaran rohani dan kebenaran palsu.
Ayat 17 menafsirkan sendiri apa arti dari pedang Roh " itu adalah Firman Allah. Sementara senjata-senjata rohani lainnya bersifat mempertahankan diri, pedang roh adalah satu-satunya senjata penyerang dalam senjata Allah. Ini berbicara mengenai kesucian dan kuasa Firman Allah. Tidak ada senjata lain yang lebih ampuh. Dalam pencobaan Yesus di padang belantara, Firman Allah selalu menjadi tanggapan-Nya terhadap Iblis. Sungguh suatu berkat bahwa Firman yang sama tersedia untuk kita.
Dalam ayat 18 kita diminta untuk berdoa dalam Roh (yaitu dengan pikiran Kristus, dengan hati-Nya dan dengan prioritasn-Nya) selain mengenakan seluruh senjata Allah. Kita tidak boleh mengabaikan doa, karena itu adalah cara kita mendapatkan kekuatan rohani dari Allah. Tanpa doa, tanpa bersandar pada Allah, usaha kita dalam peperangan rohani kosong dan sia-sia adanya. Seluruh senjata Allah " kebenaran, keadilan, Injil, iman, keselamatan, Firman Allah, dan doa " adalah alat-alat yang telah diberikan Allah kepada kita, yang mana melaluinya kita dapat menang secara rohani, mengalahkan serangan dan pencobaan Iblis.
Hajaran dari Tuhan adalah fakta yang sering diabaikan dalam hidup orang-orang percaya. Kita sering mengeluh mengenai keadaan kita tanpa menyadari bahwa itu adalah konsekwensi dari dosa kita sendiri, dan adalah bagian dari hajaran yang penuh kasih dan kemurahan dari Allah untuk dosa itu. Ketidakpedulian yang berpusat pada diri sendiri ini dapat mengakibatkan terbentuknya kebiasaan berdosa dalam kehidupan orang percaya yang bahkan akan membutuhkan hajaran yang lebih berat.
Hajaran tidak boleh disamakan dengan hukuman yang tanpa perasaan. Hajaran Allah adalah respon kasih-Nya kepada kita, dan kerinduan-Nya agar kita semua suci. "Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi" (Amsal 3:11-12). Allah menggunakan ujian, pencobaan, dan berbagai kesulitan untuk mempertobatkan kita kembali kepada-Nya. Hasil dari hajaran ini adalah iman yang lebih kokoh dan hubungan yang diperbaharui dengan Allah (Yakobus 1:2-4), termasuk hancurnya cengkeraman dosa itu dalam hidup Anda.
Dosa yang berkelanjutan, yang terbiasa, atau "yang parah" sering kali harus dihadapi dengan cara yang lebih keras. Anda mungkin tidak akan kehilangan pahala yang Anda raih ketika berada di dunia, tapi mungkin Anda tidak akan ada di dunia untuk jangka waktu yang lama! Bacalah 1 Korintus 10:6-10, 1 Korintus 11:28-30, I Yohanes 5:16-17 dan kisah Ananias dan Safira dalam Kisah 5. Dalam semua kasus ini dosa mengakibatkan kematian. Ini ekstrim, namun jelas merupakan sesuatu yang perlu dipertimbangkan sebelum menyerahkan diri kepada kebiasaan dosa.
Hajaran Allah adalah untuk kebaikan kita sendiri, agar Dia dipermuliakan dalam kehidupan kita. Dia ingin kita menunjukkan kehidupan yang suci, hidup yang mencerminkan natur baru yang Allah telah berikan kepada kita: "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus" (1 Petrus 1:14-16). Kalau kita berdosa tanpa menyesal kita bisa berharap untuk dihajar. Namun demikian, kerasnya hajaran adalah bagaikan mengasah permata yang kasar, karena kita akan dihaluskan dan dikuatkan. Mengabaikan hajaran Allah dan terus berdosa akan menghasilkan hajaran lebih lanjut, kesulitan yang lebih besar, dan pada akhirnya, kematian.
Setiap orang telah berdosa dan salah satu akibat dosa adalah rasa bersalah. Kita bisa bersyukur untuk rasa bersalah karena hal itu mendorong kita untuk mendapatkan pengampunan. Saat seseorang berbalik dari dosa kepada Yesus Kristus dalam iman, dosanya diampuni. Penyesalan adalah bagian dari iman yang menuntun kepada keselamatan (Matius 3:2; 4:17; Kisah Rasul 3:19).
Di dalam Kristus, dosa yang paling keji sekalipun dihapuskan (lihat 1 Korintus 6:9-11 untuk daftar dari perbuatan-perbuatan tercela yang diampuni). Keselamatan adalah berdasarkan anugrah, dan anugrah mengampuni. Setelah seseorang diselamatkan, dia masih akan berdosa. Ketika dia berdosa, Allah masih menjanjikan pengampunan. "Jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil" (1 Yohanes 2:1).
Namun demikian, kebebasan dari dosa tidak selalu berarti kebebasan dari perasaan bersalah. Sekalipun dosa kita sudah diampuni, kita masih mengingatnya. Kita juga memiliki musuh rohani yang disebut "pendakwa saudara-saudara kita" dalam Wahyu 12:10, yang tidak putus-putusnya mengingatkan kita akan kegagalan-kegagalan, kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa kita. Ketika seorang Kristen mengalami perasaan bersalah, dia harus melakukan hal-hal berikut ini:
1). Akui semua dosa yang diketahui yang sebelumnya belum diakui. Dalam kasus-kasus tertentu, perasaan bersalah adalah pantas karena pengakuan diperlukan. Banyak kali kita merasa bersalah karena kita bersalah! (Lihat penjabaran Daud mengenai kesalahan dan penyelesaiannya dalam Mazmur 32:3-5).
2). Minta Tuhan mengungkapkan dosa apa saja yang masih perlu diakui. Beranilah untuk bersikap sama sekali terbuka dan jujur di hadapan Allah. "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong" (Mazmur 139:23-24a).
3). Percaya pada janji Allah bahwa Dia akan mengampuni dosa dan menyingkirkan kesalahan berdasarkan darah Kristus (1 Yohanes 1:9; Mazmur 85:2; 86:5; Roma 8:1).
4). Ketika perasaan bersalah muncul untuk dosa-dosa yang telah diakui dan diampuni, tolak perasaan-perasaan semacam itu sebagai rasa bersalah yang keliru. Allah berpegang pada janji-Nya untuk mengampuni. Baca dan renungkan Mazmur 103:8-12.
5). Minta pada Tuhan untuk menegur Iblis pendakwa Anda, dan mintalah Tuhan untuk memulihkan sukacita yang datang bersama dengan kebebasan dari rasa bersalah.
Mazmur 32 merupakan kajian yang amat bermanfaat. Walaupun Daud telah berdosa luar biasa, dia mendapatkan kebebasan dari dosa dan perasaan bersalah. Dia menghadapi penyebab kesalahan dan realitas pengampunan. Mazmur 51 adalah bagian Alkitab lain yang baik untuk diteliti. Penekanan di sini adalah pengakuan dosa, ketika Daud memohon kepada Allah dari hati yang penuh kesalahan dan kesediahan. Pemulihan dan sukacita adalah hasilnya.
Akhirnya, jika dosa sudah diakui, disesali dan diampuni, saatnya untuk melangkah maju. Ingat bahwa kita yang telah datang kepada Kristus telah dijadikan ciptaan baru di dalam Dia. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Bagian dari "yang lama" yang telah "berlalu" (dalam versi King James "telah lewat") adalah kenangan akan dosa-dosa masa lampau dan rasa bersalah yang dihasilkannya. Sayangnya, beberapa orang Kristen rentan terhadap kenangan hidup masa lampau yang berdosa, kenangan-kenangan yang seharusnya sudah mati dan dikuburkan sejak lama. Ini tidak ada gunanya dan bertentangan dengan kehidupan Kristen yang berkemenangan yang Allah inginkan bagi kita. Pepatah yang bijak mengatakan, "Kalau Allah telah menyelamatkan Anda dari kubangan, jangan terjun dan berenang lagi di dalamnya."
Menurut 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." Ada dua kata bahasa Yunani yang diterjemahkan "baru" dalam Alkitab. Yang pertama adalah neos yang merujuk pada sesuatu yang baru saja dibuat, namun sudah ada lainnya yang serupa. Kata yang diterjemahkan baru dalam ayat ini adalah kata kainos yang berarti sesuatu yang dibuat tanpa ada yang serupa yang pernah ada. Di dalam Kristus kita dijadikan ciptaan yang sama sekali baru, sebagaimana pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi-Allah menciptakannya dari yang tidak ada, dan demikian pula dengan kita. Dia bukan hanya membersihkan diri kita yang lama; Dia membuat kita sama sekali baru dan diri yang baru ini adalah bagian dari Kristus sendiri. Ketika kita ada di dalam Kristus, kita "mendapat bagian dalam kodrat illahi" (2 Petrus 1:4). Allah sendiri, berdiam di dalam hati kita. Kita ada di dalam Kristus, dan Dia di dalam kita.
Ketika kita ada di dalam Kristus dan Dia di dalam kita, kita diregenerasikan, diperbaharui, dan dilahirkan kembali, dan ciptaan baru ini berpusat pada hal-hal rohani, sementara natur yang lama berpusat pada hal-hal yang duniawi. Natur baru adalah dalam persekutuan dengan Allah, taat kepada kehendak-Nya dan diabdikan untuk melayani Dia. Ini adalah hal-hal yang natur lama tidak mampu lakukan atau bahkan tidak memiliki niat. Natur lama mati kepada hal-hal dari roh dan tidak dapat membangkitkan diri sendiri. Natur itu "mati dalam pelanggaran dan dosa-dosa" (Efesus 2:1), dan hanya dapat dihidupkan kembali dengan dengan kebangkitan supranatural yang terjadi ketika kita datang kepada Kristus dan didiami oleh-Nya. Dia memberi kita natur yang sama sekali baru dan suci serta hidup yang tidak dapat rusak. Hidup kita yang lama, yang sebelumnya mati terhadap Allah karena dosa, dikuburkan, dan kita dibangkitkan untuk "hidup dalam hidup yang baru" (Roma 6:4).
Di dalam Kristus kita dipersatukan dengan Dia dan bukan lagi hamba-hamba dosa (Roma 6:5-6); dihidupkan bersama dengan Kristus (Efesus 2:5); menjadi serupa dengan gambar-Nya (Roma 8:29); bebas dari hukuman dan tidak berjalan menurut daging, namun menurut Roh (Roma 8:10, dan menjadi anggota tubuh Kristus bersama dengan orang-orang percaya lainnya (Roma 12:5). Orang-orang percaya sekarang memiliki hati yang baru (Yehezkiel 11:19), dan diberkati dengan "segala berkat rohani di dalam sorga" (Efesus 1:3).
Kita mungkin akan memikirkan mengapa kita sering tidak hidup dengan cara yang digambarkan sekalipun kita telah memberi hidup kita kepada Kristus dan kita yakin akan keselamatan kita. Hal ini adalah karena natur baru kita mendiami tubuh jasmani kita yang lama dan keduanya bertentangan satu dengan yang lainnya. Natur lama sudah mati, namun natur baru masih memerangi "kemah" lama yang didiaminya. Kejahatan dan dosa masih ada, namun seorang percaya kini melihatnya dengan perspektif baru, dan tidak lagi dikendalikan oleh kejahatan dan dosa sebagaimana dulu. Di dalam Kristus kita kini bisa memilih untuk menolak dosa, sementara dalam natur yang lama kita tidak sanggup. Sekarang kita bisa memilih mau memberi makan kepada natur baru melalui Firman Tuhan, doa dan ketaatan, atau memberi makan kepada daging dengan mengabaikan hal-hal itu dan terlibat dalam dosa.
Ketika kita berada di dalam Kristus, "Dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita" (Roma 8:37) dan dapat bersukacita dalam Juruselamat kita yang telah memungkinkan segalanya! Di dalam Kristus kita dikasihi, diampuni, dan dijanjikan keselamatan. Di dalam Kristus kita diangkat anak, dibenarkan, ditebus, diperdamaikan, dan dipilih. Di dalam Kristus kita menang, penuh dengan sukacita dan damai, diberikan makna kehidupan yang sejati. Betapa luar biasanya Kristus sebagai Juruselamat!