by George Ford
Kemudian Yesus dan murid-muridNya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-muridNya, kataNya: “kata orang, siapakah Aku ini ?” jawab mereka: “ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan seorang dari para nabi.” Ia berkata kepada mereka: “tetapi apa katamu, siapakah Aku ini ?” maka jawab Petrus: “Engkau adalah Mesias!” lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia (Markus 8:27-30).
Kristus dan murid-muridNya mengadakan perjalanan ke utara, perjalanan yang memakan waktu sekitar dua hari, ke kaki gunung Hermon dekat Kaisarea Filipi. Di sana, Dia mengajukan kepada mereka pertanyaan ini: “menurut kata orang, siapakah Aku ini?”. Sebagaimana biasa, Dia tidak bermaksud untuk mengajukan pertanvaan guna mencari tahu secara langsung tetapi pertanyaan yang akan mendatangkan manfaat bagi orang-orang yang Dia tanya. Dia mau agar mereka memberikan keterangan kepadaNya bagaimana pendapat orang-orang tentang Dia sebagai Anak Manusia, karena orang banyak hanya dapat melihat kemanusiaanNya. Murid-murid memberitahu Dia bahwa orang banyak kebingungan sehubungan dengan diriNya. Mereka menganggap Dia sebagai seorang nabi baru. Mereka mengira Dia sebagai Elia, Yeremia, Yohanes Pembaptis, atau salah seorang dari para nabi. Nampaknya tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa Dia adalah Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan.
Inikah hasil dari pelayananNya selama tiga tahun ? apakah semua jerih-payahNya menjadi
sia-sia ? Yohanes, murid yang dikasihi, adalah benar ketika dia berkata, “terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yohanes 1:5). Sesudah Dia memberi makan lima ribu orang, kumpulan orang banyak itu mengatakan bahwa salah satu dari para nabi di zaman dahulu sudah hidup kembali. Dengan perkataan ini mereka menunjuk pada seorang nabi yang dimaksudkan sebagai yang mendahului kedatangan Kristus dan memberitakan kedatanganNya (lihat Maleakhi 3:1 ; 4:5).
Pertanyaan Kristus mengenai bagaimana pendapat orang-orang mengenai dia merupakan perkenalan pada pertanyaan yang lebih penting tentang apa yang pengikut-pengikutNya, orang-orang yang masih tetap tinggal sesudah orang banyak mengundurkan diri, pikirkan tentang Dia. Sesudah selama tiga tahun mengajar dan melatih, saatnya tiba untuk menguji pengertian mereka tentang pribadiNya. Oleh karena itu, Dia bertanya kepada mereka siapa Dia menurut pemikiran mereka dengan tanpa membatasi pertanyaanNya, seperti yang biasa Dia lakukan sebelumnya.
Tidak diragukan lagi, bahwa di masa lalu, mereka sudah membicarakan dan
memperdebatkan mengenai hal ini, dan sekarang Yesus menginginkan sebuah jawaban. Di sepanjang kehidupan mereka, mereka lebih memikirkan aspirasi-aspirasi politik duniawi sehubungan dengan kedatangan Mesias, sehingga sukar sekali untuk membuang
pandangan-pandangan ini secara menyeluruh. Tetapi, Kristus menghendaki untuk menghapus pandangan-pandangan ini dari pikiran mereka dan membuangnya untuk selama-lamanya.
Jika saja orang-orang menyadari dan memiliki ketegasan akan hal ini, membuat keputusan final tentang Kristus dan hidup sesuai dengan iman mereka secara nyata, dengan tanpa terombang-ambing atau ragu-ragu.
Betapa besar sukacita Kristus ketika Dia mendapatkan jawaban yang jelas ini dari Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Matius 16:16). Pertanyaan Kristus yang pertama berhubungan dengan apa yang orang-orang katakan tentang Dia sebagai Anak Manusia. Dalam jawaban atas pertanyaanNya yang kedua, Dia diberitahu, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah hidup.” Betapa besar “rahasia ibadah,” yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus, sehubungan dengan Allah yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia (1
Timotius 3:16). Adalah benar untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Anak Manusia dan Anak Allah yang hidup, kendatipun nampak seperti bertentangan. Kristus sudah mempergunakan gelar dari kerendahan hatiNya, sedangkan pengakuan Petrus merupakan gelar keagunganNya. Kristus tidak memuliakan diri sendiri dalam hal bahwa Dia disebut dengan sebutan-sebutan yang lebih bersifat penggambaran, karena sebelum itu, bahkan
roh-roh jahat pun mengakui kedudukanNya yang ditinggikan. Yohanes Penibaptis, Natanael, dan bahkan Petrus sendiri sudah berbicara dengan sebutan-sebutan ini. Sebaliknya, Kristus bersukacita, atas semangat Petrus dan kolega-koleganya, dan atas keteguhan iman mereka, dalam kesadaran atas ujian-ujian mereka yang baru saja terjadi. Segera saja Kristus memuji Petrus, mengatakan dia “berbahagia sebuah ekspresi yang Dia tidak kemukakan pada siapapun yang lain. Dia berkata kepada Petrus,”Berbahagialah engkau Simon bin Yunus
”(Matius 16:17).
Dalam berkat ini, tidak ada pujian bagi Petrus, karena kebenaran ini tidak dinyatakan kepadanya oleh manusia tetapi oleh Bapa yang di sorga. Tidak ada sesuatu pun yang sudah dikatakan atau dikerjakan oleh Petrus sendiri menyebabkan dia mendapatkan pujian seperti ini, tetapi hanya apa yang sudah dia ucapkan melalui ilham dari Allah. Kita tahu bahwa terang keselamatan seperti penyataan pada Petrus ini, tidak berasal dari manusia karena mnanusia hanya mempersiapkan pelita dan minyak, tetapi terangnya adalah pekerjaan Allah. Rasul Paulus berkata, “ tidak ada seorangpun yang dapat mengaku Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus “(1 Korintus 12:3).
Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan BapaKu yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu. “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. “Lalu Yesus melarang murid-muridNya supaya jangan memberitahukan kepada siapapun bahwa Ia Mesias (Matius 16:16-20).
Dalam pasal ini, sepertinya Yesus memberitahu pada rasulNya yang terutama hal berikut ini: “Kamu, Petrus, sudah menunjukkan keteguhanmu yang seperti batu karang dalam keadaan yang sulit ini. pada waktu kamu menyatakan kebenaran dari keberadaanKu sebagai manusia, Kristus dan Anak Allah yang hidup dalam satu pribadi. Aku memberitahu kepadamu bahwa Aku akan mendirikan GerejaKu di atas batu karang dari kebenaran mendasar yang sudah kamu ucapkan melalui pernyataan dari BapaKu yang di sorga. Semua perlawanan dari dunia dan kuasa neraka tidak akan mampu untuk mengalahkan Gereja, karena Gereja didirikan atas kebenaran ini. Aku melihat di dalam kamu, murid-muridKu, sebagai orang-orang yang paling tepat untuk menangani tugas besar yang untuk itu Aku sudah memberikan kuasa kepadamu. Aku memberikan kepadamu kunci Kerajaan Sorga agar melalui kesaksianmu kamu akan mampu untuk membuka pintu keselamatan di semua negara, membawa ke dalam GerejaKU orang-orang yang akan menjadi keluarga dari orang-orang yang sudah diselamatkan, karena mereka menerima syarat-syarat untuk keselamatan. Aku juga memberikan kepadamu kuasa untuk menyatakan pehukuman kekal bagi mereka yang menolak syarat-syarat keselamatan, menolak pertobatan, iman dan kebenaran. Mealui riwayat dalam Injil, yang mana Roh Tuhan akan mengilhami kamu untuk menulis, kuasa ini akan ditetapkan. jadi, setiap hal atau
kejadian yang kamu tempatkan dalam Kitab ini akan diakui di sorga, dan semua yang kamu singkirkan akan disingkirkan juga di sorga. Kitab ini oleh karena itu akan menjadi tuntunan bagi GerejaKu di sepanjang masa karena perintah-perintah dan larangan-larangan yang akan kamu tulis di dalamnya adalah hal-hal yang sudah kamu dengar daripadaKu atau kamu terima melalui ilham Allah. Aku sudah menetapkan kamu sebagai wakilKu dan untuk menyelesaikan pekerjaanKu sesudah Aku naik ke sorga. Aku juga akan memberikan kepadamu urapan khusus berupa roh nubuat, dan karunia membedakan roh, untuk melengkapi kamu guna pekerjaan yang luar biasa ini. Dengan melalui mujizat pencurahan
Roh Kudus atas kamu, Aku akan menjadikan. kamu wakilKu yang memiliki kuasa. Aku akan memeteraikan kuasa ini dengan memberikan kepadamu kemampuan untuk mengadakan mujizat-mujizat zat besar. Aku mempercayakan kepadamu pekerjaan yang sangat penting ini karena Aku memberikan kepadamu kuasa untuk menyelesaikannya.
"Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakanNya dengan terus-terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang
murid-muridNya Ia memarahi Petrus, kataNya. “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan
apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirikan manusia” (Markus 8:31-33).
Sesudah Petrus mengakui Kristus sebagai Anak Allah yang hidup. Yesus meminta kepada murid-muridNya untuk tidak memberitahukan kepada siapapun karena waktuNya belum tiba. Dia selanjutnya menjelaskan kepada mereka untuk yang pertama kalinya, maksud tujuan kedatanganNya dari sorga. Dia mulai mengajar mereka bahwa Dia akan mengalami penderitaan karena banyak hal di Yerusalem. Dia akan ditolak oleh para penatua, dan akan mati dibunuh, dan akan bangkit kembali pada hari ketiga. Dia menanti sampai mereka mengerti rahasia dari inkarnasiNya dengan jelas, dan mengakui hal itu secara terbuka, sebelum memberitahu kepada mereka bahwa Dia akan menderita, mati dan bangkit dari kematian. Bagi mereka untuk dapat memahami karya Penebusan, melalui kematianNya, mereka pertama-tama harus mengerti Inkarnasi, yaitu, tentang hal keberadaanNya sebagai Allah dan manusia pada waktu yang sama. Kecuali mereka mengenal Dia sebagai Kristus, Anak Allah dan Anak Manusia, mereka tidak akan mengerti arti sebenarnya dari kematian
dan kebangkitanNya. Siapapun yang menyangkali kenyataan dari Inkarnasi juga akan menyangkali kenyataan dari Penebusan. Orang-orang yang menyangkali keilahian Kristus juga akan menyangkali kematianNya sebagai korban penebusan karena kedua tema ini saling mengikat tidak dipisahkan.
Namun deklarasi baru ini bertentangan dengan semua aspirasi dari murid-murid, jadi Petrus tidak bisa berdiam diri saja. Dia menarik Kristus ke samping dan mulai menegur Dia. Betapa aneh! Seorang yang baru saja mengaku, tidak hanya bahwa gurunya adalah Mesias yang agung tetapi juga Anak Allah yang hidup menentang Dia, dengan mengatakan, “Dijauhkan semua itu dari padaMu, ya Tuhan, hal ini tidak akan pernah terjadi padaMu!” Apa yang menurut Petrus adalah semangat mengasihi terhadap Gurunya, pada kenyataannya adalah ucapan yang datang dari setan. Setan yang bagaikan singa mengaum-aum, menantikan saat yang tepat untuk rasul yang penting ini, menerkam dia pada saat dipuji-puji, dan
menyeretnya ke tanah, dan melukainya! Semua orang yang baru berhasil harus waspada dan sadar bahwa setan punya siasat yang kotor dan licik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan mereka. Kita mendapatkan peringatan ini dari rasul Paulus: “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (I Korintus
10:120). Salomo yang berhikmat itu berkata: Kecongkakan mendahului kejatuhan” (Amsal
16:18).
"Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-muridNya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia menyangkali dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh selurah dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (MarkusS:34-37).
Kristus mengumpulkan murid-muridNya kepadaNya dan mengumumkan tiga persyaratan yang mana orang-orang yang mengikuti Dia diharapkan untuk memenuhinya:
1. Menyangkali diri. Ini berarti memberikan kontrol pada kepribadian diri dan hidup bagi Yesus. Ketika Petrus menyangkali Kristus, dia berkata, Aku tidak kenal Dia!” Siapapun yang mengikut Kristus dalam kebenaran, dan menyangkali dirinya akan berkata, Saya tidak lagi menganggap diri saya mengontrol hidup saya, tetapi Tuhanku yang memiliki kuasa penuh atas diri saya. Saya akan menyerahkan seluruh bagian dari kehidupan saya kepada Kristus yang mengasihi saya.
2. Memikul salibnya setiap hari. Ini berarti mengikuti contoh keteladanan Kristus yang memikul salib atas kemauanNya Sendiri. Dia melakukan semuanya itu karena kasih, agar dapat menyelamatkan jiwa-jiwa dari Dosa dan neraka. Memikul salib, mengikuti contoh teladan Kristus adalah siap untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan berbagai bahaya, bahkan kematian, secara sukarela. Perhatian utama kita seharusnya untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Kita tidak memikul salib sebagai yang dipaksakan atas kita, tetapi karena pilihan kita sendiri. Kita memikul salib demi kepentingan orang lain.
3. Mengikuti Kristus. Ini berarti berjalan dengan cermat dan hati-hati dalam
langkah-langkah kakiNya, dengan tanpa letih, tanpa merasa malu, atau berpaling ke
belakang. Dia adalah gembala yang berjalan di depan domba-dombaNya dan mereka mengikuti dari belakang, merasa aman dan terpelihara.
Yesus menjadikan jelas bahwa ketiga hal ini berdasarkan pada kebenaran penting di dalam hukum kasih karunia, maksudnya, bahwa siapa yang berusaha untuk mencari keselamatan bagi dirinya sendiri akan kehilangan, sementara siapa yang mau melayani terlebih dahulu akan mendapatkannya. Kalau yang menjadi perhatian utama kita adalah pemeliharaan diri sendiri, Tuhan tidak akan melindungi kita dan kita akan kehilangan. Sebaliknya, siapa yang memusatkan perhatiannya bagi pelayanan Allah sebagai yang utama dan bersedia untuk menghadapi resiko di dalam menjalankannya akan berada di bawah perlindungan dan pemeliharaan Allah.
Kristus menambahkan, “Karena apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” Di sini, Kristus bertanya kepada para pendengarNya apakah nilai dari seluruh dunia, sebanding dengan satu jiwa manusia ? jawabannya adalah, tentu saja “Tidak mungkin”! Selama dunia dengan segala kekayaan dan kemuliaannya berlalu, jiwa yang kekal sudah pasti lebih bernilai. Betapa besar kebodohan dari orang yang mengabaikan pekerjaan Roh dalam pencariannya akan keuntungan duniawi! Misalnya saja dia dapat menguasai seluruh dunia, dan dengan itu mencoba untuk membeli keselamatan, dia akan mendapatkan bahwa apa yang dipunyainya masih jauh dari memadai.
Kristus memperingatkan para pendengarNya untuk tidak malu mengakui Dia dan perkataan-perkataanNya. Bahkan jika seandainyapun generasiNya sendiri yang jahat dan
berdosa tidak mempedulikan Dia, akan tiba masanya di mana Dia akan kembali dalam kemuliaan BapaNya, bersama dengan malaikat-malaikatNva, untuk memberikan pahala kepada setiap orang sesuai dengan perbuatan-perbuatannya. Dia kemudian akan mempermalukan orang-orang yang malu untuk mengikuti Dia dan perkataan-perkataanNya.
"Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saia. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaianNya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus: “Rabi, betapa
bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia. Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorangpun lagi bersama mereka,
kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceritakan kepada seorangpun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati" (Markus 9:2-9).
Jauh sebelumnya, Yesus sudah menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Dia akan dibunuh dan bangkit lagi tiga hari kemudian. Tetapi murid-murid menolak pandangan ini karena Petrus pembicara mereka. Tetapi sekarang, Kristus mau meyakinkan pada mereka keperluan mutlak dari SalibNya. maka Dia lalu membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes naik bersama Dia ke atas gunung yang tinggi. Sementara sembilan muridNya yang lain, Dia tinggalkan di bawah bersama dengan kumpulan orang banyak.
Kita tidak tahu secara terperinci apa saja yang terjadi di gunung itu di mana Petrus di kemudian menyebutnya sebagai “gunung yang kudus” (2 Petrus 1:18). Sepertinya, keempatnya mencapai puncak gunung pada akhir dari hari itu. Sementara Kristus sedang memusatkan perhatian di dalam doa, ketiga murid itu tertidur karena kantuk yang berat Kalau saja mereka tahu bahwa mereka akan kehilangan sesuatu yang sangat luarbiasa nilainya sementara mereka tertidur, tentunya mereka akan terjaga dan tidak membiarkan Dia
sendirian, karena sementara mereka tidak lagi dapat menguasai rasa kantuk, penampilanNva mengalami perubahan yang ajaib. Seolah-olah penampilanNya yang sebagaimana biasanya menjadi lenyap, dan kemuliaanNya yang sebenarnya dipancarkan. Bapa sudah menjawab doaNya dan sudah memuliakan Dia, untuk memperkuat dan memantapkan murid-muridNya. Allah Bapa memuliakan Kristus dalam penampilanNya yang bercahaya, bersama dengan Musa dan Elia. Dia tidak mengutus malaikat-malaikat seperti dahulu, tetapi mengutus dua orang yang juga dimuliakan: Musa, yang menyampaikan hukum Taurat dan Elia, pemuka dari para nabi. Musa, pembicara Allah, terhadap siapa Israel sangat membanggakannya,
dikenal karena kelemah-lembutan dan kerendahan hatinya. Allah sudah menguburkan dia selama 1500 tahun sebelumnya di puncak gunung, dan kuburannya tidak diketahui sampai sekarang ini. Kemungkinan tubuhnya dimuliakan sehingga tidak diketahui sampai sekarang ini. Kemungkinan tubuhnya dimuliakan sehingga tidak mengalami kerusakan. Elia, nabi Allah yang perkasa, penuh dengan semangat dan ketegaran, dan kebenciannya terhadap yang jahat, sudah dikenal sebagai “Nabi Api” yang naik ke sorga dalam rata api ribuan lampau. Kematian tidak pernah menjamah dia. Allah memanggil dua orang ini dari dunia roh untuk bercakap-cakap dengan Yesus tentang PenyalibanNya.
Pokok pembicaraan antara Petrus, Yakobus, dan Yohanes sehubungan dengan kematian Kristus yang sudah semakin dekat sudah membuat marah murid-murid juga. Kata yang Injil pergunakan untuk “kematian” adalah “kepergian”, bentuk kata yang sama kita jumpai dalam Taurat yang melukiskan kepergian Israel dari perbudakan di Mesir menuju ke Negeri Perjanjian. Lukas si Penginjil menyatakan bahwa Musa dan Elia berbicara dengan Kristus tentang kematianNya yang akan dijalaniNya di Yerusalem (Lukas 9:31). Dia mengatakan bahwa kematian Kristus tidak akan dipaksakan kepadaNya, tetapi atas pilihanNya sendiri, sesuatu yang Dia sudah tetapkan dan akan dijalani.
Pemuliaan di atas gunung adalah saat satu-satunya di dalam sejarah di mana Gereja Kristus yang esa dan universal yang dibicarakan oleh Kristus ditampilkan. Yesus, satu-satunya kepala dari Gereja ini, berdiri di atas gunung bercakap-cakap dengan dua pemimpin dari Perjanjian Lama yang mewakili bagian dari Gereja yang dimaksud yang sudah ada di sorga. Tidak jauh dari mereka berdiri tiga rasul, pemimpm dari masa Perjanjian Baru, yang mewakili komponen bumi dan Gereja esa ini.
Rasul Paulus sangat bergemar dalam pokok dan kepentingan dari pembicaraan ini, karena dia berkata, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Korintus 2:2). Dalam pujian mereka,
malaikat-malaikat dan orang-orang kudus di sorga mengulangi tema kemuliaan kematian Kristus, mahkota kemuliaanNya yang becahaya-cahaya yang untuk itu Bapa mengasihi Dia. Orang-orang yang berdiam diri sehubungan dengan kematian ketebusan Kristus atau menyangkalnya, mereka sendiri tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari pengetahuan tentang Kristus, demikian juga halnya dengan orang-orang yang ada di sekitar mereka, karena Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak
jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yohanes 12:24).
Kristus bisa jadi mengakhiri pembicaraanNva dengan dua pengunjung dari sorga ini sementara ketiga muridNya terbangun dari ketiduran mereka yang sangat nyenyak. Mereka tiba-tiba saja memperhatikan bahwa Guru mereka tidak lagi berlutut di dalam doa tetapi Dia bersama dengan dua orang lain yang mereka tahu tidak naik ke gunung, bersama-sama dengan mereka. Pemandangan dari dua nabi yang dimuliakan itu mendatangkan pengaruh yang jauh lebih besar kepada mereka daripada jika mereka berada dalam kehadiran
malaikat-malaikat. Di sini mereka melihat sahabat dan Guru mereka, secara ajaib dimuliakan. Bersama dengan Dia adalah Musa dan Elia, mengenakan pakaian yang berkilau-kilauan. Mereka sekarang sadar sepenuhnya dan tahu bahwa mereka tidak sedang melihat sebuah penglihatan. Mereka barangkali kecewa karena kehilangan kesempatan untuk menyaksikan kemuliaan ini sementara mereka tertidur, dan sekarang Musa dan Elia sedang bersiap-siap untuk pergi. Jadi kita tidak akan menjadi terkejut melihat Petrus dalam menuruti kata
hatinya, mencoba untuk mencegah kepergian mereka.
Kita sudah melihat Petrus, dalam semangatnya, mencoba untuk menghalangi Kristus, tetapi sekarang, dalam semangatnya yang lain, dia berusaha untuk mengusulkan pada Kristus sebuah rencana untuk berbuat sesuatu. Dia sudah lupa bahwa adalah kewajibannya untuk menunggu pandangan dan kehendak Yesus yang sempurna, dan tidak mengusulkan pandangannya sendiri, seolah dia adalah lebih bijaksana daripada Gurunya. Dia mengusulkan agar dia dan dua orang temannya segera bekerja untuk mendirikan sejumlah kemah, seperti yang mereka dirikan di pinggiran kota Yerusalem selama Hari Raya Pondok Daun-daun.
Sorga menanggapi usulan Petrus, karena kita diberitahu bahwa ada suara yang datang dari langit. Murid-murid sangat takut, mereka tersungkur dan mendengar kata-kata ini: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.”
Ketika Kristus menyatakan bahwa Dia akan disalibkan. Petrus menegur Dia dan berkata, “Dijauhkan kiranya hal itu dariMu Tuhan, ini tidak akan terjadi padaMu!” Tetapi pada waktu suara Allah dari sorga, di Gunung Kemuliaan, menyaksikan identitas Kristus dan kuasaNya, mengatakan, “Dengarkanlah Dia.” Sepertinya Allah memberitahu kepada murid-murid, “Terimalah apa yang Kristus beritahukan kepadamu: Salib adalah hal yang sangat penting yang sudah ditentukan sebelumnya.”
Minggu sebelumnya, Kristus sudah menerima kesaksian murid-murid mengenai keberadaanNya sebagai Anak Allah, tidak hanya sebagai Anak Manusia. Sekarang, suara Allah menegaskan kesaksian tersebut, membuktikan kepada mereka apa yang mata mereka sudah melihat dan telinga mereka sudah dengar di Gunung Kemuliaan. Masihkah ada tempat untuk keragu-raguan ? Pada waktu orang-orang ini berbicara mengenai kebenaran ini di kemudian, mereka mendasarkan apayvang mereka kemukakan pada peristiwa yang unik ini.
Murid-murid belajar satu pelajaran yang sangat penting dari suara sorgawi yang memberitahu kepada mereka untuk mencari perkenan Ilahi, dan bukan pujian manusia. Semua mereka yang mencari perkenan Allah tidak takut menghadapi kemarahan manusia yang terbesar sekalipun. Mereka tidak takut pada perlawanan, betapapun kerasnya. Dalam kata-kata, “Dengarkanlah Dia,”murid-murid diberi nasehat untuk mendengar pada Kristus dan bukan pada ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi dan Imam-imam Besar. Kendatipun Musa dan Elia juga hadir, perintah Ilahi yang disampaikan bukanlah untuk mendengar pada mereka. Bukankah suara Ilahi ini menggema di telinga setiap orang percaya, memberitahu dia untuk mendengar pada Kristus saja ? Kalau itu yang dilakukan, maka hal itu akan mencegah dia dari mengikuti pengajaran manusia, kecuali pengajaran itu merupakan gema dari petunjuk Guru Ilahi.
Sementara mereka bertiga tersungkur di tanah dalam ketakutan, sebuah awan membawa Musa dan Elia kembali ke sorga, karena mereka sudah menyelesaikan maksud tujuan mereka. Sorga tidak memperkenankan bahwa murid-murid menyambut Musa dan Elia lebih daripada yang mereka lakukan terhadap suara yang memerintahkan mereka untuk mendengarkan pada Kristus, Anak yang dikasihi. Suara itu dengan lembut menegur
murid-murid, karena pikiran mereka terpusat hanya pada Musa dan Elia. Murid-murid beranggapan seolah-olah mereka mendapatkan keuntungan lebih, melalui kehadiran Musa dan Elia, daripada apa yang telah mereka punyai dari Kristus. Juga sepertinya suara itu memberitahu kepada mereka, masa depanmu tidak bergantung pada orang-orang yang tidak akan tinggal tetap denganmu (seperti Pemberi Hukum Taurat dan Nabi) tetapi pada Seorang yang menjadi pendampingmu untuk selama-lamanya, meskipun kamu masih belum memahami kebenaran dan kenyataan ini.”
Murid-murid tidak menyadari ketidak-hadiran Musa dan Elia di dalam awan sampai Kristus menjamah mereka dan berkata, “Berdirilah, jangan takut.” Mereka segera saja tengadah ke atas dan mendapatkan Yesus sendirian bersama mereka. Betapa ajaibnya rasa ketakutan yang diikuti dengan kedamaian pikiran dari Tuhan! Betapa keberkatannya penglihatan yang terpusat hanya pada Kristus saja! Inilah yang terjadi dengan Petrus, Yakobus, dan Yohanes pada saat itu. Sekarang mereka tidak melihat siapapun lagi kecuali Seorang yang adalah Semua di dalam Semua, karena tidak lagi memerlukan yang lain, Yesus adalah satu-satunya Juruselamat, Perantara, dan Tuhan dari kehidupan kita.
Setiap keragu-raguan sehubungan dengan kehidupan sesudah kematian lenyap dari pikiran orang-orang ini sesudah melihat Musa dan Elia. Bagi murid-murid, yang akan menjadi para pengajar dari Gereja Kristen yang baru, peristiwa ini merupakan bukti penting yang menentang orang-orang Saduki yang menyangkal adanya kehidupan sesudah kematian dan dunia roh. Juga terbukti bagi mereka bahwa orang yang mati dalam kesetiaan tidaklah tidur,
menanti Hari Kebangkitan, seperti yang diajarkan oleh beberapa orang, tetapi mereka sebenarnya berada di hadapan takhta Allah, siap untuk melayani Dia. Ketiga orang ini juga belajar bahwa setiap orang percaya akan memiliki tubuh kemuliaan sesudah kematian karena mereka melihat hubungan yang pasti antara tubuh yang dimuliakan dan tubuh duniawi. Tubuh yang dimuliakan tidak menghadapi halangan-halangan, yang membatasi dirinya di bumi.
Ketika Yesus, Petrus, Yakobus dan Yohanes kembali pada murid-murid lain, mereka melihat orang banyak mengerumuni murid-murid itu, dan beberapa Ahli Titurat sedang mempersoalkan sesuatu dengan mereka. Pada waktu orang banyak itu melihat Yesus, tercenganglah mereka semua dan bergegas menyambut Dia. Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Apa yang kamu persoalkan dengan mereka?” Kata seorang dari orang banyak itu: “Guru, anakku ini kubawa kepadaMu, karena ia kerasukan roh yang membisukan dia. Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah, lalu mulutnya berbusa, giginya berkertakan dan tubuhnya menjadi kejang. Aku sudah meminta kepada murid-muridMu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat.” Maka kata Yesus kepada mereka: “hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu ? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu kemari! “lalu mereka membawanya kepadaNya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan berguling-guling, sedang mulutnya berbusa” lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: “Sudah berapa lama mengalami ini? “jawabnya: “Sejak masa kecilnya. Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat
berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami. “jawab Yesus: “Katamu: Jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” Segera ayah anak itu berteriak: “ku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” Ketika Yesus melihat orang banyak makin datang berkerumun, Ia menegur roh jahat itu dengan keras, kataNya: “hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi!” lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: “ia sudah mati.” Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri. Ketika Yesus sudah di rumah, dan
murid-muridNya sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?” jawabNya kepada mereka: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa” (Markus 9:14-29).
Sebelum kejadian ini Kristus sudah bangkit dari “lembah pencobaan dan kerendahan” menuju ke peninggian di Gunung Kemuliaan. Dari Gunung Kemuliaan itu, Dia pada dasarnya turun ke dalam lembah yang bahkan lebih dalam pada saat Dia akan menderita dan mati di kayu Salib, pada akhir dari pelayananNya. Sementara dimuliakan di puncak Gunung Kemuliaan, terjadi kekalahan di bawah, karena sementara Petrus, Yakobus, dan Yohanes
sedang menatap kemuliaan dari pemuliaan Kristus, maka kawan-kawan mereka yang tidak beruntung yang sedang berada di bawah berada dalam keadaan kebingungan karena kegagalan mereka sendiri. Mereka tidak menerima apapun dari apa yang mereka bertiga sudah dapatkan dalam hal penegasan iman mereka melalui mendengar berita tentang kematian Kristus yang akan datang. Iman mereka terguncang karena mereka tidak mampu untuk mengadakan mujizat-mujizat yang mana Kristus sudah memberikan kepada mereka sebelumnya kuasa untuk melakukannya. Kita melihat mereka, dalam keadaan tanpa kehadiran Guru mereka, mencoba untuk mengusir roh jahat dari seorang anak laki-laki yang ayahnya beriman di dalam Yesus. Tetapi mereka tidak berhasil, karena iman mereka lemah. Kegagalan ini, dan ejekan dari orang banyak, menjadikan mereka sangat dipermalukan. Rasa malu mereka semakin mendalam, ketika orang-orang yang berpendidikan yang ada di antara orang banyak berdebat dengan mereka dan mengajukan kepada mereka
pertanyaan-pertanyaan, yang mereka, sebagai orang-orang sederhana, tidak mampu untuk menjawabnya. Orang-orang merasa bahwa yang mengikuti Kristus, yaitu orang-orang lain yang bergabung ketika mereka turun dari gunung, sudah semakin dekat Karena Yesus tahu apa yang akan terjadi sebelum Dia tiba, Ia meminta kepada para ahli Taurat untuk memberitahu kepadaNya mengapa mereka berdebat dengan murid-murid. Tetapi ayah dari anak itu menengahi, dan datang berlutut di depan Kristus, memohon kepadaNya untuk melakukan apa yang murid-murid sudah gagal untuk menyelesaikannya. Dia memberitahu kepada Kristus bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya yang satu-satunya dan bagaimana roh jahat menyebabkan ia banyak menderita, membahayakan hidupnya dengan menyerang dan membanting-bantingkannya ke tanah.
Jika kita percaya bahwa ada hubungan yang dekat antara penyakit jasmani dan penyakit rohani dalam banyak hal, maka kita akan dengan mudah mengerti bahwa ketulian dan kebisuan dari anak muda ini karena adanya kuasa setan atasnya. Jadi, kita melihat bahwa pertama-tama Kristus mengatasi penyebabnya terlebih dahulu daripada gejala-gejalanya. Ayah dari anak itu mempergunakan kegagalan dari sembilan murid tersebut sebagai alasan untuk mencari pertolongan Kristus. Tanggapan Yesus terjadi sebagai teguran umum terhadap semua orang yang hadir, terutama ditujukan pada ahli-ahli Taurat yang berdebat,
murid-murid yang dikalahkan, dan pada sang ayah yang tidak memiliki cukup iman. Dia menyebut mereka sebagai angkatan yang tidak percaya.” Kata-kata ini menolong untuk menjadikan sang ayah rendah hati, menciptakan di dalam dirinya iman yang dibutuhkan. Kristus tidak meninggalkan dia dalam keputus-asaan, tetapi memberikan dorongan semangat kepadanya dengan mengatakan, “Bawalah anak itu kemari.” Membawa anak-anak kepada Kristus adalah apa yang para orangtua dewasa ini lakukan dewasa ini ketika mereka menyerahkan anak-anak bayi mereka ke dalam upacara Baptisan Kristen. Ini juga yang dilakukan oleh setiap orang Kristen dengan melalui mendoakan dalam iman untuk keselamatan anggota-anggota keluarga yang masih berada dalam kekuasaan setan.
Kristus berusaha untuk membaharui iman sang ayah dan menunjukkan kasihNya hanya
dengan menanyakan kepadanya berapa lama sudah anaknya menderita seperti itu. Jawabannya menunjukkan bahwa kendatipun dia belum pernah bertemu Kristus sebelumnya, dia mengerti bahwa murid-murid sudah diberi kuasa Ilahi untuk mengusir roh-roh jahat. Jadi, ketika mereka tidak berhasil, dia membayangkan bahwa Kristus akan tidak berhasil juga. Tetapi Yesus berkata kepadanya: “tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.” Hal itu sepertinya memberitahu kepadanya bahwa: “persoalannya bukan karena saya tidak dapat menyembuhkan tetapi bahwa imanmulah yang kurang cukup.” Obat daro dokter Illahi ini mendatangkan pengaruh pada jiwa yang sakit, karena sang ayah berseru dengan linangan air mata, “Tuhan, saya percaya, tolonglah saya yang tidak percaya ini.” Dia adalah benar dalam hal meminta agar imannya dikuatkan.
Permohonan dari orang yang berputus asa ini merupakan doa yang indah bagi semua yang sadar akan pentingnya iman, menyadari kekurangan dirinya sendiri. Iman di dalam Kristus adalah kunci yang membuka semua belas kasihan Illahi. Kunci ini merupakan satu-satunya alat yang berhasil memperoleh semua berkat dalam perbendaharaan Allah yang berlimpah. Air mata orang ini sudah merupakan contoh terjadinya pembaharuan batin yang menyertai mujizat-mujizat kesembuhan Kristus. Kata-kata nabi Daud adalah benar: “ orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (Mazmur 126:6). Kristus, dengan kuasaNya, kemudian memerintahkan roh jahat untuk keluar meninggalkan anak itu dan tidak kembali.
Setan melakukan penyiksaan yang memberatkan dan merusak korbannya, tetapi kemudian
dia bertemu Kristus yang adalah lebih dari keberadaannya. Yesus secara khusus sudah datang untuk menghancurkan pekerjaan-pekerajaan setan. Sebagaimana selalu sangat gelap sebelum fajar menyingsing, demikian juga halnya dengan anak ini. Setan berteriak-teriak dan
bergumul keras dengan dia sebelum pada akhirnya meninggalkan dia, dan nampak sepertinya anak itu sudah mati, tetapi Kristus mengulurkan tanganNya yang penuh kasih, tangan yang membawa pengharapan dari keputus-asaan, mempersatukan permohonan dan pemberi dan mengangkat anak muda tersebut dari pintu gerbang neraka, menjadikannya pulih kembali. Di kemudian mengembalikan anak itu kepada bapanya. Dalam hal yang sama, orang berdosa yang berada di bawah kontrol setan tidak mendengar suara sorgawi, tidak juga berbicara mengenai kemuliaanNya. Oleh karena itu, mereka sangat takjub pada kebesaran Allah. Sebagian besar dari masyarakat di daerah kafir tersebut adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah dan, untuk yang pertama kalinya mereka melihat bukti nyata dari perbedaan antara ilah-ilah mereka yang tidak berdaya dan Allah Israel yang hidup dan berkuasa.
Kemudian sesudah itu, Kristus dan murid-muridNya masuk ke sebuah rumah, dan di rumah itulah sembilan muridNya bertanya Dia mengapa mereka gagal. Mereka masih belum beiajar bahwa sumber dari setiap kegagalan di luar adalah di dalam. Mereka tidak berpikir untuk melihat ke dalam hati mereka sendiri untuk penyebab dari kegagalan mereka. Mungkin saja, bahwa pementingan diri sendiri menghalangi mereka dari bersukacita atas keberhasilan Guru
mereka. Karena ketidak-percayaan berada di balik semua itu, Kristus memberitahu kepada mereka, “ Jenis ini hanya dapat diusir dengan doa.” Kristus menyatakan kepentingan dari iman dengan mengatakan. “jika kamu memiliki iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata pada gunung ini, “pindah dari tempat ini ke sana” maka gunung ini akan pindah,…”(Matius 17:20). Pernyataan ini tidak mudah untuk dijelaskan, tetapi biarlah tidak ada yang membayangkan bahwa yang Kristus maksudkan adalah hurufiah. Tetapi perkataan Kristus ini harus dimengerti sebagai gambaran, secara rohani. Berapa banyak gunung-gunung kesukaran yang sudah lenyap pada saat orang-orang percaya sudah memiliki iman di dalam kuasa dari Juruselamat mereka!
Ketika Yesus dan murid-muridNya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepadaNya dan berkata: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” jawabnya: “Memang membayar.” Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: “apakah pendapatmu, Simon ? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pijak ? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” jawab Petrus: “Dari orang asing!” maka kata Yesus kepadanya: “jadi bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kau pancing tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagiKu dan bagimu juga” (Matius 17.24-27).
Kristus kembali ke tempatNya di Kapernaum sesudah lama sekali tidak berada di situ. Pada waktu yang bersamaan, seorang pemungut bea Bait Allah menantikan kedatanganNya dengan maksud untuk meminta kepadaNya dua dirham yang dipaksakan pada setiap orang Yahudi yang berusia dua puluh tahun dan lebih. Barangkali tuntutan tersebut pertama-tama dibuat atas permintaan dari para pemimpin yang bermaksud untuk merendahkan Yesus
dengan meminta kepadaNya untuk membayar bea yang nabi-nabi dan guru-guru agama tidak harus membayar. Mereka juga bermaksud untuk mengetahui apakah Dia akan menolak untuk membayar, agar dengan demikian mereka mempunyai alasan untuk menuduh Dia. Adalah mungkin bahwa Kristus membayar bea yang kecil ini setiap tahun. Pemungut bea tersebut bertemu Petrus di luar rumah dan bertanya kepadanya: “Apakah gurumu tidak membayar bea Bait Allah?”
Petrus seharusnya menanyakan kepada Gurunya apa yang harus dilakukan sebelum menjawab. Dalam caranya yang lebih menuruti kata hati, dia berkata, “ya.” Sesudah mereka masuk ke dalam rumah, Kristus menunjukkan kepadanya kesalahannaa dengan bertanya: “dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak, dari anak-anaknya sendiri atau dari orang asing?” Petrus menjawab, “dari orang-orang asing.” Kristus kemudian menjawab, “jadi bebaslah anak-anaknya.” Dia sebenarnya memberitahu Petrus, “Kamu sendiri mengaku bahwa Aku adalah Anak Allah, lalu bagaimana dapat mereka menuntut bea dariKu untuk Rumah BapaKu?”
Kristus merasa cukup untuk menyatakan hak-hakNya, dengan tanpa mempertahankannya. jika saja Dia menolak untuk membayar apa yang bukan menjadi kewajibanNya, Dia akan menyakiti orang lain, karena pemimpin-pemimpin dan masyarakat banyak tidak mengenal Dia sebagai Mesias. PenolakanNya akan ditafsirkan sebagai pemberontakan dan penghinaan terhadap martabat dari Bait Allah dan agama. Bea ini tidak berasal dari tradisi-tradisi lama tetapi berasal dari hukum Musa. Dia tidak bermaksud untuk menghapuskan upacara-upacara
atau ketetapan-ketetapan yang bersifat Ilahi sampai ketetapan-ketetapan itu digenapi, sesudah karya penebusan di kayu Salib diselesaikan. Oleh karena itu, Dia mematuhi hukum. Dalam melakukan hal itu, Dia memberikan kepada pengikut-pengikutNya contoh untuk tidak bersikeras terhadap hak-hak mereka dalam berbagai situasi yang dapat menimbulkan ketersinggungan, percekcokan, atau kecurigaan. Jika orang tidak bersikeras hanya pada
hak-hak mereka sendiri, maka kebanyakan persoalan dan ketegangan di antara orang-orang akan dapat dihindari.
Mungkin saja bahwa kantung uang yang dipercayakan pada Yudas Iskariot sedang kosong pada waktu itu. Kristus sepertinya bermaksud untuk mempersatukan ketundukanNya pada Hukum dengan sebuah mujizat, memperkuat iman Petrus sementara, pada waktu yang sama, menunjukkan bahwa apa yang dilakukanNya bukan karena kelemahan. Jadi sementara menundukkan diriNya pada ketidakadilan di rumah BapaNya yang ada di bumi, Bait Allah. Dia akan menjalankan otoritasNya yang sah di rumah BapaNya yang lebih besar dan memang sudah seharusnya. Dia memerintahkan pada Petrus untuk mengambil kail dan memberitahu kepadanya bahwa pada waktu dia membuka mulut ikan pada tangkapan yang pertama, dia akan mendapatkan uang sebanyak empat dirham, cukup untuk membayar bagi dia dan Gurunya. Dia menambahkan, “ Bayarkanlah kepada mereka, bagiKu dan bagimu
juga,” bukan “untuk kita berdua,” karena secara hukum Petruslah yang bertanggung-jawab, sedangkan Kristus dalam hal ini tidak. Jadi pembayaran itu bersifat sukarela dan diberikan dengan murah hati.
Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga? “ Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di
tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi sama seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barang siapa menyambut seorang seperti anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku” (Matius 18:1-5).
Sesudah kembali dari Gunung Kemuliaan, beberapa murid saling memperdebatkan siapakah di antara mereka yang paling besar. Biasanya, orang-orang yang tidak menganggap diri
mereka yang terbesar berpihak pada mereka yang beranggapan demikian. Akibatnya adalah kecemburuan dan sungutan karena berharap menerima pujian dan perkenan khusus secara pribadi dari Kristus. Betapa kecewanya hati Yesus yang lembut, penuh kasih dan perhatian melihat adanya persaingan yang tidak dewasa di antara orang-orang yang sudah Dia pilih untuk menjadi rasul-rasulNya. Betapa menyedihkan sesudah sekian lama Dia melatih mereka!
Pada waktu Kristus menanyakan kepada mereka apa yang mereka perdebatkan, mereka berdiam diri. Mereka seharusnya mengakui dan memperbaiki kesalahan mereka. Raja Salomo yang bijaksana berkata: “siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi”(Amsal 28:13). Nabi Daud menulis: “Aku mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku”(Mazmur 32:5). Kemudian, murid-murid meminta kepada Kristus untuk menasehati mereka tentang hal siapa yang terbesar di dalam kerajaan sorga. Dia memanggil kedua belas orang murid itu kepadaNya dan seorang anak berdiri di antara mereka, seolah seperti mau mengatakan bahwa, di dalam kerajaanNya, kebesaran hanya disediakan bagi mereka yang tidak mencarinya, dan bahwa siapapun yang mau masuk hanya dapat masuk jika mereka kembali kepadaNya dan menjadi seperti seorang anak kecil.
Anak-anak memiliki karakter yang indah dan sederhana dan tidak peduli, seperti orang-orang dewasa dengan kedudukan atau kebesaran. Mereka lebih mudah dipimpin dan cepat untuk mengampuni dan melupakan hal yang menyakitkan. Mereka juga melakukan apa yang diberitahukan kepada mereka dengan secara lebih mudah daripada orang-orang dewasa. Mereka juga tidak menggerutu terlalu lama, dan tidak kenal apa itu arti dari tertekan dan kekuatiran. Mereka menatap ke depan pada setiap hari dengan sukacita dan merasa cukup puas dengan kesenangan-kesenangan yang sederhana.
Untuk alasan ini, Kristus berkata, “Yang terkecil di antara kamu akan menjadi yang terbesar.” Sembilan belas abad sudah berlalu dan pelajaran ini masih perlu untuk dipelajari oleh banyak orang, karena hanya sedikit saja yang memahami kerendahan hati yang sebenarnya. Bahkan murid-murid Kristus belajar mengenai pelajaran ini dengan tidak sempurna, karena mereka mengulangi lagi perdebatan ini di kemudian ketika mereka sekali lagi mau memastikan siapakah yang akan menjadi yang terbesar di dalam kerajaan sorga. Jadi, mereka berada dalam bahaya, tidak hanya akan kehilangan kedudukan, tetapi mereka sendiri akan gagal untuk masuk ke dalam kerajaan. Pada zaman kita sekarang ini, mereka yang mencari kebesaran bagi diri mereka sendiri dan tidak menjadi rendah hati seperti
anak-anak tidak akan pernah masuk ke dalam kerajaan sorga.
Kristus kemudian mengajar murid-murid sesuatu sehubungan dengan hal-hal yang dilakukan dalam namaNya. Dia berkata bahwa apapun yang dilakukan demi namaNya diperhitungkan sebagai suatu penghormatan kepadaNya. Jadi, pelayanan apapun yang dilakukan dalam nama
Kristus terhadap seseorang yang paling rendah adalah sama seperti melayani Dia, dan melayani Dia adalah sama dengan menghormati Bapa yang telah mengutus Dia. Betapa indahnya kaitan ini, yang mana di dalam nama Kristus, mengikat Bapa pada Anak dengan orang-orang percaya yang paling kecil.
Kata Yohanes kepada Yesus: “Guru kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi namaMu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Tetapi kata Yesus: “jangan
kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi namaKu, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barang siapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita. Aku berkata kepadamu: “sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu
adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya”(Markus 9:38-41).
Dalam ayat-ayat ini, Yohanes memberitahu Kristus tentang sebuah kejadian di mana dia dan murid-murid yang lain menjumpai seseorang yang mengusir keluar roh-roh jahat di dalam namaNya, meskipun dia bukan pengikut Yesus. Murid-murid beranggapan bahwa diri mereka sajalah yang memiliki kesempatan ini dari Sang Guru. Tetapi karena hanya Kristus saja yang memberikan kuasa ini, maka orang tersebut bisa jadi mendapatkannya dari Kristus Sendiri, dengan tanpa sepengetahuan murid-murid. Kristus bisa jadi mengijinkan orang ini untuk mempergunakan kuasaNya, dengan tanpa perlu harus mengikut Dia dan tanpa harus memberitahukan kepada murid-murid akan hal itu. Berdasarkan hal itu, Yesus menasehati Yohanes dengan menegaskan bahwa orang-orang yang tidak melawan Dia adalah
bersama-sama dengan Dia, maksudnya, tidak ada netralitas di dalam hubungan dengan kerajaan sorga. Di dalam agama, adalah salah untuk mengatakan, “seseorang kalau tidak bersama kita, maka dia melawan kita.” Yohanes seharusnya tahu bahwa setiap pribadi yang hidup benar yang memakai nama Kristus di dalam pekerjaannya adalah meninggikan Kristus. Siapapun yang memakai nama Kristus dengan secara layak berada di bawah perlindunganNya. Siapapun menyakiti murid-murid akan dihukum oleh Sang Guru yang juga memberikan pahala bagi mereka yang memberikan pelayanan kepada mereka di dalam namaNya.
“Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ditenggelamkan ke dalam laut Celakalah dunia dengan segala penyesatannya, memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebib baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api keka1. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena, lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua (Matius
18:6-9).
Di sini Yesus berbicara mengenai pokok penting lainnya, yaitu hal penyesatan atau lebih tepatnya hal menyakiti hati orang lain. Dia sudah menyebutkannya di dalam KhotbahNya di Bukit, dan sekarang mengulanginya kembali secara pribadi untuk kepentingan
murid-muridNya. Melalui membayar bea bait suci, Dia memberikan tuntunan untuk
mengajar mereka agar menghindari menyakiti hati orang dan membavar bea. Kemudian, Dia menegur mereka karena menyakiti hati murid yang tidak mereka kenal yang mengusir keluar roh-roh jahat di dalam nama Kristus. Sekarang, Dia mengatakatan bahwa adalah lebih baik untuk tengg lam ke dalam laut dari pada menyakiti hati atau menyesatkan salah satu dari
anak kecil. Jelas sekali bahwa apa yang Dia maksudkan dengan menyakiti hati atau menyesatkan di sini adalah menyebabkan orang lain tersandung jatuh ke dalam dosa, demikian juga halnya dengan menyebabkan kejengkelan dan penghinaan tanpa sebab. Siapapun yang melakukan hal itu terhadap orang-orang percaya yang hidup benar akan menuai balasan yang mengerikan, lebih buruk dari ditenggelamkan dengan sebuah batu kilangan yang diikatkan pada leher seseorang.
Untuk menghindarkan mereka berkesan bahwa penyesatan dapat dihentikan dalam dunia ini secara menyeluruh, Dia berkata, “memang penyesatan harus ada.” Apakah ini sebagai alasan untuk terus melakukan penyesatan atau tindakan yang menyakitkan hati? Untuk mencegah terjadi kesalah-mengertian seperti itu, Dia segera menambahkan, “tetapi celakalah orang yang mengadakannya!”
Kristus kemudian berkata, “jika tanganmu atau kakimu menyebabkan kamu berbuat dosa, penggallah dan buanglah itu Dan jika matamu menyebabkan kamu berbuat dosa, cungkillah itu, dan buanglah. Tentu saja, bahwa di sini Yesus berbicara secara kiasan atau gambaran, karena dengan memotong anggota-anggota tubuh secara hurufiah tidak akan menyingkirkan dosa yang ada dalam hati manusia, setiap dosa pertama-tama dilakukan di dalam pikiran dan hati. Allah yang Dia sajalah satu-satunya Hakim dalam hal dosa dan pehukuman, melihat apa yang ada di dalam hati, tidak pada apa yang ada di dalam
anggota-anggota tubuh. Perkataan ini berarti bahwa segala sesuatu yang menyebabkan seseorang berbuat dosa harus disingkirkan, kendatipun hal itu sangat berharga baginya seperti tangan kanannya atau matanya.
Pencipta menghendaki agar setiap anggota dari tubuh menjadi berkat dan alat yang baik dalam pelayanan terhadap orang lain. Itulah sebabnya mengapa Rasul Paulus melukiskan tubuh kita sebagai tempat tinggal atau bait dari Roh Kudus.” (1 Korintus 6:19). Siapapun yang menyalah-gunakan bait ini menyakiti Sang Pencipta. Yesus, oleh karena itu tidak meminta kepada kita untuk memotong anggota-anggota tubuh kita tetapi untuk merawatnya dan memisahkannya untuk pelayanan yang benar. Tentu saja, bahwa pelayanan ini adalah tidak mungkin bagi seseorang yang akan merusak anggota-anggota tubuhnya.
Kristus menambahkan bahwa setiap orang yang menyebabkan orang lain tersandung berada dalam bahaya api neraka, di mana ulatnya tidak akan mati dan apinya tidak akan padam.
Perkataan ini daklah dimaksudkan untuk menakut-nakuti tetapi merupakan seruan yang berasal dari mulut Dia Yang Mengasihi yang datang dari sorga untuk menyelamatkan kita
dari pehukuman kekal yang menakutkan. Kristus berbicara mengenai neraka pada kita karena Dia menghendaki agar orang-orang yang Dia kasihi terlepas dari pehukuman ini dengan bertobat dan kembali kepada Bapa.
“Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu, “Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga. Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang. Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh ekor di pegunungan dan mencari yang sesat itu Dan Aku berkata kepadamu, “sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di
sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang”(Matius 18:10-14).
Kristus memperingatkan murid-muridNya untuk jangan menganggap rendah cukai karena, dianggap rendah orang-orang yang nampak seperti tidak penting, Allah peduli dan memperhatikan mereka. Sesunguhnyalah, Dia menyediakan malaikat khusus untuk melindungi mereka. Apa hak yang dipunyai oleh orang lain untuk merendahkan atau menghina, orang-orang yang untuk mereka malaikat-malaikat melihat wajah Allah? Dia menjelaskan bahwa keselamatanNya meliputi semua anak dengan mengatakan, “Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang.” Ini tidak hanya berlaku pada orang-orang yang masih muda dalam usia tetapi juga meliputi
orang-orang yang memiliki hati seperti anak-anak khususnya mereka yang berada dalam penderitaan, atau yang sedang mengalami ejekan dan olokan.
Memakai gelarNya, Anak Manusia, Kristus mengatakan sesuatu yang indah tentang maksud tujuan dari kedatanganNya dari sorga, “Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang.” Dia menyamakan tugasNya pada seorang yang meninggalkan sembilan puluh sembilan domba yang tidak hilang untuk dapat menemukan seekor domba yang hilang karena tersesat. Sesungguhnyalah, perhatian dan sukacita Allah terhadap pertobatan satu orang yang berdosa adalah lebih besar dari semua yang lain yang tidak perlu bertobat. Ini adalah sesuatu yang di luar kemampuan manusia untuk memahaminya, karena
pikiran-pikiranNya bukanlah pikiran-pikiran kita!
Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatkannya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak
disangsikan. jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:15-20).
Kristus melanjutkan pembicaraan mengenai masalah penting lainnya yang terjadi di antara orang-orang percaya di dalam Gereja. Bagaimana orang percaya bersikap bilamana seorang saudara menyakiti dia? Pertama, dia harus mencegah untuk tidak bertengkar dengan dia tetapi harus mengendalikan dirinya dari kemarahan. Dan kemudian dia harus
mempertahankan kasih persaudaraan dengan tidak membiarkan hal tersebut tersebar luas dan menjadi semakin sulit untuk memperbaikinya. Dia harus menjelaskan permasalahan pada yang melakukan perbuatan menyakiti secara pribadi dan dengan lemah-lembut, dengan harapan agar dia tidak menjadi marah dan lepas kontrol, tetapi akan menyadari kekeliruannya dengan segera dan tidak mengulanginya lagi. Sering-kali, bilamana yang berbuat kesalahan berhadapan dengan roh kasih dan damai sejahtera, dia akan menjadi malu dan menyesal. Ini akan membawa dia untuk berhenti melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain dan mencoba untuk memperbaiki masalahnya. Untuk alasan inilah, Yesus berkata, “Jika ia mendengarkan nasehatmu engkau telah mendapatkannya kembali.”
Tetapi, jika orang yang melakukan pelanggaran mengeraskan hatinya melawan saudaranya, dan tidak merasa malu atau tidak merasa perlu untuk bertobat, maka sekelompok kecil saudara harus berusaha untuk mencoba dan mengatasi persoalannya, bertindak sebagai juri atau penengah di antara keduanya. Tetapi, jika maksud yang baik inipun ternyata tidak juga berhasil, maka persoalannya harus diajukan di hadapan jemaat. Pendekatan ini menolong, karena menolong si pelaku pelanggaran untuk tunduk. Jika dia tidak mengakui pengadilan Gereja, maka orang yang sudah disakiti berhak untuk menolak dia dan tidak menganggapnya sebagai Saudara, karena dia sudah terbukti, melalui kelakukannya sendiri, bahwa dia tidak memiliki mutu kasih Kristen.
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”(Matius 18:21-22).
Berdasarkan hukum Yahudi, seorang dapat mengampuni kesalahan orang lain tiga kali, tetapi jika yang berbuat kesalahan tidak berhenti, maka seseorang tidak wajib untuk terus mengampuni. Petrus, yang merasa bahwa hukum Kristus lebih berkemurahan daripada aturan tersebut, bertanya kepadaNya apakah dia harus mengampuni seseorang sampai tujuh kali.
Dia sepertinya beranggapan bahwa mengampuni sebanyak tujuh kali adalah yang
dikehendaki, dan mengira bahwa dia sungguh sangat bermurah hati. Tetapi betapa malunya Petrus pada dirinya sendiri ketika Yesus menjawab: “tujuh puluh kali tujuh kali.” Dengan mengatakan ini, Yesus maksudkan bahwa pengampunan seharusnya tidak ada batasnya.
Betapa sulitnya hal ini dipraktekkan, karena sifat manusia tidak dapat mengampuni dalam cara ini tanpa pertolongan dari kasih karunia Ilahi. Tetapi Roh yang memimpin pada perasaan hati yang mengampuni, akan memimpin lagi untuk yang kedua kalinya, demikian seterusnya dengan tanpa batas. Hal ini secara khusus benar karena orang yang sekali mengampuni, dia dikuatkan untuk melakukannya berulang-ulang kali. Di pihak lain, orang yang tidak dapat mengampuni sampai seratus kali menunjukkan bahwa tindakan pengampunannya yang pertama, tidak dilakukan dalam semangat Kristen yang benar. Setiap
orang yang sadar akan pengampunan Allah tidak mungkin dapat membuat perhitungan untuk melakukan pembalasan dengan saudaranya sendiri, betapapun besar pelanggaran yang menyakitkan yang sudah dia lakukan.
“Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh, ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapus hutangnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: “Sabarlah dahulu hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus Mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algoio, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka BapaKu yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu
masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu”(Matius 18:23-25).
Adalah perlu untuk menjelaskan dasar dari ketentuan yang sulit ini untuk meyakinkan murid-murid bahwa hal itu adalah mungkin. Yesus menjelaskan pokok permasalahannya melalui contoh mengenai seorang hamba yang tidak bermurah-hati. Orang ini, sebagai yang sudah diampuni karena hutangnya yang begitu besar oleh rajanya, tidak mau melupakan hutang yang lebih kecil dari sesama hamba terhadapnya dia menangkapnya dan melemparkannya ke dalam penjara. Ketika yang lain mendengar akan hal itu, mereka
melaporkannya kepada raja yang segera saja menjadi murka. Dia memanggil orang itu, menegur dia karena tidak berbelas-kasihan, kemudian menyerahkan kepada para petugas penjara sampai dia membayar seluruh hutangnya. Sedikit sekali dia berkesempatan untuk membayar semua hutangnya yang ribuan sementara berada di dalam penjara!
Di dalam perumpamaan ini, Kristus menyamakan Allah dengan seorang raja dan orang berdosa dengan orang yang berhutang. Karena hutang dari orang berdosa itu kepada Allah sangat besar, adalah tidak mungkin baginya untuk membayar. Tetapi Allah, di dalam kemurahanNya, dan berdasarkan pada karya Penebusan Kristus, mengampuni bahkan orang yang terbesar dosanya, kalau dia mengaku, dan mohon belas kasihan, dan memilih untuk dituntun ke dalam kehidupan baru. Hutang kawannya terhadap dia, tidak ada nilainya sama sekali, bila dibandingkan dengan hutangnya pada Allah. Pada waktu seseorang menerima pengampunan Allah, dia tidak berhak untuk menahan pengampunan terhadap orang lain yang sudah berbuat kesalahan terhadapnya, betapapun seringnya kesalahan itu terjadi. Dia juga tidak punya hak untuk menghakimi dia dan mendengarkan kasusnya. Bisa terjadi bahwa dia berbuat dosa tanpa sengaja atau menjadi korban dari fitnahan. Betapa mendebarkan pernyataan Kristus yang terakhir yang dipergunakan untuk menanggapi Petrus: “Maka BapaKu yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu
masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Di dalam Doa Bapa kami, kita punya bukti pentingnya untuk tidak membiarkan diri dikuasai oleh kebencian: “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12). Orang yang tidak berdosa tidak harus menunggu orang yang bersalah untuk datang dan minta pengampunan tetapi harus menjadi yang pertama untuk mengusahakan pedamaian, sesuai dengan perintah: “Tegurlah dia di bawah empat mata” (Matius 18:15). Dengan melakukan hal ini, kita akan menjadi seperti Kristus yang tidak menanti orang-orang berdosa untuk bertobat dan datang kepadanya terlebih dahulu, tetapi turun dari sorga untuk “menyelamatkan yang hilang” (Matius 18:11).
Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepadaNya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapatMu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkanNya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jariNya di tanah.
Dan ketika mereka terus-meneras bertanya kepadaNya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka
mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” jawabnya: “Tidak ada, Tuhan. Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yohanes 8:3-11).
Kristus pergi ke Yerusalem dan masuk ke dalam Bait Allah. Dia mulai mengajar dan menjelaskan mengenai kerajaan rohaniNya. Sesudah agak berapa lama, ada keributan di antara orang banyak, sekelompok guru agama memaksa mencari jalan untuk bertemu
Kristus, menyeret bersama mereka seorang perempuan miskin yang tertangkap berbuat zinah. Di dalam kebiasaan mereka yang munafik, mereka menampilkan diri seolah-olah sebagai yang teguh menjalankan disiplin hukum, dan seolah menghormati Kristus yang mereka inginkan agar mengadili masalah ini sesuai dengan Taurat kudus mereka Mereka menyebut Dia dengan sebutan tertinggi mereka, “Guru,” dan menyuruh perempuan itu berdiri di hadapan orang banyak, mereka meminta Dia untuk menetapkan apakah dia harus dihukum sesuai dengan ketentuan Taurat Musa, yang mengharuskan melempar dengan batu untuk pelanggaran seperti itu.
Penguasa Roma melarang pengadilan keagamaan Yahudi untuk menjatuhkan pehukuman mati. Kalau saja Kristus menjatuhkan hukuman dengan pelemparan batu yang layak untuk diterima oleh perempuan itu, maka Dia akan melawan ketentuan penguasa pemerintah. Dia juga akan menyebabkan kemarahan banyak orang di dalam kelompok itu yang sudah terbiasa bersikap lunak dalam menghadapi kasus-kasus sedemikian. Jika, sebaliknya, Dia mengatakan bahwa perempuan itu tidak harus dilempari batu, Dia akan membuka bagi DiirNya dituduh sebagai musuh dari Hukum kudus mereka. Mereka berharap Dia akan dengan leluasa menafsirkan Hukum Taurat seperti yang Dia lakukan sehubungan dengan hari sabat, dengan mengatakan sebagai yang lebih besar dari Musa. Dengan meminta kepada Yesus apa
pendapat Dia tentang perkataan Musa, mereka sepertinya beranggapan bahwa Dia dapat menentang Hukum Taurat kapan saja Dia mau. Dan ini akan memperhadapkan Dia.pada pertikaian dengan orang-orang di dalam kelompok itu yang berpegang kuat pada Hukum Musa.
Maksud tujuah Kristus tidak terpusat pada perempuan yang berdosa tetapi pada orang-orang yang menuduh perempuan itu yang kesalahan mereka bahkan lebih besar. Yesus tidak dapat membiarkan begitu saja orang-orang yang selalu menekan dan jahat ini. TanggapanNya yang pertama adalah membungkuk dan menulis dengan jariNya ke tanah, barangkali memberi kesempatan pada para penuduh untuk mempertimbangkan kembali. Pada waktu mereka terus saja bertanya, Dia memberikan pendapatNya dengan kata-kata yang sama dengan berikut ini: “Berdasarkan Hukum kalian, jika tuduhan terhadap perempuan yang berzinah ditetapkan, maka yang menyaksikannya ialah orang yang pertama yang harus melempar batu kepadanya.
Kalian semua yang juga sudah bersalah berdasarkan hukum Taurat tidak punya hak untuk menghendaki agar perempuan itu dihukum di hadapan kalian. Oleh karena itu, biarlah orang yang tidak berdosa melempar batu yang pertama!”
Sesudah mengucapkan kata-kata tersebut, Dia membungkuk lagi dan menulis di atas tanah. Ketika Dia bangkit berdiri, semua yang menuduh perempuan itu sudah pergi dengan cara
yang sama ketika mereka tiba, dimulai dengan yang tertua dan diakhiri dengan yang termuda. Sesungguhnyalah, hati nurani mereka yang menyebabkan mereka menjadi pengecut!
Sepertinya, murid-muridNya tidak pergi bersama dengan yang lain-lain, tetapi tetap tinggal untuk mendengarkan kesimpulan atas permasalahan itu. Dengan perempuan yang masih tetap berdiri di sana, pikiran Kristus sekarang terpusat pada perempuan itu. Bukankah Dia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang terhilang? Allah tidak mengutus Yesus untuk menghakimi dunia tetapi untuk menyelamatkannya. Dia bertanya kepada perempuan itu:
“Hai perempuan, di manakah orang-orang yang menuduhmu? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Perempuan itu menjawab, “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak akan menghukummu, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.”
Dengan mengatakan, “Akupun tidak akan menghukummu,” Dia melakukan apa yang benar, karena para penuduh sudah pergi sebelum pemeriksaan terhadap mereka dimulai, jadi kasusnya dibatalkan. Dengan perkataan ini, Kristus tidak berarti, memaafkan dosa yang dituduhkan kepada perempuan itu. Karena Dia membenci dosa, tetapi mengasihi orang berdosa, Dia memberikan kesempatan kepada perempuan itu untuk meninggalkan dosanya.
Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kataNya: “Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Kata orang-orang Farisi kepadaNya: “Engkau bersaksi tentang diriMu, kesaksianMu tidak benar, jawab Yesus kepada mereka kataNya: “Biarpun Aku bersaksi tentang diriKu sendiri” namun kesaksianKu itu benar, sebab Aku tahu dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Kamu menghakimi menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorangpun, dan jikalau Aku menghakimi, maka penghakimanKu itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama dengan Dia yang mengutus Aku Dan dalam kitab TauratMu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah, Akulah yang bersaksi tentang diriKu sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.”
Maka kata mereka kepadaNya: “Di manakah BapaMu?” jawab Yesus: “Baik Aku maupun BapaKu tidak kamu kenal. jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga BapaKu.” Kata-kata itu dikatakan Yesus dekat perbendaharaan, waktu Ia mengajar di dalam bait Allah. Dan tidak ada seorangpun yang menangkal Dia, karena saatNya belum tiba.
Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak: “Aku akan Pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.” Maka kata
orang-orang Yahudi itu: “Apakah Ia mau bunuh diri dan karena itu dikatakanNya: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang? Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas, kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu Aku tadi berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu
akan mati dalam dosamu.”
Maka kata mereka kepadaNya: “Siapakah Engkau?” Jawab Yesus kepada mereka: “Apakah gunanya lagi Aku berbicara dengan kamu? Banyak yang harus Kukatakan dan Kuhakimi tentang kamu, akan tetapi Dia yang mengutus Aku adalah benar, dan apa yang Kudengar daripadaNya, itu yang Kukatakan kepada dunia.” Mereka tidak mengerti, bahwa Ia berbicara kepada mereka tentang Bapa Maka kata Yesus: “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu. Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepadaNya”(Yohanes 8:12-29).
Sesudah perempuan itu pergi, Kristus melanjutkan pengajaranNya, menyamakan diriNya dan pekerjaanNya dengan terang, salah satu dari sebutanNya yang paling agung adalah “Terang Dunia.” Orang-orang Farisi berkeberatan dengan apa yang dikemukakanNya, karena kesaksian seseorang tentang dirinya sendiri tidaklah kuat. Yesus menjawab bahwa seandainyapun ketentuan itu benar bagi orang-orang berdosa, yang dibutakan oleh pementingan diri sendiri atau disesatkan, namun tidaklah berlaku bagiNya, karena Dia sebagai Kristus yang tanpa dosa, berada “di dalam pangkuan Bapa” (Yohanes 1:18). Ini merupakan tambahan bagi kesaksian Bapa yang melenyapkan semua keraguan dan menyingkirkan protes. Ketika mereka bertanya kepadaNya di mana BapaNya, Dia menjawab dengan kata-kata yang manusia tidak dapat memakainya, karena Dia berkata, Baik Aku maupun BapaKu tidak kamu kenal.” Pada waktu Dia memberitahu kepada mereka bahwa
Dia akan pergi ke suatu tempat di mana mereka tidak dapat ikut, mereka dengan sangat kasar mengatakan bahwa Dia barangkali mau bunuh diri Dia sekali lagi menanggapi dengan lberkata, “Kamu berasal dari bawah” Manusia kebanyakan tidak akan dapat membuat pernyataan seperti itu.
Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: “jikalau kamu tetap di dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jawab mereka: “Kami adalah lketuranan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah jadi apabila anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka. Aku tahu, bahwa kamu
adalah keturanan Abraham, tetap kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firmanKu tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat apa yang kamu dengar dari bapamu.”
Jawab mereka kepadaNya: “Bapa kami ialah Abraham.” Kata Yesus kepada mereka: “jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan adalah berusaha membunuh Aku, Aku seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, Yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah, pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.” jawab mereka: “Kami tidak dilahirkan dari zinah, Bapa kami satu, yaitu Allah.”
Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasaKu? Sebab kamu tidak dapat
menangkap firmanKu. Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di
dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta. Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepadaKu, Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu? Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah, itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.” Orang-orang Yahudi itu menjawab Yesus: “Bukankah benar kalau kami katakan bahwa Engkau orang Samaria dan kerasukan setan?” (Yohanes 8:31-48).
Sesudah Yesus menyebut diriNya sendiri sebagai “Terang Dunia,”banyak yang percaya kepadaNya. Dia selanjutnya mengatakan bahwa orang-orang yang menerima kebenaran ini akan dengan pasti dimerdekakan, karena Dia benar-benar akan melakukanNya untuk mereka. Pada waktu mereka mengatakan bahwa mereka tidak perlu dimerdekakan, Dia memberitahu kepada mereka bahwa siapapun yang berdosa adalah diperhamba oleh Dosa. Bagi mereka yang sudah memutuskan untuk membunuh Dia, Dia mengatakan bahwa mereka mau melakukan hal itu karena perkataan-perkataanNya tidak ada tempat di dalam hati mereka.
Dia menyatakan bahwa mereka diperhamba oleh Dosa karena mereka adalah anak-anak dari Si Jahat. Jadi pengakuan mereka bahwa mereka adalah anak-anak Abraham tidaklah pada tempatnya karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan Iblis atau Si Jahat, dan bukan perbuatan-perbuatan Abraham. Dalam hal yang sama, kebohongan-kebohongan yang mereka lakukan menunjukkan dengan jelas asal-usul mereka karena Iblis atau Si Jahat disebut juga sebagai “Bapa dari Segala Dusta.”.
Kemudian Dia melanjutkan, mengatakan bahwa tidak ada orang lain yang dapat mengatakan sebagai yang tanpa dosa. Semua nabi mengakui dosa-dosa mereka dengan kesedihan. Siapakah Dia ini yang dapat membuat pengakuan seperti itu tentang diriNya sendiri? Pastilah Dia lebih tinggi mengatasi semua orang yang lain. Kemudian Dia menambahkan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya”(Yohanes 8:51). Sekali lagi, ini adalah kata-kata yang tidak dapat dikatakan oleh seorangpun, kata-kata ini adalah kata-kata yang hanya dapat diucapkan oleh Anak Allah!
Jawab Yesus: “Aku tidak kerasukan setan, tetapi Aku menghormati BapaKu dan kamu tidak menghormati Aku. Tetapi Aku tidak mencari hormat bagiKu: ada Satu yang mencarinya dan Dia juga yang menghakimi. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” Kata orang-orang Yahudi kepadaNya: “Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barang siapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. Adakah Engkau lebih besar dari pada Bapa kita Abraham, yang telah mati!
Nabi-nabipun telah mati, dengan siapakah engkau samakan diriMu?”
Jawab Yesus: “Jikalau Aku memuliakan diriKu sendiri, maka kemuliaanKu itu sedikitpun tidak ada artinya. BapaKulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, padahal kamu tidak mengenal Dia. Dan jika Aku berkata Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firmanNya. Abraham Bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hariKu dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” Maka kata orang-orang Yahudi itu kepadaNya:” UmurMu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau
telah melihat Abraham?” Kata Yesus kepada mereka “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi Aku telah ada.” Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah (Yohanes 8:49-59).
Yesus mengatakan bahwa kebenaran itu akan memerdekakan manusia. Sesudah mendengar hal itu musuh-musuhNya menuduh Dia sebagai orang Samaria dan kerasukan Setan. Mereka menantang pernyataan-pernyataanNya yang mengatakan bahwa barangsiapa yang menuruti firmanNya akan hidup untuk selama-lamanya, dengan mengatakan bahwa Abraham dan semua leluhur dan Nabi-nabi telah mati. Mereka bertanya kepadaNya, siapa Dia itu menurutNya. Menanggapi hal itu, Dia membuat pernyataan yang terkenal sehubungan dengan keberadaanNya sebelum Abraham, yang tidak dapat disangkal lagi merupakan bukti mengenai asal-usulNya yang Ilahi. Bagaimana Dia dapat mengatakan bahwa Dia sudah ada sebelum Abraham, kalau Dia tidak memiliki sifat Ilahi yang sudah ada sejak pada mulanya?
(Yohanes 1:1). Juga, dalam menyatakan diri sebagai: “Aku adalah,” sama seperti nama Allah yang dinyatakan pada Musa pada masa lampau (Keluaran 3:14). Mereka sepenuhnya mengerti apa yang Dia maksudkan sebenarnya adalah bahwa Dia Allah yang kekal, dan ini membuat mereka sangat marah. Mereka mau melempari Dia dengan batu, tetapi Dia menghilang: karena saatNya belum tiba.
Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandanganNya untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagiNya. Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalananNya menuju Yerusalem. Ketika dua muridNya, Yakobus dan Yohanes melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau.supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka? Akan tetapi Ia berpaling dan menegur mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain (Lukas 9:51-56).
Selama perjalanan terakhir Kristus dari Galilea ke Yudea, Dia bermaksud melalui Samaria yang merupakan bagian dari kawasan yang dikenal sebagai “kawasan di luar Yordan atau “negeri kekelaman” dalam nubuatan Yesaya, sebuah kawasan yang penduduknya akan “melihat terang yang besar” (Yesaya 9:1).
Yesus mengirim berita ke desa Samaria di mana Dia bermaksud untuk bermalam bersama dengan murid-muridNya. Kabar ini sangat tidak menyenangkan penduduk Samaria karena datang dari sekelompok orang-orang Yahudi yang Guru mereka yang terkenal sudah
mengabaikan daerah mereka dalam pelayananNya. Barangkali ada unsur kecemburuan yang ikut berperan dalam penolakan mereka untuk menerima Dia dan murid-muridNya.
Ketika murid-murid kembali dengan berita penolakan, murid-murid sangat marah. Mereka berharap Petrus segera betindak, tetapi anak-anak Zebedius, yang oleh Kristus diberi nama panggilan “Anak-anak Guruh,” menggeser dia dengan bertanya pada Gurunya, apakah mereka diijinkan meminta api turun dari sorga untuk menghancurkan orang-orang Samaria tersebut Bukankah nabi Elia, di tempat yang sama, menyuruh api turun dari sorga membinasakan ratusan tentara Raja Ahazia yang diperintahkan untuk menangkap dia? (2
Raja-Raja 1:10). Tidakkah mereka belajar di Gunung Kemuliaan bahwa Guru mereka lebih besar dari Elia? Bagaimana dapat Dia menahan diri dari menghukum orang-orang yang sudah menyakiti Dia, Seorang yang mereka kenal dan akui sebagai Anak Allah dan yang diurapiNya?
Biar bagaimanapun seseorang tidak dapat mengikuti contoh dari nabi-nabi dalam semua persoalan. Kristus menegur kedua murid tersebut dengan kata-kata tegas berikut ini: “Sikap seperti itu tidak pada tempatnya ada di dalam diri orang-orang yang bersama-sama dengan Aku. Permintaanmu menunjukkan bahwa kamu didorong oleh roh yang lain, yaitu kemunafikan dan dendam. Tidakkah kamu melihat ketika kumpulan orang banyak di Nazaret mau menyerangKu, atau ketika Aku nyaris dilempari batu di Yudea, atau ketika Aku diminta untuk meninggalkan daerah Gadara? Adakah Aku menolak untuk pergi? Bukankah Aku berulang-ulang kali mengajar kamu untuk mengasihi musuh-musuhmu dan berbuat baik kepada mereka yang membenci kamu? Bagaimana dapat sekarang kamu meminta kepadaKu untuk membinasakan orang-orang di kota ini dengan api? Kamu tentunya sudah tahu bahwa Aku datang bukan untuk menbinasakan tubuh atau jiwa orang-orang tetapi untuk menyelamatkan mereka”
CKristus menolak saran dari kedua muridNya untuk membinasakan, orang-orang Samaria yang menentang itu. Sebaliknya Dia beralih ke desa yang lain, yang berada di luar daerah perbatasan. Dengan melakukan hal itu, Dia memberi contoh mengenai kebaikan, belas kasihan, dan kelemah-lembutan dalam menanggapi orang-orang yang melawan. Pelayanan kesembuhan selama dalam perjalanan ini sudah lebih dari cukup untuk dilakukan kali ini, tetapi ada tercatat bahwa Dia mengajarkan mengenai tiga perumpamaan yang berisi pelajaran-pelajaran, agar orang-orang yang melakukan pekejiaan pelayanan jasmani sebagai wujud dari belas kasihan dapat belajar.
Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.” Lalu Ia berkata kepada seorang lain: “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata: “Izinkahlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati, tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Dan seorang lain lagi berkata: “aku akan mengikut
Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Lukas 9:57-62).
Seorang laki-laki mendekati Yesus dan, sesudah menyampaikan salam sebagaimana biasanya, berkata, “Tuhan aku akan mengikut Engkau ke mana saja Engkau pergi.” Bisa jadi dia mengira bahwa Yesus tentunya akan sangat bangga mempunyai pengikut lagi. Tetapi jawaban Kristus menunjukkan kepada kita bahwa maksud tujuan dari orang ini bukanlah yang terbaik, barangkali bahkan keduniawian. Jadi dia tidak tepat untuk berada di antara murid-muridNya. Kristus, sebagai Allah yang berinkarnasi, sudah merendahkan diri dalam tingkatan yang paling rendah dari kejatuhan manusia, untuk dapat memberikan penghiburan bagi orang-orang miskin yang ada di dunia ini dan akan menjadikan mudah bagi mereka untuk mengikut Dia. Baik palungan dan kuburanNya adalah pinjaman, seolah-olah semua yang dipergunakanNya adalah milik kepunyaan dunia. Dia mendapatkan dukungan secara keuangan dari orang-orang yang mengasihi Dia, dan hanya meninggalkan pakaianNya dan kain kubur (kafan) yang Dia lepaskan ketika Dia bangkit dari kematian. jadi, jawabanNya kepada orang ini adalah, “Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.” Ini menunjukkan betapa sedikitnya apa yang dapat Dia berikan pada orang ini, sehubungan dengan harta kekayaan dunia. Kita tidak mendengar lagi mengenai orang ini lebih jauh.
Selanjutnya, Yesus memberikan kepada salah seorang dari sahabat-sahabatNya yang percaya kesempatan untuk menjadi muridNya. Orang ini menerima dan kemudian minta ijin untuk untuk diperkenankan tetap tinggal dengan bapaknya yang sudah tua sampai dia mati. Ini memang tugas suci terhadap orang tua pada waktu itu. Kristus tidak bersikap lembut terhadapnya karena menempatkan tugas kuwajibannya terhadap orang tua mengatasi tanggungjawabnya pada Allah. Jadi, Dia menasehati dia untuk meninggalkan yang mati secara rohani untuk mempedulikan yang mati secara jasmani. kata lain, dia yang secara rohani hidup melalui pertobatan, harus bergabung dengan yang lain, seperti dia, yang secara rohani dihidupkan. Tidak diragukan lagi, bahwa Kristus berpegang pada perintah untuk menghormati orang tua, sebagaimana ditunjukkanNya selama tahun-tahun awalNya di Nazaret. Orang ini juga diingatkan bahwa Yesus menegur para pemimpin Yahudi yang mencoba untuk melepaskan diri dari tanggung-jawab terhadap keluarga dengan memberikan korban, suatu persembahan resmi, pada Bait Suci, yang seharusnya mereka berikan kepada orang tua mereka (Markus 7:10-13). Oleh karena itu, Yesus menasehati orang ini untuk mengikut Dia dan meninggalkan ayahnya, mengetahui hak penuh Allah atas kehidupannya. Setiap kali hak Allah berbenturan dengan orang-orang yang merupakan sanak-saudara kita, kita harus memberikan prioritas kepadaNya.
Orang yang ketiga juga mendekati Kristus, mau mengikut Dia. Tetapi, terlebih dahulu dia mau berpamitan pada keluarganya. Kristus tidak memberikan ijin kepadanya untuk
melakukan hal itu. Kemungkinan karena dia tinggal di tempat yang sangat jauh, dan Yesus tahu bahwa jika ia pulang ke rumah, dia akan kehilangan ketetapannya atau orang tuanya akan mencegah dia untuk kembali. Penjelasan lain bisa jadi bahwa Kristus mau menjadikan jelas pada semua yang hadir bahwa, dalam keadaan bagaimanapun, seseorang tidak seharusnya meninggalkan panggilan Sang Guru. Yesus menanggapi permohonan orang ini dengan mengatakan bahwa orang-orang yang berketetapan untuk mengikut Kristus harus maju terus, menuda-nunda ataupun ragu-ragu, seperti seorang yang sedang membajak tidak akan menoleh lagi ke belakang, sekali dia mulai menggarap tanah.
Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka
berdua-dua mendahuluiNya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungiNya. KataNya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya la mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasur, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan.
Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.
Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu di terima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat kepadamu. Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota
dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami,kami kebaskan di depanmu, tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu” (Lukas 10:1-12).
Tidak diragukan lagi bahwa ada sejumlah besar orang mengikut Yesus sebagai murid-murid. Di antara mereka, ada tujuh puluh orang laki-laki yang diutus keluar berdua-dua. Mereka diutus untuk memberitakan firman, mengajar, dan menyembuhkan di desa-desa dan, di
kota-kota, sebagaimana yang Kristus sudah pernah lakukan bersama dengan keduabelas murid. Mengutus mereka pergi berdua-dua akan menjadikan mereka lebih berhasil, karena yang satu dapat memberikan dorongan semangat kepada yang lain, dan mereka bisa saling bergantian dalam berbicara dan melayani. Lebih dari dua orang akan menyusahkan tuan rumah yang menerima mereka dan kesempatan mereka untuk menyampaikan firman akan berkurang. Dengan memiliki kuasa untuk menyembuhkan sakit-penyakit, mereka dapat menarik perhatian dari orang-orang, mendapatkan keyakinan dan kasih-sayang mereka. Dengan cara ini, mereka akan menunjukkan perhatian Guru mereka untuk
kebutuhan-kebutuhan sementara dan juga kebutuhan-kebutuhan rohani bagi semua orang.
Mereka akan menyebarluaskan berita mengenai kerajaan yang sekarang sudah dekat dan
Raja yang mengutus mereka sebagai utusan-utusan.
Dia memberi nasehat dan petunjuk kepada tujuh puluh orang ini, sama dengan yang pernah Dia berikan kepada dua belas murid. Namun, Dia juga memberitahu kepada mereka untuk tidak menyapa siapapun dalam perjalanan, karena singkatnya waktu. Orang-orang timur senang sekali untuk menyampaikan salam yang panjang-panjang yang cenderung untuk menghabis-habiskan waktu. Selain itu, Dia menasehati mereka untuk makan apa saja yang diberikan, dengan tanpa mempertanyakannya ataupun berkomentar, mengabaikan
hukum-hukum upacara orang-orang Yahudi mengenai makanan. Karena hal itu bisa merupakan penghalang antara mereka dan orang-orang yang menerima mereka di dalam rumah. Dia memberikan dukungannya akan hal ini dengan mengatakan, “seorang pekerja patut mendapat upahnya.”
Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga”(Lukas 10:17-20).
Sepertinya, kelompok murid-murid ini kembali tahap demi tahap. Tetapi mereka semua kembali dengan sukacita dan ketakjuban. Kuasa yang Kristus berikan pada mereka bisa jadi tidak secara khusus termasuk mengusir keluar roh-roh jahat, jadi ketika mereka berusaha untuk melakukan tugas ini dan ternyata berhasil, mereka sangat bersukacita.
Keberhasilan-keberhasilan ini merupakan yang paling utama dalam laporan mereka terhadap Dia yang sudah mengutus mereka, karena mereka memberitahu kepada Dia, “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.” Mengapa ini bisa dilakukan dalam nama Kristus dan bukan Allah? Apakah keberhasilan yang dapat dilakukan hanya di dalam sebuah nama, kecuali Kristus benar-benar bersama mereka di dalam roh?
Dalam jawabanNya, Kristus menunjukkan bahwa keberhasilan mereka karena apa yang Dia lakukan dahulu, dalam hal mengusir setan keluar dari sorga karena kesombongannya. Di sini seolah-olah Dia mengatakan, “Kalian menyaksikan kekelahan dari beberapa prajurit, tetapi Aku sudah menyaksikan kekalahan dan kejatuhan dari komandan mereka, kekalahannya
yang puncak. Kristus akan menjadikan dia tertawan, dia yang selalu memperbudak
orang-orang dan mengikat mereka dengan sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan yang merusak. Dari gelar Setan, “sebagai penguasa dunia ini”(Yohanes. 16:11), kita mengenali
kerajaannya, dan dari sebutannya, “penguasa kerajaan angkasa” (Efesus 2:2), kita melihat di mana tempat tinggalnya. Dari dunianya, “kuasa kegelapan” (Kol. 1:13), kita mengerti sifat dari perbuatan-buatannya, dan dari ungkapan, “mentaati penguasa kerajaan angkasa”(Efesus
2:2), kita melihat sikap atau kelakukan dari orang-orang yang tunduk di bawah
kekuasaannya.
Yesus berkata, “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan-Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7.22,23). Tidakkah mereka menyadari bahwa keberhasilan mereka tidak dalam hal mengusir roh-roh jahat, yang sepertinya membuat mereka bangga, karena nampak seolah-olah merupakan hasil perbuatan-perbuatan mereka? Keberhasilan yang sebenarnya adalah dalam hal bahwa nama-nama mereka tertulis
di dalam sorga pekerjaan Allah dan pemberian cuma-cuma dari anugerahNya. Berbahagialah mereka yang kepada mereka Kristus menegaskan kenyataan bahwa nama-nama mereka tertulis di dalam Kitab Kehidupan. Dapatkah manusia biasa punya hak untuk memberitahu kepada orang-orang bahwa nama mereka tertulis di dalam sorga? Tidakkah ini memberitahu dengan jelas kepada kita bahwa Kristus adalah Anak Manusia dan Anak Allah.
Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur
kepadaMu, Bapa. Tuhan langit dan bumi karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.”Ya Bapa itulah yang berkenan kepadaMu. Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.”Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-muridNya tersendiri dan berkata “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata kepadamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat api yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar api yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya” (Lukas 10:21-24).
Dari semua kehidupan Kristus di bumi, kita tidak membaca bahwa Dia bergembira dan penuh sukacita kecuali di sini. Namun demikian kita tahu dalam tiga peristiwa di mana Dia menangis, dan dalam beberapa kejadian pada waktu Dia sangat kesal, terganggu, atau sangat sedih. Dia sangat bahagia melihat kemenangan murid-muridNya atas setan dan berkat-berkat yang dialami oleh orang banyak. Ini merupakan keberhasilan besar dari pelayananNya. Dalam sukacitaNya, rohNya terarah pada Bapa sorgawiNya. Yesus berterima kasih kepadaNya dalam kata-kata sebagaimana yang Dia sampaikan baru saja. Kemudian Dia mengarahkan perhatianNya pada murid-murid, memberitahu kepada mereka secara pribadi bahwa banyak nabi dan raja yang tidak mendapatkan kesempatan seperti mereka,
sehubungan dengan apa yang baru saja mereka alami.
Kita jangan melupakan manfaat besar yang diperoleh tujuh puluh murid tersebut, dan sebagaimana kita sendiri menikmatinya dewasa ini sebagai hasil dari pelayanan mereka. Pada waktu Yesus mempercayakan pada orang-orang ini tugas pekerjaan yang Dia pernah berikan
terdahulu pada dua belas murid, Dia mengajarkan kepada kita bahwa pekerjaan pemberitaan Injil tidak terbatas hanya untuk pendeta, tetapi merupakan suatu tugas dan kehormatan bagi setiap orang percaya untuk menyisihkan waktu dan uang mereka guna penyebaran Injil. Jika saja semua orang Kristen mengerti kebenaran ini dan menjalankannya, maka mereka akan dapat melakukan keajaiban-keajaiban! Kristus berbicara tentang hal ini ketika Dia berkata, “Aku berkata kepadaMu: Sesungguhnya barang-siapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu, sebab Aku pergi kepada Bapa.”(Yohanes 14:12). Kebenaran dari prinsip ini dinyatakan di dalam sejarah dari Gereja mula-mula. Kebenaran ini dinyatakan pada saat ini juga, melalui pemberitaan Injil di banyak negara.
Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar, perbuatlah demikian maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus:” Dan siapakah sesamaku manusia?”
Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu, ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu, ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu, dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: “Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.”
Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu? “Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”(Lukas 10:25-37)
Sesudah kembalinya tujuh puluh murid, seorang ahli Taurat datang untuk mencobai Kristus. Dia bertanya kepadaNya apa yang harus di lakukan untuk memperoleh hidup yang kekal. Kalau saja pertanyaan ini diajukan dengan sikap bermusuhan, Kristus sepertinya juga akan menghadapinya dengan tegas, tetapi pertanyaan itu diajukan dengan memakai pendekatan hukum, dan layak untuk mendapatkan jawaban yang sesuai. Dengan berbalik mengajukan pertanyaan pada yang mencari tahu, Yesus membiarkan dia untuk menjawab dari Taurat. Jawaban dari ahli Taurat ini ternyata sama baiknya dengan pertanyaannya. Dia berkata,
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu,” dan “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” Kristus memberitahu kepadanya bahwa dia sudah menjawab dengan benar dan bahwa jika dia mentaati perintah ini, dia akan hidup. Orang ini mempunyai pandangan yang memadai tentang Taurat, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak dapat mengasihi baik Allah maupun sesamanya sampai sejauh itu, dan oleh karena itu tidak punya hak untuk hidup yang kekal. Pengetahuan saja tidak menenangkan hati nurani tetapi meyakinkannya, kesarjanaan tidak menyingkirkan pertimbangan tetapi meningkatkannya,
dan memelihara Taurat tidak menjamin keselamatan kecuali dijalankan dengan sempurna, dan itu adalah tidak mungkin!
Untuk alasan inilah, Allah menghendaki agar setiap orang berdosa mengetahui, tidak hanya Taurat, tetapi juga keterbatasan dan kelemahannya sendiri. Ahli Taurat ini tidak punya pengetahuan diri yang sangat diperlukan ini, namun demikian dia toh tetap saja berusaha untuk membenarkan dirinya, sementara dia sendiri masih jauh dari benar. Dia tidak berani bertanya siapakah Allah itu sehingga dia dapat mengasihi Dia. Sebaliknya dia bertanya siapakah sesamanya untuk dapat mengetahui apakah dia mengasihi dia seperti dirinya sendiri, karena dia ingin memperoleh hidup yang kekal. Sekali lagi, Kristus menjawab pertanyaan lain agar si penanya ini menjawab pertanyaannya sendiri. Sebagai pendahuluan terhadap pertanyaan yang kedua, Dia menyampaikan sebuah kisah yang kita kenal sebagai “Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah hati.”
Kristus mengisahkan tentang seorang Yahudi yang mengadakan perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho. Dia diserang oleh para penjahat yang merampok semua yang dipunyainya, bahkan pakaian yang dikenakannya. Mereka juga memukul, melukai dia dan meninggalkannya dalam keadaan hampir mati. Seorang imam melalui jalan itu, dan secara kebetulan melihat dia. Namun sebenarnya, keadaan ini diatur oleh Allah. Melalui “kejadian” itu, Allah menguji setiap kita. Akankah kita menanggapi suara batin yang memberitahu kita untuk menunjukkan belas kasih dan kemurahan hati?
Pada waktu imam itu melihat dia, dia menyimpang ke jalan lain. Tidak diragukan lagi, dia mencoba untuk membenarkan dirinya dengan segala macam alasan, tetapi apa yang dia lakukan tidak dapat dimaafkan. Si korban adalah sesama orang Yahudi, secara jabatan imam itu harus menolong dia. Karena dia adalah seorang pemimpin agama, dia diberi tugas untuk melayani orang-orang dalam berbagai macam cara yang dapat dilakukan, dia sudah ditetapkan untuk menjadi contoh teladan bagi bangsa itu dalam semua tindakannya. Oleh
karena itu sengaja menghindar dari tanggung-jawab ini adalah suatu pelanggaran yang sangat serius.
Berikutnya, datang seorang Lewi, kolega dari imam yang nienduduki jabatan penting nomor dua di antara rohaniwan. Kita membaca bahwa dia agak sedikit berbelas-kasihan daripada imam karena dia berhenti untuk melihat orang yang malang ini. Barangkali dia juga merasa
iba terhadap dia. Tetapi, dia tidak melanjutkan perasaannya ke dalam perbuatan, karena dia juga menyimpang ke jalan lain.
Baik imam maupun orang Lewi ini bukan tidak mengerti akan perintah Taurat untuk menolong seorang saudara yang memerlukan. Bagaimanakah pandangan seseorang terhadap dua orang agamawan ini, melihat saudara mereka berada dalam kemalangan, namun tidak mengulurkan tangan untuk menolong? Adakah mereka mengabaikan orang ini karena mereka sudah melakukan tugas mereka pada Allah. dan manusia dengan melalui melakukan semua tugas keagamaan mereka? Adakah mereka berpikir bahwa orang ini sudah mendekati kematian untuk bisa ditolong? Memang, jika dia mati di tangan mereka, mereka akan
menjadi “najis,” dan ini akan menghalangi mereka untuk melakukan tugas-tugas keagamaan tertentu untuk sementara waktu. Mereka seharusnya ingat perintah Ilahi yang mengatakan “Yang Kukehendaki adalah belas kasihan dan bukan korban bakaran (Hosea 6:6). Barangkali di balik alasan itu mereka menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya, bahwa jalan yang mereka lalui sangat berbahaya, dan mereka buru-buru menyingkir demi untuk keselamatan mereka sendiri. Barangkali si imam berpikir bahwa dia akan menyerahkan tugas ini pada orang Lewi yang ada di belakangnya. Di pihak lain, barangkali orang Lewi merasa bahwa dia tidak bertanggung-jawab karena imam yang tiba lebih dulu dari dia, yang adalah lebih tua, ternyata tidak berbuat apa-apa. Dapatkah alasan-alasan itu dibenarkan di pemandangan
Allah?
Kristus menyalahkan imam dan orang Lewi, dan dalam hal ini kita punya bukti yang kuat bahwa orang bersangkutan tidak hanya dihukum karena kejahatan yang dia lakukan tetapi juga karena kebaikan yang dia gagal untuk melakukannya. Pendapat umum juga akan menyalahkan kedua orang ini, tidak hanya karena kesalahan-kesalahan yang sudah mereka lakukan, tetapi karena mengabaikan permintaan tolong dari sesamanya yang berada dalam kesulitan.
Sekarang kita alihkan pikiran kita dari imam dan orang Lewi kepada seorang yang segera saja menyenangkan hati kita orang yang ketiga, seorang Samaria, yang sebenarnya merupakan musuh besar dari korban yang jatuh di tangan para penyamun. Dalam keadaan biasa, korban yang terluka tentunya akan meludahi orang Samaria tersebut dan merasa jijik terhadapnya, karena secara sosial dia dianggap berkedudukan rendah. Barangkali orang ketiga ini menyadari bahwa kawan-kawan dari si korban lewat begitu saja tanpa memberikan pertolongan. Tetapi, di balik perasaan-perasaan ini, dia mentaati perintah Ilahi untuk mengasihi sesamanya. Perintah ini dikemukakan dalam lima kitab Musa, dan juga diketahui oleh orang Samaria ini (Imamat 19:15). Sekali lagi perkataan Kristus tentang yang terakhir menjadi terdahulu dan yang terdahulu menjadi terakhir menunjukkan kebenarannya di sini.
Orang Samaria itu turun, merawat luka-luka korban, dan menempatkan dia pada keledainya, menjaga dan memeganginya menelusuri jalanan kasar sampai tiba di sebuah penginapan. Di sini, dia tidak mengabaikan tanggung-jawabnya, tetapi membayar dengan jumlah senilai dua
hari upah orang bekerja untuk merawat si korban. Dia kemudian berjanji akan membayar biaya tambahan lainnya yang diperlukan, untuk memastikan bahwa si korban sembuh dan pulih kembali sepenuhnya.
Pada waktu Kristus mengakhiri perumpamaannya, Dia bertanya pada si ahli agama, yang mana menurut dia yang mengasihi sesamaNya seperti dirinya sendiri. Jawabannya seharusnya, “orang yang dari Samaria.” Tetapi gengsi keagamaannya tidak membiarkan dia menjawab dengan tegas bahwa orang Samaria itu memberikan contoh keteladananan yang lebih baik daripada imam Yahudi dan orang Lewi. Dia merasa cukup mengatakan, Dia yang menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kristus puas dengan jawaban ini dan berkata, “pergilah dan perbuatlah demikian.” Dalam kata lain, tunjukkan kebaikan terhadap semua orang yang memerlukan pertolonganmu, bahkan terhadap musuh-musuhmu!
Kristus memuji orang Samaria ini, tidak bermaksud untuk menghormati dia ataupun menyinggung perasaan imam-imam dan orang-orang Lewi, tetapi untuk mengajar bahwa orang dari kepercayaan lain, yang mentaati hukum kasih, adalah lebih baik daripada seorang rohaniwan yang mengabaikannya. Ahli Taurat itu bertanya, “Dan siapakah sesamaku?” di mana dia seharusnya mengajukan pertanyaan berikut: “Tidakkah semua orang sesamaku? Tidakkah seharusnya saya memperlakukan setiap orang sebagai sesama saya dan mengasihi dia seperti diri saya sendiri?” Sesama adalah seseorang yang lewat di depan saya dan kepada siapa tangan saya dapat menjangkau. Tidak peduli betapapun jauh hatinya dari saya, atau sangat asing dia bagi saya, dia tetap masih sesama saya. Allah menghendaki agar kita mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri, dan memperlakukan mereka dalam cara yang menunjukkan bahwa kasih ini adalah murni.
Dalam kisah ini, Yesus mengulangi ajaran dasarNya yang mana sikap dari imam dan orang Lewi justru kebalikannya: Agama tidak terdiri dari melakukan perbuatan-perbuatan kesalehan secara lahiriah sementara pada waktu yang sama prinsip dasar dari mengasihi sesama justru dilanggar. Imam dan orang Lewi tidak benar-benar mengasihi Allah dan perbuatan-perbuatan kesalehan mereka adalah sia-sia. Sebabnya, Allah menerima orang Samaria yang menunjukkan bahwa dia mengasihi Allah melalui mengasihi sesamanya, kendatipun dia tidak melakukan tugas-tugas keagamaan dan bukan orang Yahudi.
Dalam perumpamaan ini, Kristus meruntuhkan tembok pemisah antara berbagai golongan dan menjadikan jelas bahwa inti dari agama adalah kasih bukan golongan di mana seseorang menjadi anggotanya. Ikatan rohani dalam bentuk kasih harus ada di antara berbagai golongan, menegaskan adanya kesatuan iman, di balik adanya beberapa perbedaan doktrin. Perbedaan-perbedaan ini jangan dibesar-besarkan sehingga mengorbankan kasih persaudaraan. Kebenaran sejati dan kebaikan adalah satu, dan maksud tujuan dari berbagai cabang dari iman yang benar dari Kekristenan adalah untuk membawa umat manusia kepada Allah.
Ketika Yesus dan murid-muridNya dalam perjalanan, tibalah di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bemama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bemama Maria. Maria ini duduk dekat khaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya, sedang Marta sibuk melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata, “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku. “Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya.”(Lukas 10:38-42)
Kristus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Yerusalem sampai mereka mencapai Betani yang sekitar tiga perempat jam perjalanan dari kota. Betani merupakan tempat yang sangat berperan dalam sejarah karena ada satu keluarga saleh yang tinggal di sana. Anggota-anggota dari keluarga itu merupakan sahabat-sahabat pribadi dari Yesus dan mereka menyediakan bagi Dia dan murid-muridNya tempat yang nyaman untuk bermalam kapan saja mereka membutuhkannya. Pada waktu Yesus dan murid-muridNya memasuki rumah ini, orang-orang lain yang berasal dari kampung itu ikut bergabung dengan mereka dan Dia akan mengajar mereka, sebagaimana kebiasaanNya. Sesudah itu, dua bersaudara, Marta dan Maria, melayani tamu khusus mereka, kendatipun dalam cara yang berbeda. Marta, yang tertua dari keduanya, bertugas mengawasi rumah dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka secara jasmani. Dia sangat sibuk menyiapkan makanan untuk orang banyak yang datang ke rumah mereka, kapan saja Nabi besar dan pembuat Mujizat datang berkunjung.
Bagi Maria, dia mengerti bahwa Kristus bukanlah seorang guru yang memerlukan pelayanan berlebih-lebihan, dan sukacitaNya yang terbesar adalah melihat perhatian orang-orang pada nasehat-nasehatNya. Dia berkata, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Matius 5:6). Oleh karena itu, Maria duduk di bawah kakinya,mendengarkan perkataan-perkataanNya. Dalam melakukan hal itu, dia secara indah mewakili sekelompok kecil orang yang bagi mereka segala sesuatu yang diberikan dunia adalah kurang berharga bila dibandingkan dengan iman pada Allah. Orang-orang ini tidak berarti meninggalkan dunia dan segala kejahatan yang berada di dalamnya, tetapi mereka menempatkan iman mereka mengatasi dunia. Mereka adalah orang-orang yang namanya tertuhs di dalam Kitab Kehidupan karena Allah sudah memilih mereka untuk kemuliaan yang kekal.
Kesalahan Marta adalah dalam hal menempatkan kebaikan secara dunia mengatasi iman dalam Allah. Betapa seringnya hal “baik” merupakan musuh dari “yang terbaik!” Karena dosa membawa kepada dosa yang lebih besar, maka dia bersungut-sungut dalam hatinya dan kesal pada saudarinya yang duduk di bawah khaki. Ini menyebabkan dia mengeluh pada Guru sendiri. Seharusnya bergembira melihat saudarinya mendapat kesempatan yang indah
untuk belajar. Dia paling tidak bisa berkata pada saudarinya, “tolong saya dulu, dan sesudah itu kita dapat duduk bersama di bawah Guru.” Tetapi sebaliknya, dia menegur, dan berkata, “Suruh dia untuk menolongku!”
Kristus memahami sepenuhnya kebutuhan akan hal-hal materi yang sering kali mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan hal-hal rohani. Tetapi, sangat jelas bahwa Dia lebih menyukai kalau dia duduk dan mendengarkan kepadaNya daripada memperhatikan kebutuhan-kebutuhanNya secara jasmani.
“Marta, Marta,” Dia berkata kepadanya, “kamu terlalu kuat menyibukkan diri dalam banyak hal.” Dia sepertinya memberitahu kepadanya bahwa kesibukannya dengan hal-hal dunia merampas damai sejahtera, ketenangan dan sukacita yang akan dia peroleh dengan terlebih dahulu mencari kerajaan Allah daripada hal materi. Hanya satu hal yang penting, dan Maria sudah memilih yang tidak akan dapat diambil darinya.
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengatus Aku selama masih siang, akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoles mata orang buta tadi dan berkata kepadanya: Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam siloam.” Siloam artinya: “yang di utus”, maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek (Yohanes 9:1-7).
Sementara Yesus sedang berjalan di Yerusalem dia melewati seorang yang buta sejak lahir. Murid-muridNya bertanya kepadaNya, “Siapakah yang berdosa, orang ini ataukah orang tuanya, sehingga dilahirkan buta?” Yesus menjawab bahwa hal itu bukan karena dosa salah satu pihak tetapi terjadi agar pekerjaan-pekerjaan Allah dapat dinyatakan di dalam dia.
Betapa besar perbedaan antara kata-kata yang menghiburkan dari Yesus ini dan
perkataan-perkataan yang melemahkan semangat dari pihak lain, yang biasanya didengar oleh orang ini sehubungan dengan penyebab dari kebutaannya. Untuk pertama kalinya, dia menyadari bahwa dia tidak terkutuk atau dilupakan Allah. Sebaliknya, dia adalah sasaran dari perkenan Allah dan memainkan peranan untuk maksud tujuan yang baik. Kesadaran ini memindahkan dari dunia keputus-asaan ke dalam pengharapan. Ketika dia menanyakan nama si pembicara, dia diberitahu bahwa Dia adalah “Yesus.” Betapa dia menyesal bahwa dia buta dan tidak mampu untuk menatap Dia yang mendatangkan kemenangan dalam hatinya pada
saat itu. Bahkan seandainyapun Kristus memberikan emas pada orang ini, dan bukan uang perunggu seperti yang biasanya dia terima, dia tidak akan menganggap bahwa yang Dia lakukan sangat besar sekali artinya bila dibandingkan dengan jawabanNya terhadap pertanyaan, murid-murid.
Jawaban ini menandai awal permulaan dari pekerjaan baik Kristus di dalam kehidupannya. Yesus pertama-tama menarik perhatian pada pendengarNya sehubungan dengan waktu yang sudah semakin singkat bagi Dia untuk bekerja. Dia berkata, “Aku harus mengerjakan pekerlaan-pekerjaan Dia yang mengutus Aku selagi hari siang.” Dia kemudian menunjuk pada diriNya sebagai “Terang Dunia yang menerangi setiap manusia. Yesus maksudkan adalah bahwa kegelapan yang menimpa orang yang buta ini berada dalam perlawanan langsung terhadap terang dari sifatNya yang sempurna, dan oleh karena itu Dia akan menyingkirkannya. Dia meludah ke tanah dan melembekkannya, lalu mengoleskannya pada mata orang buta itu. Dia kemudian memerintahkannya untuk pergi dan membasuh di kolam Siloam. Orang itu pergi, membasuh mukanya, dan penglihatannya pulih.
Kuasa Ilahi dinyatakan dalam perbuatan ini melalui perbedaan besar antara cara penyembuhan dan hasilnya. Tanah yang lembek biasanya membutakan mata yang bisa melihat, tetapi mengolesi mata orang ini dengan tanah yang lembek adalah perlu untuk memberik pengertian kepadanya hubungan antara Kristus dan mujizatNya. Hal itu juga menghidupkan iman di dalam jiwa orang yang buta ini dan menolong dia untuk mengerti pentingnya ketaatan, sebagai buah dari iman. Dia harus mentaati karena bila tidak dia tidak akan dapat menikmati manfaat dari perbuatan Kristus. Kesembuhan ajaib yang mengikutinya, kendatipun bukan hasil dari tindakan orang ini merupakan buah dari ketaatan imannya. Kalau saja dia tidak percaya maka dia tidak akan mentaati. Selanjutnya, kalau saja dia tidak taat sesudah percaya, maka orang tidak akan dapat mengatakan bahwa dia sungguh memiliki iman yang benar. Dia disembuhkan karena dia punya iman yang berlanjut dengan ketaatan. Ini merupakan dua prinsip utama dari keselamatan: iman dan ketaatan. Orang yang
percaya diselamatkan karena dia pasti akan bertindak dalam imannya, jika dia tidak bertindak pada waktu diberi kesempatan, maka hal itu berarti bahwa dia tidak benar-benar percaya
pada awalnya. Dia binasa, bukan karena dia tidak bertindak, tetaip karena dia tidak mempunyai iman yang sungguh-sungguh.
Kita dapat menggambarkan orang buta ini berjalan secepat mungkin ke kolam Siloam. Barangkali dia merasa terganggu karena tanah lembek yang ada di wajahnya, tetapi ini tidak membuat dia gentar untuk taat; demikian juga saran dari para pemimpin agama yang menyuruh dia untuk jangan mentaati perintah Kristus. Dia tidak peduli apakah dia akan dimarahi karena berbuat sesuatu pada hari Sabat. Teguran-teguran dari para pemimpin agama tidak menyebabkan lemah imannya, tidak juga menghentikan dia untuk pergi ke tempat mana Kristus sudah memerintahkan dia. Pada waktu penglihatannya pulih, dia kembali ke tempat
di mana dia tadi meninggalkan Kristus. Dia ingin melihat Dia yang sudah memberikan
kepadanya sesuatu yang sangat tidak ternilai harganya, untuk menyampaikan terima kasih, dan untuk menerima tuntunan baru secara rohani. Tetapi, dia tidak menemukan Kristus di sana dan tidak ada seorangpun di situ yang dapat memberitahu dia ke mana Dia pergi.
Mujizat ini merupakan sebuah simbul yang tepat dari keselamatan. Mujizat ini memberikan kepada orang ini, yang buta sejak lahimya, sesuatu yang dia tidak memiliki sebelumnya. Dia sudah dilahirkan buta secara rohani karena dia dilahirkan di dalam Dosa, sebagaimana yang dikatakan dengan berulang-ulang oleh para penatua. Tetapi Kristus, sementara memberikan kepadanya penglihatan jasmaniah, juga memberikan kepadanya sesuatu yang lebih besar dan tidak terukur: yaitu penglihatan rohani. Kita juga dilahirkan ke dalam dunia ini buta secara rohani dan diberi “penglihatan” oleh Yesus Kristus, melalui iman dan ketaatan.
Oleh karena itu para tetangga dan orang-orang yang sebelumnya melihat dia buta berkata, “bukankah ini dia yang biasa duduk meminta-minta?” Beberapa yang lain berkata, “ya, ini memang dia.” Yang lain lagi berkata,” orang yang mirip dia.” Dia berkata, “Inilah aku.“ Oleh karena itu mereka berkata kepadanya, “Bagaimana matamu dapat melihat?” Dia menjawab dan berkata, “Seorang yang bernama Yesus melembekkan tanah dan mengoleskan pada mata saya dan berkata pada saya, “Pergilah ke kolam Siloam dan basuhlah.” jadi saya pergi dan membasuh muka saya dan saya mendapatkan penglihatan.“ Kemudian mereka berkata kepadanya, “Di mana Dia?” Dia berkata “Aku tidak tahu” (Yohanes 9:8-12).
Orang buta ini mendapatkan penglihatan pada hari Sabat yang merupakan hari perhentian bagi orang-orang Yahudi. jadi, orang-orang yang fanatik pada hukum Taurat mendengar bahwa dia mendapatkan penglihatan pada hari Sabat, mereka sangat marah dan bermaksud untuk menghukum dia. Tidak ada seorangpun yang berani membela apa yang dilakukan Yesus, ataupun memberi dukungan pada apa yang sudah terjadi bagi orang yang buta ini karena para penatua Yahudi sudah menyatakan di hadapan umum bahwa siapapun yang mengakui Yesus sebagai Kristus akan dikucilkan dari rumah sembahyang dan dibatalkan hak-haknya.
Ketika orang ini tidak menemukan Kristus, dia kembali ke rumahnya untuk melihat orang tua dan tetangga-tetangganya berusia tiga puluh tahun dan akan melihat mereka untuk pertama kalinya dalam hidupnya!
Betapa besar perubahan yang terjadi pada penampilan orang ini karena apa yang sudah terjadi padanya, matanya menjadi melek wajahnya dipenuhi dengan sukacita, sikapnya berbeda sehingga orang-orang yang hanya mengenal dia secara luar tidak lagi mengenalinya. Untuk alasan ini, ada laporan yang saling bertentangan sehubungan dengan apa yang sudah terjadi. Beberapa menganggap bahwa kesembuhan ini hanya tipuan dan bahwa orang ini
tidak sama dengan orang buta yang pernah mereka kenal sebelumnya, tetap hanya orang yang mirip dia saja. Tetapi dia menegaskan, “ini adalah aku.” Ketika dia ditanya apa yang sudah terjadi padanya dan siapa yang melakukannya, dia menyatakan apa adanya. Tetapi
ketika dia ditanya ke mana penyembuhnya pergi, dia hanya dapat berkata, “Aku tidak tahu.” Dia berkeinginan untuk dapat menunjukkan kepada mereka di mana Kristus berada.
Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: “Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.” Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: “orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Sebagian pula berkata: “Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?” maka timbullah pertentangan di antara mereka. Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: “Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?” jawabnya: “Ia adalah seorang nabi”
Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya, bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat lagi, sampai mereka memanggil orang tuanya dan bertanya kepada mereka: “inikah anakmu, yang kamu katakan bahwa ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah sekarang ia bisa melihat?” jawab orang tua itu: “yang kami tahu ialah, bahwa dia ini anak kami dan bahwa ia lahir buta, tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yang memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.”
Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab
orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan. Itulah sebabnya maka orang tuanya berkata: ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri" (Yohanes 9:13-23).
Orang yang fanatik dan berpegang pada aturan-aturan yang ketat tidak dapat menemukan Dia yang dituduh sebagai yang melakukan “pelanggaran terhadap ketentuan Sabat,” dan
kemudian mereka menyeret orang yang tadinya buta kepada orang-orang Farisi untuk ditanyai sesudah, mendengarkan kisah dari orang itu sendiri dan mengetahui bahwa Yesus yang mereka benci dan mau mereka bunuh sebagai penyebabnya, mereka tidak pasti apa
yang harus dilakukan jika mereka menyalahkan Kristus karena melanggar hari Sabat, mereka akan mengakui mujizat yang terjadi dan menyebarluaskan berita tentang itu. Ini bisa jadi justru semakin menambah bilangan orang banyak yang datang pada Kristus yang dapat menimbulkan gerakan politik untuk mengangkat Dia sebaga raja, karena saat itu adalah saat Hari Raya Besar. Tetapi, kalau mereka menyangkal mujizat yang terjadi, maka tuduhan mereka bahwa Dia melakukan pelanggaran terhadap hari Sabat akan gugur. Karena itu mereka bahwa menjadi ragu-ragu dan saling debat di antara mereka sendiri pada mulanya mereka mengakui mujizat yang terjadi, tetapi sekarang mereka mau meneteralisir pengaruh positifnya dengan mengatakan bahwa karena hal itu dilakukan pada hari Sabat, maka Dia bukan dari Allah, tetapi melakukannya dengan kuasa setan! Beberapa dalam, pertemuan itu menentang pendapat itu dengan mengatakan bagaimana mungkin orang yang berdosa dapat melakukan hal-hal seperti itu? “ini menyebabkan timbulnya, perpecahan di antara mereka, dan mereka mengubah rencana kerja mereka. Sekarang mereka mencoba untuk menyangkal apa yang terjadi, menuduh Yesus, melakukan tipuan. Tetapi pertama-tama mereka harus memaksa orang ini dan orang tuanya untuk menyangkali apa yang terjadi. Tetapi mereka
tidak dapat, karena kebenaran dari kesembuhannya dipastikan melalui perkataannya: “satu hal aku tahu, dahulu aku buta, sekarang aku melihat”. Perkataan ini merupakan pengakuan dari banyak orang yang sudah mengalami keselamatan di dalam Kristus melalui iman yang hidup di dalam Dia.
Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu dan berkata kepadanya: “Katakanlah kebenaran di hadapan Allah, kami tahu bahwa orang itu orang berdosd.” jawabnya, apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu, tetapi satu hal aku tahu yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat.” Kata mereka kepadanya: “apakah yang diperbuatNya padamu? Bagaimana Ia memelekkan matamu?” Jawabnya: “Telah kukatakan kepadamu dan kamu tidak mendengarkannya, mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi muridNya juga? sabil mengejek mereka berkata kepadanya: “Engkau murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa.
Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman kepada Musa” tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Dia datang.”
Jawab orang itu kepada mereka, “Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, sedang Ia telah memelekkan mataku. Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendakNya. Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, ia tidak dapat berbuat apa-apa” Jawab mereka: “engkau hendak mengajar kami?” lalu mereka mengusir dia ke luar (Yohanes 9:24-34).
Pada waktu penatua-penatua itu bertanya kepada orang yang penglihatannya dipulihkan, dia menjawab, “aku sudah memberitahukan kepadamu, dan kamu tidak mendengarkan. Mengapa kamu mau mendengarnya lagi? Apakah kamu juga mau menjadi murid-muridNya?” Mendengar itu, mereka sangat marah kepadanya, dan menunjukkan rasa bangga karena menjadi murid Musa dan bukan pengikut dari orang Galilea yang tidak dikenal seperti dia. Mereka mengutuk dia, mengatakan bahwa dia sudah menyimpang dari kebenaran dan menyangkal Allah karena menyebut Kristus sebagai seorang nabi. Dia mengkritik mereka karena tidak tahu dari mana Dia berasal, padahal perbuatan-perbuatanNya menunjukkan bahwa Dia berasal dari Allah. Dia menyimpulkan dengan kata-kata yang keras dan tegas
yang menunjukkan pertimbangan, keberanian dan imannya. Dia mengingatkan mereka bahwa tidak pernah ada sebelumnya orang yang bisa memelekkan mata orang yang buta sejak lahir. Selanjutnya, dia berkata, “Sekarang kami tahu bahwa Allah tidak mendengar orang-orang berdosa, tetapi siapapun yang menyembah Allah dan melakukan kehendakNya, Dia mendengarnya” Mereka menjawab dan berkata kepadnya. “Kamu nyata jelas lahir di dalam dosa dan mau mengajar kami? Kemudian mereka mengusir dia keluar.
Dengan menyapaikan perkataan-perkataan ini, orang tersebut bersandar sepenuhnya pada tulisan-tulisan Kitab Suci karena hanya orang berdosa, yang melakukan kehendakNya, dialah yang, didengar Allah. Ini membuat mereka marah, mereka sekali lagi mengutuk dia dan mengucilkannya dari rumah sembahyang.
Yesus mendengar bahwa ia telah diusir keluar oleh mereka. Kemudian Ia, bertemu dengan dia dan
berkata, percayakah engkau kepada Anak Manusia?, jawabnya: apakah Dia, Tuhan? supaya aku percaya kepadaNya. Kata Yesus kepadaNya, “engkau buka saja melihat Dia tetapi, Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu. Katanya, "aku percaya, Tuhan lalu ia sujud menyenbahNya, (Yohanes 9:35-38).
Sesudah diusir dari runah sembahyang, dia pergi keluar dan Kristus bertemu dia, menanyakan , “apakah kamu percaya kepada Anak Manusia?” Yesus tidak menyatakan diriNya sebagai anak Allah kepada orang yang berhikmat, tetapi kepada orang miskin ini, yang sudah siap untuk percaya. Dia menyatakan apa yang ada di dalam hatinya ketika dia berkata, “siapakah Dia, Tuhan, supaya aku percaya kepadaNya?” dan Yesus berkata kepadanya, “kamu sudah melihat Dia dan Dialah yang sekarang berkata-kata denganmu.” Kemudian dia berkata, “Tuhan, aku percaya”.
Betapa sukarnya jawaban ini tentunya bagi orang ini, yang adalah seorang Yahudi, yang percaya pada keesaan Allah. Bagaimana dapat Yesus ini, yang ada di depannya, adalah Allah? Dia diperhadapkan pada dua pilihan: segera saja sujud dan menyembah Dia, atau
tidak melakukannya. Jika dia melakukan yang pertama, dan Yesus bukan Allah, maka hal itu adalah dosa besar. Sebelumnya, dia sudah mengaku bahwa Kristus adalah nabi tetapi tidak menyembah Dia. Tetapi sekarang, dia menyembah Kristus karena dia percaya bahwa Dia adalah anak Allah, yang layak menerima penghormatan lebih besar daripada seorang nabi, raja, atau malaikat.
Pada saat itulah dia disembuhkan dari kebutaannya secara rohani. Sekarang dia bisa melihat dengan jelas dengan mata jasmaninya dan dengan “mata iman rohaninya” bahwa Yesus dari Nazaret, Anak Maria, adalah Anak Allah yang tunggal. Orang ini sudah ditolak dan dihina oleh penatua-penatua tetapi Kristus mengembalikan kepadanya berlipat-lipat berkat dan keselamatan. “Pemuka-pemuka agama” mengusir dia dari rumah sembahyang dan menutup pintu ibadah baginya, tetapi Kristus membawa dia masuk ke dalam kerajaan Allah, membukakan bagi dia pintu sorga. Sebagai akibat dari kebutaannya, dia menerima keselamatan yang kekal, memperoleh persahabatan dengan Sahabat Sorgawi, dan mendapatkan kehormatan untuk disebut-sebut dalam catatan sejarah yang akan berlangsung kekal. Dia dapat melayani Kristus dengan menyebarluaskan kemahsyuranNya melalui kesaksianNya. Dia juga menolong orang-orang yang ada di sekitarnya, yang bersedia membuka hati, dengan memberikan kepada mereka alasan yang memadai untuk datang kepada Juruselamat dan menerima keselamatan dari Dia. Dapatkah anda membayangkan dia di antara orang-orang kudus di sorga, selama-lamanya berterima kasih dan bersyukur karena dilahirkan buta sejak lahir?
Kata Yesus: “Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat menjadi buta.” Kata-kata itu didengar oleh
beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepadaNya: “apakah itu berarti bahwa kami juga buta?” Jawab Yesus kepada mereka. “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: kami melihat maka tetaplah dosamu.”
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok, tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya keluar. Jika semua dombanya telah dibawanya keluar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang asing tidak mereka kenal. Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka (Yohanes 9:39-10:6).
Sesudah mencelikkan mata orang yang buta sejak lahirnya, para penatua Yahudi menentang dia. Kemudian, mereka memarahi orang itu mengucilkan dia dari rumah sembahyang. Bagaimana Kristus manyamakan mereka ini? Dia memakai istilah, “pencuri dan perampok” karena mereka tidak masuk ke dalam kedudukan penggembalaan mereka melalui satu pintu yang sudah ditetapkan oleh Allah: Kristus sendiri. Sebaliknya, mereka memanjat melalui jalan lain. Tanpa adanya panggilan Ilahi atau memenuhi persyaratan-persyaratan, mereka mendapatkan kedudukan melalui cara-cara yang tidak benar. Mereka menyelusup masuk melalui celah-celah dalam kandang domba, mendapatkan jabatan keimaman, penggembalaan dengan melalui mewarisi, pengaruh, menjilat, menyuap, siasat, atau tekanan Apakah faedah dan kebaikan yang mereka peroleh, sebagai penerus dari imam besar Harun, entahkah itu
peraturan-peraturan mereka melalui hukum-hukum tertulis, ataupun hal-hal yang sama secara lahiriah, kalau mereka masuk tidak melalui Pintu?
Maka kata Yesus sekali lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu, barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan, Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:7-10).
Seorang ahli teologia satu kali menulis: “Gembala sejati orang-orang adalah dia yang mendapatkan kedudukannya karena kasihnya untuk Kristus, berusaha untuk memuliakan Kristus, melakukan pekerjaannya dalam kekuatan Kristus, mengajarkan ajaran-ajaranNya, mengikuti jejak-langkahNya, dan berusaha untuk membawa jiwa-jiwa kepadaNya.”Tidak ada jalan masuk ke dalam pelayanan penggembalaan kecuali melalui Kristus, yang adalah
“pintu.” Juga tidak ada jalan keluar kecuali melalui Dia. Seorang gembala tidak diijinkan untuk meninggalkan pekerjaan ini tanpa ijin dari Kristus, karena Dia berkata, “Aku adalah
pintu.” Lebih dari itu, pintu bagi para gembala adalah juga pintu bagi domba-domba, yang adalah orang-orang percaya.
Beberapa sudah menafsirkan pintu, yang disebutkan di sini, sebagai Roh Kudus, berarti bahwa kemampuan rohani gembala untuk memimpin dan memberi makan kawanannya tidak akan dapat terjadi kecuali melalui pekerjaan Roh Kudus, dalam mendukung penafsiran ini, kita dapat menarik berdasarkan kenyataan bahwa pengaruh dan wibawa yang sangat kuat dari pemberitaan Kristus secara langsung berasal dari Roh Kudus.
“Akulah Gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” (Yohanes 10:11)
Kristus, menggambarkan diriNya sebagai Gembala yang Baik. Pemazmur mengatakan, “Hai Gembala Israel, pasanglah telinga. Engkau yang menggiring Yusuf sebagai kawanan domba.Ya, engkau yang duduk di atas para kerub, tampillah bersinar!” (Mazmur 80:2). Nabi Yesaya berkata: “Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternakNya, dan menghimpunkanNya dengan tanganNya, anak-anak domba dipangkuNya, induk-induk
domba dituntunNya dengan hati-hati”(Yesaya 40:11). Mazmur yang paling indah adalah mazmur tentang Gembala: “Tuhan adalah gembalaku takkan kekurangan aku ” (Mazmur
23).
Pekerjaan seorang gembala bukanlah pekerjaan yang mudah. Karena diperhadapkan pada kesukaran-kesukaran dan bahaya dari binatang-binatang buas. Kristus sebagai Gembala yang Baik, mengalami kesukaran yang terbesar dan berbagai bahaya, dan kemudian
mengorbankan kehidupanNya untuk menyelamatkan dombaNya sendiri. Sebaliknya,
orang-orang yang Dia sebut “pencuri” tidak datang kecuali untuk mencuri dan membunuh, orang-orang yang Dia sebut sebagai “orang-orang upahan” tidak membela domba ketika mereka dihadapkan pada bahaya, tetapi melarikan diri, meninggalkan kawanan tercerai-berai dan binasa karena mereka tidak benar-benar peduli pada domba-domba.
Kristus adalah Gembala yang Baik yang sudah memberikan hidupNya bagi domba-domba. Untuk menjaga dan melindungi domba-domba dari renggutan tangan Setan, Dia mengalami kematian yang sebenarnya tidak layak untuk Dia jalani dan mendatangkan kehidupan bagi orang-orang yang mati secara rohani. Ini menunjukkan betapa besar nilai yang Dia tunjukkan pada domba-dombaNya, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Dia mengenal semua anggota kawanan secara pribadi, termasuk nama dan rahasia yang paling dalam sekalipun dari mereka. Pengetahuan dan perhatianNya yang ajaib terhadap milik kepunyaanNya sendiri tidak terukur dan adalah sama hari ini seperti ketika Dia mengorbankan hidupNya di kayu Salib.
Sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu. Ada lagi padaKu domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini, domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suaraKu dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri, Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu” (Yohanes 10:12-18).
Kristus memperhatikan bahwa mereka tidak mengerti perkataan-perkataanNya dan oleh karena itu Dia mengulanginya kembali, menjelaskan bahwa Dia akan memberikan hidupNya secara sukarela. Dia saja satu-satuNya, yang punya hak untuk berkata, “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu” Kata-kata tersebut sama dengan kata-kata yang dinyatakan Yesaya:
Sesudah kesusahan jiwaNya Ia akan melihat terang dan menjadi puas, dan hambaKu itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatNya dan kejahatan mereka Dia
pikul. Sebab itu Aku akan membagikan kepadaNya orang-orang besar sebagai rampasan. Dan Ia akan memperoleb orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena Ia telah menyerahkan nyawaNya ke dalam maut dan karena Ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak. sekalipun Ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak. (Yesaya 53:11,12)
Kristus juga menjelaskan kepada mereka bahwa Dia mempunyai kuasa untuk mengambil hidupNya kembali sesudah memberikannya, berarti bahwa Dia akan bangkit dari kematian di dalam kekuatanNya sendiri sesudah dengan kerelaanNya menyerahkannya. Kemudian, Dia menyatakan perhatianNya pada mereka “yang bukan dari kandang,” dengan mengatakan, “ mereka juga akan Aku tuntun.” Kata-kata ini menunjuk pada bangsa-bangsa Kafir, yaitu bangsa-bangsa asing di luar Yahudi.
Maka timbullah pula pertentangan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan itu. Banyak di antara mereka berkata: “Ia kerasukan setan dan gila, mengapa kamu mendengarkan Dia?” Yang lain berkati: “itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan, dapatkan setan memelekkan mata
orang-orang buta?” Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem, ketika itu musim dingin. Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. Maka
orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepadaNya: “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Yesus menjawab mereka: “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya, pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama BapaKu, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-dombaKu. Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan
Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka, dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu”(Yohanes 10:19-30).
Pengajaran-pengajaran ini terlalu tinggi bagi para pendengarNya. Beberapa berkata, “Dia kerasukan setan dan sudah menjadi tidak waras. Mengapa kalian mendengarkan kepadaNya?” yang lain lagi tidak setuju dan berkata, “ini bukan perkataan-perkataan dari orang yang dirasuk setan.” Perdebatan ini berdasarkan pada tanggapan mereka terhadap mujizat yang baru saja Dia lakukan, yang menurut mereka tidak mungkin berasal dari setan. Kita dapat menambah perdebatan lainnya: Misalnya saja setan punya kuasa untuk
memelekkan mata orang yang buta sejak lahir ini, adakah dia mengerjakan sesuatu yang baik bagi manusia? Jika Dia melakukan yang baik bagi manusia, jelas sekali Dia bukan berasal dari setan, si musuh itu!
Para penatua itu menunjukkan betapa bodohnya mereka karena menganggap perbuatan baik yang dilakukan Kristus berasal dari setan, dan ini memperkuat kebenaran sehubungan dengan penghakiman Kristus yang ditujukan pada mereka yang buta secara rohani. Mengapa para
ahli Taurat ini melupakan hal itu, bahwa di dalam Taurat, memelekkan mata orang yang buta adalah merupakan salah satu tanda dari Mesias?
Kristus menyatakan dengan jelas bahwa Dia adalah Gembala yang Baik dan bahwa dombaNya mendengar suaraNya dan mengikuti Dia. Para pemimpin Yahudi ini bukan dombaNya. Mereka menyangkal bukti jelas dari keberadaanNya sebagai Mesias mereka, dan menolak Dia karena Dia tidak mengikuti kehendak mereka. Tetapi daya pikatNya yang kuat pada mereka yang adalah “domba” yang benar dalam pengertian rohani adalah bukti bahwa Dia adalah juruselamat mereka yang sudah datang. Kesemuanya ini dibawa kepada Gembala yang Baik melalui karya Roh Kudus di dalam kelahiran kembali mereka, dan seperti domba, mereka mengikut Dia.
Yesus berbicara pada dombaNya sehubungan dengan keselamatan mereka yang kekal. Bagi mereka yang kebanyakan dianggap sebagai dombaNya, tetapi yang kemudian ternyata mundur atau lari dari iman, keberadaan mereka digambarkan di dalam kata-kata Rasul Yohanes: “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak bersungguh-sungguh termasuk pada kita, sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu “terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita” (1 Yohanes 2:19). Siapapun yang
yakin bahwa dia adalah salah satu dari domba Kristus akan menikmati pemeliharaanNya dan tidak akan binasa. Tidak ada kuasa yang dapat mengambil dia dari pemeliharaan Gembala Sorgawi. Yesus akan memulihkan jiwanya dan menuntun dia dalam jalan kebenaran oleh karena namaNya (Mazmur 23:3).
Pada waktu orang percaya menempatkan percayanya pada janji-janji Allah, dia menemukan sauh yang kuat bagi jiwanya, khususnya pada masa-masa kesulitan. Tetapi bagi beberapa orang yang menganggap bahwa keamanan mereka di dalam Kristus memberi kepada mereka kebebasan untuk memuaskan hawa nafsu mereka di dalam dosa, kami mengatakan bahwa kehidupan kekal, yang diberikan Kristus, menyebabkan dombaNya membenci dosa dan kesukaannya adalah menyenangkan Bapa sorgawi. Semua mereka yang terus menerus berada di dalam dosa apapun jenisnya, dan membiarkannya berada di dalam hati mereka, membuktikan bahwa mereka bukan salah satu dari dombaNya yang benar. Mereka yang hanya berusaha untuk melarikan diri dari pehukuman tidak akan mendapat tempat di antara domba yang akan dikumpulkan oleh Raja di sebelah kananNya pada Hari Pehukuman.
Semua yang mengasihi Juruselamat dengan sungguh-sungguh dan secara jujur berusaha untuk diselamatkan dari semua yang bertentangan dengan kehendakNya akan dapat menenangkan diri, meskipun sesekali mereka jatuh.Mereka dapat mengklaim kata-kata Rasul Paulus: “aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.” (Filipi 1:6). Orang
yang Berhikmat berkata: “Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana” (Amsal 24:16). Adalah tidak masuk akal, bahwa Juruselamat, yang adalah Allah Sendiri yang turun ke dunia, yang sudah memulai keselamatan akan gagal untuk menyelesaikannya. Ini adalah rahasia yang mana orang-orang yang bukan dombaNya tidak akan pernah mengerti, karena hanya ditujukan pada milik kepunyaanNya sendiri.
Dalam pengajaran ini, kita punya bukti jelas tentang sifat Ilahi dari Kristus yang memampukan Dia untuk berbicara dalam suatu cara yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa. Dia menyebut semua orang percaya yang benar sebagai dombaNya dan mengatakan bahwa mereka akan mendengar suaraNya, bukan suara Allah, seperti yang dialami oleh
nabi-nabi di masa lalu. Dia mengatakan bahwa dombaNya akan mendengar
perkataan-perkataanNya dan mengikuti Dia dan bahwa Dia akan memberikan mereka kehidupan kekal dan tidak seorangpun yang dapat merebut mereka dari tanganNya. Kemudian, Dia menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengambil mereka dari tangan BapaNya. Beberapa pernyataan terakhir sepertinya berlawanan satu dengan yang lain, tetapi sebenarnya semua menunjuk dengan secara lebih jelas pada kesatuan Allah.
Yesus sendiri berkata, “Aku dan Bapa adalah satu.”
Perkataan-perkataan Kristus ini bagaikan halilintar di telinga pada penatua Yahudi. Mereka diperhadapkan hanya pada dua pilihan: Menyembah Dia sebagai Mesias, Anak Allah yang tunggal, ataukah melempari Dia dengan batu sebagai penghujat, sesuai dengan Taurat mereka. Mereka memutuskan untuk mengambil batu dan melempari Dia. Mereka dia hadapi dengan berani, Dia bertanya kepada mereka, yang mana dari perbuatan-perbuatan baik yang berasal dari BapaNya yang sudah Dia tunjukkan, yang menyebabkan mereka mau melempari Dia dengan batu. Mereka menjawab, “karena Engkau yang adalah manusia biasa,
menjamakan diriMu dengan Allah.” Dia menanggapi: “ masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? Jikalau Aku tidak melakukan
pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak percaya, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa”(Yohanes
10:33,36-38).
Tidak ada nabi yang mengatakan mengenai dirinya sendiri bahwa Dia sudah dikuduskan oleh Bapa sebagai milik kepunyaanNya sendiri dan mengutus Dia ke dalam dunia. Pada waktu Kristus menyangkal bahwa Dia menghujat, kebenaran dari perkataanNya adalah jelas. Ketika orang-orang Yahudi sekali lagi mau melempari Dia dengan batu, Dia pergi meninggalkan mereka dan menuju ke suatu tempat di mana Yohanes sudah membaptiskan. Di sini khotbahNya mendatangkan pengaruh yang besar, karena banyak yang percaya di dalam Dia.
10.1. Bagaimana kita seharusnya berdoa |
Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-muridNya kepadaNya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya. “jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: |
Bapa, dikuduskanlah namaMu, datanglah KerajaanMu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami, dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” |
Lalu kataNya kepada mereka: “jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya, masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur, aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang |
meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada
anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya” (Lukas 11:1-13).
Satu kali, sesudah Kristus selesai berdoa, salah seorang muridNya meminta kepadaNya untuk mengajar mereka berdoa seperti Yohanes Pembaptis ajarkan kepada pengikut-pengikutNya. Dia menjawab dengan mengulangi “Doa Bapa kami” yang agak berbeda dari yang Dia berikan dalam Khotbah di Bukit (Matius 6:9-13). Dia melanjutkannya dengan sebuah perumpamaan tentang seorang yang mencoba untuk meminjam beberapa ketul roti dari sahabatnya pada malam, tetapi tidak berhasil pada awalnya. Dia akhirnya berhasil karena ketekunannya untuk meminta. Menjelaskan perumpamaan ini, Yesus berkata: “Mintalah
dan akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, dan pintu akan dibukakan bagimu.” Dalam perkataan lain, pertama-tama ajukan permohonan yang sederhana, kemudian, jika tidak berhasil, yang lebih mendesak lagi. Jika itu ternyata juga tidak berhasil, maka harus mengetuk. Apa yang kita peroleh dengan segera adalah baik, apa yang kita dapatkan sesudah secara giat mencari adalah lebih baik, dan apa yang kita peroleh sesudah mengetuk adalah yang terbaik.
Kristus lalu menjelaskan pengaruh hubungan orang percaya dengan Allah.Hubungan ini memastikan mereka untuk menerima yang baik dari Dia, karena tidak mungkin bagi Dia untuk menahan apa yang baik bagi orang-orang yang Dia kasihi sebagai anak-anakNya. Jika seorang bapa biasa tidak segan-segan untuk memberi yang baik pada anak-anaknya, bagaimana dapat Bapa sorgawi yang sempurna menunda untuk memberikan hal-hal yang baik pada anak-anakNya, khususnya jika mereka meminta Roh Kudus, yang adalah karunia pilihan.
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “'Guru katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu KataNya lagi kepada mereka:
“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang
berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayannya itu.” Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kataNya: “Ada seorang kaya, tanahnya
berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: inilah yang akan kuperbuat, aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalammya Segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: jiwaku, ada padamu banyak barang tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minunlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan
apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti. Demikialah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”
Yesus berkata kepada murid-muridNya: “Karena itu, Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Sebab hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian. Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan yang tidak
menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebih burung-burung itu! Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya
dapat menambahkan sehasta pada jalan hidupnya? Jadi jikalau kamu tidak sanggup membuat barang yang paling kecil, mengapa kamu kuatir akan hal-hal yang lain? Perhatikanlah bunga bakung yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
Jadi, jika ramput di ladang yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api demikian didandani oleh Allah, terlebih lagi kamu, hai orang yang kurang percaya! Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah KerajaanNya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu. Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu. Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Lukas 12:13-14).
Ketika seseorang datang kepada Kristus, meminta Dia untuk campur-tangan dalam pembagian warisannya, Yesus menolak untuk mencampuri karena Dia membatasi pekerjaanNya hanya pada hal-hal penting yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Kristus tidak melakukan pekerjaanNya dengan pemihakan pada kelompok keagamaan ataupun
politik tertentu. Dia tidak ingin orang-orang menganggap Dia sebagai kepala dari suatu aliran atau denominasi, yang bertindak sebagai hakim dalam urusan-urusan duniawi dari bawahanNya. Kristus menyerang dosa yang secara umum ditolerir: yaitu dosa ketamakan,
hati yang cinta akan uang.
Untuk menjelaskan apa ketamakan itu, Yesus memberitahu murid-muridNya kisah mengenai seorang yang kekayaannya semakin bertambah-tambah. Tetapi sebaliknya daripada berterima kasih pada Allah, dia memilih untuk hidup terlepas dari Dia. Dia seharusnya menyadari bahwa kekayaannya bukan milik kepunyaannya tetapi milik kepunyaan Tuhan, dia hanya sebagai seorang pengelola atas kekayaan itu, untuk mempergunakannya dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana. Hak apa yang dia punyai untuk mendapatkan pemeliharaan Allah, selama dia hidup hanya untuk dirinya sendiri saja? Hidupnya dipersingkat, meskipun kekayaannya semakin melimpah. Allah memberitahu kepadanya: “Kamu bodoh. Malam ini juga jiwamu akan diambil.” Allah tidak membatasi kekayaan duniawi hanya bagi mereka yang mengasihi Dia tetapi memberikan matahari dan air pada orang-orang yang tidak benar dan orang-orang yang benar (Matius 5:45). Dia melakukan ini agar orang-orang beragama
tidak dikotori dengan merendahkannya hanya untuk memuaskan keinginan-keinginan duniawi.
Sesudah memberitahu kepada murid-muridNya kenyataan dari pemeliharaan Allah sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan jasmani mereka, dengan memakai
gambaran-gambaran dari alam, Yesus meyakinkan mereka kembali bahwa Bapa berkenan untuk memberi mereka kerajaan di balik kelemahan mereka. Dia memberi kepada mereka semangat untuk memberi karena dengan mempergunakan kekayaan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka harta itu akan tetap ada, sedangkan yang dia pergunakan untuk memuaskan dirinya sendiri akan musnah. Jika anda memberi uang demi untuk kebenaran, maka itu akan membawa hati anda semakin dekat pada Allah, “karena di mana hartamu berada, disitulah juga hatimu” (Lukas 12:34).
“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilahkan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka. Tetapi ketahuilah ini: jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan
datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia" (Lukas
13:6-9).
Kristus menjelaskan mengenai hal kedatanganNya yang kedua kali sebagai yang tidak disangkakan sebelumnya. Hamba-hambaNya pertu untuk berjaga-jaga sehingga mereka akan siap dan menyambut Dia dengan sukacita, karena mereka yang siap dan berjaga-jaga akan diberi pahala dan diperhitungkan berbahagia. Ketika Petrus bertanya kepadaNya apakah Dia memberitahu perumpamaan ini hanya pada mereka atau kepada setiap orang. Yesus memberitahu mereka perumpamaan yang lain untuk menunjukkan ketidaksenanganNya pada hamba-hamba yang tidak setia. Dia akan memisahkan mereka yang tidak setia menjadi dua kelompok, dan membuat mereka senasib dengan orang-orang percaya (Lukas 12:46). Dia mengharapkan banyak dari mereka yang diberi banyak, dan sedikit dari mereka yang hanya memiliki sedikit (Lukas 12:48). Tidak ada seorangpun yang bebas dari tuntutan-tuntutan Yesus ini. Tidak hanya bahwa Allah menuntut dari apa yang dipunyai manusia, dan apa yang sudah dipercayakan kepadanya, tetapi Dia juga menuntut dari dia apa yang dia dapat
lakukan, kalau saja dia mau bekerja dengan sungguh-sungguh. Allah menghukum seseorang bukan hanya karena mengabaikan tugasnya, tetapi juga karena gagal untuk melakukan apa yang dia tahu seharusnya dia kerjakan.
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: “seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon ita, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus anggur itu: sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma, jawab orang itu: Tuan biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku mencangkul tanah sekelillingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah, jika tidak, tebanglah dia (Lukas
13:6-9).
Dalani percakapan ini, Kristus menunjukkan bahwa Dia datang ke dunia dengan pengajaran-pengajaran bagaikan api, yang akan membakar onak-onak duri dari pengajaran sesat dan pengikut-pengikutnya. Pada waktu terang datang ke dalam dunia, dan orang-orang lebih menyukai kegelapan, adalah tidak terhindarkan lagi bahwa konflik akan terjadi di antara pengikut-pengikut terang dan pengikut-pengikut kegalapan. Konflik adalah sifat dari kegelapan. Setiap kali ada kegelapan total atau terang total, maka tidak akan ada konflik. Tetapi bilamana terang mendekati kegalapan, kegelapan menyerang terang dan pertentanganpun terjadi. Jadi, perpecahan adalah akibat yang tidak dapat dihindari dari kedatangan Kristus dan penyebaran dari ajaran-ajaranNya.
Kristus kemudian menyamakan bangsa Yahudi dengan sebuah pohon ara, yang diputuskan untuk ditebang karena tidak berbuah. Dia menyamakan Bapa dengan pemilik kebun anggur, dan diriNya sebagai orang yang merawat pohon ara tersebut Dia merupakan perantara antara Allah dan manusia yang menahan pehukuman Allah terhadap manusia. Dia memohon kepada Bapa untuk bersabar sampai Dia dapat menyelesaikan rencana-rencanaNya untuk
keselamatan mereka. Dia mengakui bahwa Allah sudah bersabar terhadap mereka selama tiga tahun sementara Dia mengajar dan melayani mereka dalam berbagai macam cara. Tindakan terakhimya adalah memberikan diriNya sebagai korban ganti mereka. Jika mereka mau menerima Dia, mereka akan selamat, jika tidak, mereka akan ditebang. Sejarah sudah mencatat bagi kita akhir yang menyedihkan dari bangsa yang dikemukakan dalam perumpamaan itu. Kata-kata Yohanes Pembaptis digenapi ketika dia berkata, “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api (Matius 3:10).
Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tanganNya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak. “Ada enam hari untuk bekeria. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat”
Tetapi Tuhan menjawab dia, kataNya: “hai, orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini yang sudah delapan belas tahun diikat oleh iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturanan Abraham?” Dan waktu Ia berkata demikian, semua lawan-lawannya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukanNya (Lukas 13:10-17).
Kristus memasuki sebuah rumah sembahyang di satu desa pada hari Sabat, dan mulai mengajar. Di antara orang-orang yang datang untuk bersembahyang adalah seorang wanita yang bungkuk punggungnya selama delapan belas tahun, dan tidak mampu untuk berdiri tegak. Dia sudah kehilangan harapan sehubungan dengan kesehatannya, tetapi kemalangannya tetap membawanya untuk hadir ke kebaktian dengan setia. Sebenarnya, dia tidak minta untuk disembuhkan, karena dia mendengarkan Yesus dengan penuh perhatian. Dia memanggil wanita itu kepadaNya dengan maksud untuk menyembuhkannya dan melukiskan pengajaranNya sehubungan dengan hari Sabat dan berkat-berkatnya. Ketika dia maju ke depan, Dia menjamahnya seperti seorang dokter, meluruskan punggungnya. Dia berkata, “engkau disembuhkan dari penyakitmu.” Dia segera saja dipulihkan dan menunjukkan imannya dengan memuji-muji Allah. Pemimpin rumah ibadat sangat marah. Kendatipun dia menghormati Yesus, dia menasehati jemaat untuk tidak datang mencari kesembuhan pada hari Sabat, karena ada enam hari untuk itu.
Tetapi, Kristus melepaskan perempuan yang menderita ini dan orang-orang yang lain dari tekanan hukum Taurat Dia mengingatkan kepala rumah ibadat yang munafik ini, bahwa pada hari Sabat, orang-orang diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan bagi binatang-binatang piaraan mereka, setiap kali ada keperluan yang mendadak. Tugas-tugas tersebut, seringkali menuntut kerja keras yang lebih berat daripada yang Dia lakukan dalam menyembuhkan perempuan ini. Sebagai contoh, mereka dapat melepaskan ikatan seekor binatang dan menuntunnya ke mata air. Jika demikian, mengapa Kristus tidak dapat melepaskan perempuan itu dari ikatan jasmani dan rohaninya sesudah dia ditekan oleh setan selama bertahun-tahun? orang-orang sangat senang dengan perkataan Yesus dan
perbuatan-perbuatanNya yang mulia, dan mereka yang menentang Dia menjadi sangat malu.
Pada suata hari Sabat Yesus datang ke ramah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan seksama. Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapanNya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi itu, kataNya: “diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik keluar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” mereka tidak sanggup membantahNya.
Karena Yesus melihat bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: “kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: sahabat, silahkan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barang siapa meredehakan diri, ia akan ditinggikan.”
Dan Yesus berkata juga kepada orang yang mengundang Dia: “apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau
saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetangga yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau memdapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar” (Lukas 14:1-14).
Seorang Farisi mengundang Yesus untuk makan pada hari Sabat di mana Dia melihat seseorang yang menderita karena busung air. Yesus bertanya kepada mereka semua yang hadir, apakah diperkenankan atau tidak untuk menyembuhkan pada hari Sabat. Mereka menyadari bahwa jika mereka mengatakan sesuatu, mereka akan dipermalukan seperti pada waktu mereka berada di rumah sembahyang, sehinggamereka berdiam diri. Kristus menyembuhkan orang yang sakit itu dan menyuruhnya pergi setelah menegur
lawan-lawan-Nya karena kritikan-kriti dan pikiran-pikiran mereka yang jahat Kristus juga memperhatikan bagaimana para tamu undangan saling berebut untuk duduk di tempat pahng depan. Dia mempergunakan situasi ini untuk mengajarkan kepada mereka sebuah pelajaran tentang kerendahan hati: Allah meninggikan orang yang rendah hati dan mempermalukan orang-orang yang sombong.
Yesus kemudian berpaling pada orang yang mengundang Dia dan mengingatkan dia bahwa seorang yang mengundang sahabat-sahabatnya dan orang kaya ke perjamuannya memperoleh balasannya di dunia ini, karena biasanya mereka akan mengundang dia pula untuk datang menghadiri pesta-pesta mereka. Tetapi, orang yang mencari pahala pada hari kebangkitan akan mengundang dan memberi makan orang-orang yang miskin dan terbuang.
Keramah-tamahan yang sejati dinyatakan kepada orang lain, karena kasih pada Allah, tidak peduli apakah mendapat balasan atau tidak baik di dunia ini atau di masa yang akan datang. Keramah-tamahan yang seperti ini, dipastikan sangat menyenangkan Allah dan akan mendapatkan pahala.
Mendengar itu berkatalah seorang dari tamu-tamu itu kepada Yesus: “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Tetapi Yesus berkata kepadanya”ada seorang mengadakan
perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: marilah, sebab segala sesuata sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. yang pertama berkata kepadanya: aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya, aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku hares pergi mencobanya,. aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepadanya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah kemari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba tiu melaporkan: tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ masuk, karena rumahku harus penuh. Sebab Aku berkata kepadamu: tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikamti jamuanKu” (Lukas 14:15-24).
Salah satu dari yang hadir mengomentari pengjaran Kristus sehubungan dengan perjamuan makan, mangatakan, “berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Dia yakin bahwa dia akan termsuk dari mereka yang dijamu. Kristus menyampaikan sebuah perumpamaan, mempergunakan perjamuan makan sebagai simbol keagamaan karena agama atau kerohanian yang benar memberi makan dan menyenangkan jiwa. Allah memberikan kepada kita kebebasan sepenuh untuk menerima atau menolak undangan ini. Dia menyambut semua mereka yang menanggapi undangan Ilahi ini. Di dalam perumpamaan, Yesus memberitahukan mengenai seorang bangsawan yang mengundang banyak orang untuk menghadiri pesta besar di rumahnya, tetapi mereka memberikan banyak alasan dan tidak bersedia datang.
Kristus mengundang orang-orang yang beragama, tetapi karena mereka menolak untuk datang, Dia mengundang para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, sama dengan orang-orang yang miskin dan lumpuh dalam perumpamaan. Dia membuka pesta besarNya
bagi orang-orang yang berada di jalan-jalan dan terbuang yaitu, orang-orang akfir yang akan menerima apa yang sudah ditolak oleh orang-orang Yahudi, menemukan jalan mereka menuju ke pertobata dan iman.
Kristus menyamakan para pemimpin agama dengan mereka yang berkata, “aku telah membeli ladang” atau “ aku telah membeli lima pasang lembu” atau “ aku baru kawin, dan karena tiu aku tidak dapat datang.” Alasan-alasan palsu atau tidak benar dalam hal-hal keagamaan dianggap sebagai hal yanng luar biasa: menyebar secara luas dan sangat berbahaya. Kristus menyatakan pehukuman Allah pada orang-orang yang membuat
macam-macam alasan, karena hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak menghargai pesta perjamuan Ilahi dari keselamatan. Alasan-alasan tersebut juga menunjukkan kebodohan dari orang-orang yang menempatkan kepentingan dan keuntungan duniawi mengatasi keuntungan sorgawi. Orang-orang seperti itu mengira alasan-alasan yang timpang itu akan menolong mereka, atau bahwa pintu kehidupan kekal akan terbuka bagi mereka.
Pembaca yang kekasih,
Sudahkah undangan Kristus untuk hadir pada pesta perjamuan kasih sampai kepada anda dan anda ingin mendapatkan kepuasan bagi jiwa anda? Dia mau makan sehidangan dengan anda (Wahyu 3:20). Maukah anda menerima undangan ini? Maukah anda membuka pintu hati anda bagi Dia? Singkirkan alasan-alasan anda dan ijinkan jiwa anda berpesta dengan Dia
pada perjamuan besar.
Jika anda sudah mempelajari buku ini, maka anda akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mudah.
1. Apakah jawaban Petrus sehubungan dengan pertanyaan Kristus: “Menurut kalian siapakah Aku?”
2. Mengapa Kristus datang ke dunia?
3. Ada tiga persyaratan untuk mengikuti Kristus. Apa sajakah itu?
4. Mengapa Allah memberitahu kepada murid-murid: “Inilah Anak yang kukasihi, dengarkanlah Dia.”
5. Apa yang kita dapat pelajari dari perkataan Yesus: “Bawalah anak itu kemari?”
6. Berikan tiga contoh dari kesabaran dan pengampunan Kristus terhadap musuh-musuh-Nya.
7. Siapakah “sesama“ kita?
8. Dengan cara bagaimana Marta dan saudarinya, Maria melayani Kristus?
9. Mengapa orang, pada peristiwa di dalam Yohanes pasal 9, buta sejak lahir?
10. Sebutkan tiga hal yang dilakukan oleh Gembala Yang Baik bagi domba-dombanya!
11. Ringkaskan perumpamaan mengenai orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12:16-21.
12. Jika anda mengadakan pesta perjamuan, siapakah yang harus anda undang? Mengapa anda harus mengundang orang-orang ini?